Hindari Penipuan Berkedok Asuransi, Ini Saran OJK

OJK akan membuat aturan baru yang lebih asertif dan ketat dalam perjanjian di sektor jasa keuangan, khususnya asuransi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 15 Jul 2020, 21:52 WIB
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, ada 1.915 atau 36,65 persen iklan penyedia jasa keuangan yang melanggar ketentuan pada semester I 2020. Pelanggaran terbesar terjadi akibat ketidakjelasan informasi yang diberikan, mencapai 94 persen.

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan, pihaknya juga banyak menerima aduan seputar ketidakjelasan iklan jasa keuangan pada sektor asuransi yang bersifat persengketaan (dispute).

"Artinya dispute itu karena konsumen ini merasa tidak dijelaskan. Dia baru menyadarinya beberapa tahun kemudian, ketika dia enggak mau bayar preminya lagi, tahu-tahu ini unit-linked dan sebagainya, tetapi mereka kadang sering kaget tapi enggak punya bukti," ungkapnya, Rabu (15/7/2020).

Agar kasus tersebut tidak terjadi, Sarjito pun meminta konsumen untuk tidak gampang tergiur oleh ajakan tenaga pemasar dalam melakukan penandatanganan. Menurutnya, konsumen wajib membaca hak dan kewajiban yang tertera dalam perjanjian sebelum membubuhkan tanda tangan.

"Ini yang saya sampaikan kepada masyarakat. Kalau perlu jangan terburu-buru, nginep dulu berhari-hari, sampai ketemu orang yang mengerti," imbuhnya.

Dia menyatakan, perjanjian yang dilakukan mungkin saja memiliki muatan pelanggaran Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 rentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

"Tetapi untuk mengatakan perusahaan asuransi ini salah, kita perlu bukti. Pembuktian ini yang kadang tidak mudah. Merasa konsumen tertipu, tetapi ketika lapor ke OJK mana buktinya bahwa Anda ketipu," sambungnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Buat Aturan Baru

Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Menindaki kasus tersebut, OJK ke depan disebutnya buka kemungkinan untuk membuat aturan baru yang lebih asertif dan ketat dalam perjanjian di sektor jasa keuangan, khususnya asuransi.

"Bisa saja kita wajibkan selama proses penawarannya itu wajib direkam. Rekaman itu harus disimpan dengan baik. Dan konsumen bisa keep itu, sehingga tidak mengadukan ke OJK tapi kurang bukti. Kita kalau kurang bukti susah, padahal bener," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya