Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik lebih dari 2 persen pada perdagangan Rabu (Kamis waktu Jakarta), didukung oleh penurunan tajam dalam persediaan minyak mentah AS.
Namun kenaikan lebih lanjut terbatas karena OPEC dan sekutunya mengurangi pembatasan pasokan dari Agustus melihat ekonomi global secara bertahap pulih dari pandemi virus corona.
Advertisement
Dikutip dari CNBC, Kamis (16/7/2020), harga minyak mentah Brent naik 75 sen atau 1,75 persen menjadi USD 43,65 per barel. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate naik 91 sen atau 2,26 persen menjadi USD 41,20 per barel.
Harga minyak naik setelah data dari Administrasi Informasi Energi menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun 7,5 juta barel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters yang penurunan 2,1 juta barel.
"Kami akan melihat pengetatan pasokan dan pasar menandakan bahwa kami akan membutuhkan lebih banyak minyak segera, mungkin pada bulan Agustus," kata Phil Flynn, Analis di Price Futures Group.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, telah memangkas produksi sejak Mei sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd), atau 10 persen dari pasokan global. Ini setelah virus corona menghancurkan sepertiga dari permintaan global.
Setelah Juli, pemangkasan produksi minyak akan meruncing menjadi 7,7 juta barel per hari hingga Desember dan diperkirakan akan mempengaruhi harga minyak.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pergerakan Harga Minyak
Patokan global Brent telah pulih menjadi sekitar USD 43 per barel dari level terendah dalam 21 tahun terakhir di bawah USD 16 pada April lalu.
Rebound harga minyak telah memungkinkan beberapa produsen minyak AS untuk melanjutkan produksi yang ditangguhkan. Ini sebuah langkah yang akan membebani keputusan OPEC pada hari Rabu.
Harga minyak didukung oleh data awal yang menjanjikan vaksin corona yang potensial, tetapi kebangkitan virus corona di Amerika Serikat dan negara-negara lain masih membuat para pedagang cemas.
"Meskipun permintaan minyak mentah telah melonjak dalam beberapa pekan terakhir, meningkatnya kasus virus corona di Amerika Serikat bersama dengan beberapa kota di negara-negara besar lainnya yang menerapkan kembali lockdown memiliki potensi untuk menekan permintaan minyak," ungkap Lukman Otunuga, Analis Riset Senior di FXTM.
Advertisement