Sebelum Kuliah, Miliarder Bos Facebook Diberi Pilihan ke Harvard atau Kelola McDonald's

Saat Mark Zuckerberg memulai kuliahnya pada 2002 di Harvard, tak ada yang menyangka dia akan menjadi seorang miliarder besar.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 16 Jul 2020, 21:00 WIB
Mark Zuckerberg, Founder sekaligus CEO Facebook, banyak disalahkan sebagian pihak karena membiarkan penggunanya membagikan tautan berita hoax di Facebook. (Doc: Wired)

Liputan6.com, Jakarta Miliarder atau orang terkaya dunia Mark Zuckerberg mendirikan Facebook saat masih tinggal di asrama Harvard University.

Namun sebelum ia mendaftar kuliah, ayah Zuckerberg, Edward Zuckerberg menawarkan anaknya sebuah pilihan lain yaitu menjadi pemilik waralaba McDonald's.

"Ayah saya, lucunya, tepat sebelum kami pergi ke kampus, ia menawarkan kami pilihan untuk tetap kuliah atau berinvestasi di sebuah waralaba dan menjalankannya," ungkap saudara perempuan Mark, Randi Zuckerberg, seperti dilansir dari CNBC, Kamis (16/7/2020).

Tentu saja, saat itu Mark memilih Harvard, lantas keluar di tengah jalan. Dan orangtua Mark sepertinya bisa memaklumi pilihan Mark kala itu.

"Orangtua saya seperti baiklah, kalian mungkin seharusnya memilih waralaba McDonald's jika ingin sebuah bisnis, tapi tak apa kalau itu (Facebook) bisa jadi pilihan yang baik," kenang Randi.

Saat Mark memulai kuliahnya pada 2002, tak ada yang menyangka bahwa waktunya di Harvard mengantarkan dirinya menjadi seorang miliarder besar.

Faktanya, jika saat itu Mark memilih mengelola McDonald's sekalipun, ia tetap akan tetap menikmati hidup enak di atas standar kebanyakan orang.

Lihat saja, berdasarkan laporan dari CNBC and Franchise Business Review pada 2016, rata-rata keuntungan waralaba makanan dan minuman berada di angka USD 90.388 per tahuan. Jadi tak aneh jika para pemilik McDonald's bisa meraup untuk hingga enam digit.

Tentu saja, Mark menikmati nilai kekayaan yang lebih besar saat ini dengan total harta sebesar USD 66,6 miliar menurut Bloomberg's Billionaire Index. Artinya, dia mencetak uang senilai rata-rata USD 4,7 miliar per tahun sejak dia keluar dari Harvard ada 2004. Dia pun masuk daftar miliarder atau orang terkaya sejagat.

 

Saksikan video di bawah ini:


Gaungkan Kesetaraan Ras, Miliarder George Soros Rela Kucurkan Rp 3,1 Triliun

Miliarder sekaligus filantropis berpengaruh dunia, George Soros dalam agenda World Economic Forum 2019 (AFP/Fabrice Coffrini)

Miliarder filantropis George Soros melalui Open Society Foundations berjanji untuk menyisihkan dana USD 220 juta (Rp 3,12 triliun) kepada organisasi dan para pemimpin yang bekerja untuk memperbaiki kondisi masyarakat kulit hitam.

Sikap tersebut semakin memperkukuh dirinya sebagai pendukung utama kesetaraan ras, sekaligus musuh utama orang-orang sayap kanan yang mengutuk dukungan kepada yang mereka sebut "teroris".

Wakil Ketua Open Society Foundations yang juga seorang anak George Soros, Alex Soros, menyatakan, sekarang adalah waktu yang penting dan mendesak untuk mengatasi ketidakadilan rasial di Amerika.

"Investasi ini akan memberdayakan para pemimpin yang telah terbukti di komunitas orang kulit hitam untuk kembali menata kebijakan, mengakhiri penahanan massal, dan menyingkirkan sekat yang telah menjadi sumber ketidakadilan sejak lama," serunya seperti dikutip Forbes, Rabu (15/7/2020).

George Soros sendiri dikenal sebagai seorang miliarder yang rela menyisihkan kekayaan untuk menopang protes terhadap ketidaksetaraan ras. 

Foundation miliknya telah memberikan USD 50 juta(Rp 710 miliar) untuk membantu kampanye ACLU dalam mengurangi penahanan massal.

Tahun lalu, foundation tersebut juga berinvestasi USD 25 juta dalam hibah tahunan kepada organisasi yang dijalankan orang-orang multiras, serta USD 15 juta untuk firma hukum NAACP Legal Defense and Educational Fund.

Sejak lama, Soros memang gemar menggunakan kekayaannya yang mencapai USD 8,3 miliar (Rp 1.171 triliun) untuk mengatasi ketidaksetaraan sistemik yang dialami kelompok orang berbeda warna kulit. Salah satunya lewat peluncuran Open Society Foundations pada 2003 silam.

Namun dukungan tersebut telah menjadikan Soros dicap sebagai subjek berbagai teori konspirasi tak berdasar. Termasuk tuduhan bahwa ia telah membayar orang-orang yang menentang ketidakadilan ras.

Miliarder ini juga digambarkan oleh kaum kanan sebagai globalist, istilah yang kerap diartikan sebagai penentang agama semit (Islam, Kristen, Yahudi). Dia juga dikatakan sebagai dalang teori konspirasi global yang tidak jelas.

Pada Januari 2020, Soros mengeluarkan USD 1 miliar (Rp 14,2 triliun) untuk mendanai jaringan universitas baru guna mengatasi penyebaran faham nasionalisme.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya