Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Singapura dinyatakan minus 41,2 persen dan secara resmi masuk ke dalam resesi teknis. Survei yang dilakukan Reuters menyatakan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara diperkirakan merosot 37,4 persen dari kuartal ke kuartal.
Adapun, resesi teknis didefinisikan sebagai pelemahan ekonomi dalam dua kuartal secara berturut-turut. Lalu, apakah resesi ini berdampak ke Indonesia, khususnya dunia usaha?
Advertisement
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, Indonesia sulit mengambil peluang dari resesi yang terjadi di Singapura ini.
Perpindahan transaksi baik dagang maupun investasi dari Singapura ke Indonesia akan cukup sulit, meskipun Singapura kena resesi. Ada beberapa faktor, seperti ekonomi Singapura yang domestic-oriented dan pasar global yang memang sedang lesu.
Sebagai informasi, resesi di Singapura terjadi karena turunnya kinerja dan kontribusi ekonomi di sektor konstruksi, retail dan pariwisata.
"Selain sektor pariwisata, sektor-sektor ini lebih berorientasi domestik alias pelaku usaha dan pasar pengguna jasanya ada di dalam negeri (Singapura) sehingga tidak ada (potensi transaksi dagang) yang bisa dialihkan ke Indonesia," jelasnya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (15/7/2020).
Pariwisata global juga sedang turun drastis gegara pembatasan yang dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Indonesia sendiri menempatkan travel restriction yang hampir sama dengan Singapura.
Namun, potensi pergerakan dagang yang tadinya menuju ke Singapura bisa saja pindah ke Indonesia dengan catatan jasa yang ditawarkan di Indonesia lebih efektif dan efisien, lalu iklim usaha di Indonesia lebih baik dari Singapura dan pengguna jasa mengalami peningkatan, meskipun kemungkinannya sangat kecil.
"Ketiga kondisi ini tidak terjadi secara otomatis hanya karena Singapura mengalami resesi teknis. Karena itu, sangat sulit menciptakan peralihan transaksi ekonomi (dagang maupun investasi) dari Singapura ke Indonesia meskipun Singapura dalam kondisi resesi seperti saat ini," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Singapura Katalisator
Lantas, hal yang perlu diperhatikan ialah fakta bahwa Singapura berfungsi sebagai katalisator atau hub-perdagangan dan investasi Indonesia. Banyak ekspor dan impor Indonesia yang efisiensi supply-chain difasilitasi oleh jasa perdagangan, logistik dan jasa keuangan Singapura.
Bahkan hingga akhir 2019, Singapura masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar ke-4 Indonesia di seluruh dunia dan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia di ASEAN. Singapura juga merupakan sumber FDI (investasi asing langsung) terbesar Indonesia hingga kuartal I 2020.
"Justru kalau technical recession di Singapura, kita perlu khawatir ekspor kita dan inbound investasi asal Singapura di Indonesia ikut tertekan karena daya beli masyarakat Singapura menurun," ujar Shinta.
Tak cuma itu, kinerja sektor jasa-jasa penting pendukung perdagangan dan aliran dana investasi ke Indonesia di Singapura juga akan menjadi kurang produktif. Oleh karenanya, Shinta merekomendasikan agar Indonesia meningkatkan daya saing jasa nasional dan iklim investasi Indonesia agar ekonomi Indonesia bisa bertahan.
"Sesegera mungkin (harus tingkatkan daya saing jasa nasional dan iklim investasi). Kalau tidak, kondisi ini tidak akan pernah menjadi menguntungkan untuk Indonesia," tutupnya.
Advertisement