2 Terdakwa Penyerang Novel Baswedan Ikuti Sidang Putusan Secara Daring

Bila hakim memvonis dengan fakta yang bengkok, menurut Novel Baswedan malah menjadi legitimasi untuk menutupi kajian sebenarnya dan pelaku lainnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2020, 14:33 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan usai memneuhi panggilan penyidik Komisi Kejaksaan di Jakarta, Kamis (2/7/2020). Novel Baswedan memberikan keterangan terkait aduan masyarakat terhadap penuntut kasus penyerangan air keras pada 2017. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dua orang terdakwa penyerang Novel Baswedan tidak akan hadir pada sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini. 

"Dua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis tidak akan hadir di sidang, mereka akan mengikuti sidang lewat fasilitas teleconference," kata Humas PN Jakarta Utara Djumyanto di Jakarta, Kamis (16/7/2020) dilansir Antara.

Sehingga pihak yang hadir di pengadilan adalah majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dan para penasihat hukum.

Sebelumnya diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menuntut dua orang terdakwa penyerang Novel, yaitu Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dengan vonis 1 tahun penjara.

Kedua terdakwa dinilai tidak sengaja menyiramkan cairan asam sulfat ke mata Novel Baswedan karena awalnya tidak bertujuan mengenai mata dari penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

Keduanya dituntut berdasarkan dakwaan subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Novel Tidak Berharap Apa pun Terkait Vonis

Sementara itu, Novel Baswedan sendiri mengaku tidak berharap apa pun terkait vonis tersebut.

"Saya tidak taruh harapan apa pun sekalipun dihukum berat apalagi dihukum ringan, karena peradilan ini sudah didesain untuk gagal, seperti peradilan sandiwara," katanya. 

Menurut Novel, persidangan tersebut memiliki banyak kejanggalan sehingga putusannya juga tidak akan sesuai fakta yang sebenarnya.

"Kalau seandainya putusan berat tapi pelakunya bukan dia bagaimana? Belum lagi fakta sidang yang menjadi basis putusan, sulit bagi hakim merangkai sendiri fakta yang jauh berbeda dengan jaksa. Apakah baik putusan berat terhadap fakta yang bengkok?" tambah Novel.

Bila hakim memvonis dengan fakta yang bengkok, menurut Novel malah menjadi legitimasi untuk menutupi kajian sebenarnya dan pelaku lainnya.

"Pada dasarnya menghukum orang harus dengan fakta objektif berbasis alat bukti. Tidak boleh menghukum orang yang tidak berbuat, sekalipun yang bersangkutan menghendaki tapi tidak didukung bukti yang memadai. Jangan dipaksakan dengan mengondisikan fakta atau mengada-adakan bukti," ungkap Novel.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya