Liputan6.com, Washington, D.C. - Pemerintah Amerika Serikat sempat merilis kebijakan yang bisa mendeportasi mahasiswa asing yang hanya kuliah online pada masa pandemi Virus Corona COVID-19. Kini, kebijakan itu sudah dibatalkan.
Pembatalan deportasi ini hanya seminggu setelah kebijakannya diumumkan. Universitas Harvard dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) juga sempat menggugat pemerintah.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan laporan BBC, Rabu (15/7/2020), Hakim Distrik di Massachusetts menyebut semua pihak telah mencapai kesepakatan. Dengan ini, mahasiswa asing tak perlu khawatir kena deportasi jika hanya kuliah online.
Pada kebijakan itu, mahasiswa asing, termasuk dari Indonesia, terancam deportasi jika hanya mengambil kuliah online pada tahun ajaran baru. Masalahnya, banyak kampus yang memilih kuliah online akibat adanya Virus Corona (COVID-19).
Mahasiswa diminta mengambil kelas tatap muka. Sementara, mahasiswa asing yang sedang pulang ke negaranya terancam tidak bisa masuk AS apabila kelasnya online.
Universitas Harvard juga ikut menerapkan kuliah online. Berbagai universitas lain mempertimbangkan hal serupa bagi mahasiswa.
Sebanyak 59 universitas mendukung gugatan Harvard dan MIT. Mereka berargumen bahwa motivasi penolakan kuliah online adalah agar mendorong sekolah dibuka, bukan karena mendukung kuliah tatap muka.
Pemerintahan Donald Trump memang mendorong agar sekolah-sekolah kembali buka pada tahun ajaran baru. Itu menuai kontroversi karena dikhawatirkan bisa menambah penularan corona.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pemerintah Indonesia Sempat Lobi Kampus
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri melakukan lobi-lobi ke berbagai kampus di Amerika Serikat agar mengadakan kuliah tatap muka atau hybrid. Ini demi mencegah mahasiswa Indonesia dideportasi akibat kebijakan baru AS.
Otoritas keimigrasian AS berkata mahasiswa yang hanya melakukan kuliah online terancam dideportasi. Kebijakan akan dimulai pada tahun ajaran baru pada musim gugur mendatang.
"Jika tidak bisa mengikuti kegiatan tatap muka atau hyrbid, maka konsekuensinya akan ada tindakan keimigrasian termasuk meninggalkan Amerika Serikat," ujar Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemlu RI, Judha Nugraha dalam press briefing Jumat lalu.
Judha meyakinkan akan ada perlindungan bagi mahasiswa RI yang terancam kebijakan tersebut. Koordinasi sudah dilakukan oleh perwakilan Indonesia di AS dan mahasiswa diimbau untuk tetap tenang.
Perwakilan Indonesia juga sudah melobi kampus-kampus AS untuk mengadakan kelas tatap muka atau hybrid agar mahasiswa WNI tidak sepenuhnya kuliah online dan menghadapi ancaman deportasi.
"Perwakilan kita melakukan koordinasi ke berbagai macam kampus untuk mengadakan kuliah yang sifatnya tatap muka atau yang sifatnya hybrid," ucap Judha.
Judha menjelaskan berkata beberapa kampus AS sudah mengajukan gugaatan ke pemerintah federal AS terhadap kebijakan kuliah online itu.
Dua universitas yang menggugat adalah Universitas Harvard dan Massachussets Institute of Technology (MIT). Mereka menggugat agar visa mahasiswa tidak dicabut jika kuliah online.
Juru bicara Gedung Putih, Kayleigh McEnany, menyebut pemerintah AS tetap berpegang pada kebijakanya. Ia berkata mahasiswa harusnya menggugat kampus karena tidak melakukan kuliah online padahal sudah dibayar.
"Mungkin gugatan lebih baik berasal dari mahasiswa yang harus membayar penuh tanpa adanya akses kelas tatap muka," ujar McEnany yang juga lulusan Harvard.
Advertisement