Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, melaporkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Adapun laporan tersebut berupa Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, LKPP Tahun 2019 kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020, di Kompleks Parlemen DPR RI, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Advertisement
Opini WTP ini merupakan Opini WTP yang keempat kalinya secara berturut-turut diperoleh Pemerintah atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Opini WTP atas LKPP Tahun 2019 semakin memberikan keyakinan kepada seluruh masyarakat bahwa APBN dikelola secara efisien, transparan dan akuntabel, sehingga diharapkan akan memberikan hasil berupa peningkatan kesejahteraan rakyat, penurunan tingkat kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Selain itu, capaian tersebut juga merupakan perwujudan nyata dari komitmen Pemerintah untuk senantiasa melakukan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabel," jelas Sri Mulyani.
Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pemerintah Pusat menyusun dan menyajikan LKPP berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.
LKPP Tahun 2019 terdiri dari tujuh komponen laporan yang terdiri atas: Laporan Realisasi APBN, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang disertai dengan Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara dan Badan Lainnya.
Sri Mulyani menambahkan, 6 perekonomian Indonesia yang dilaporkan dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN TA 2019, menunjukkan beberapa capaian yang cukup baik di tengah ketidakpastian global karena dinamika perang dagang dan geopolitik, penurunan harga komoditi, serta perlambatan ekonomi yang terjadi pada beberapa negara di dunia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertumbuhan Ekonomi 2019
Di mana perekonomian Indonesia tahun 2019 mampu tumbuh 5,02 persen, atau sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 5,17 persen. Berdasarkan data Asian Development Outlook pada bulan April 2020, pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 relatif lebih baik dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara yang berada pada angka 4,40 persen.
"Sinergi yang kuat antara institusi moneter dan fiskal telah dapat meminimalisasi dampak risiko global terhadap perekonomian nasional, sehingga stabilitas ekonomi makro di dalam negeri tetap terjaga dalam rangka mempertahankan momentum pertumbuhan dan pembangunan nasional di tahun 2019," sebut dia.
Dengan kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2019, angka Produk Domestik Bruto tahun 2019 mencapai Rp15.833,9 triliun, meningkat dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp14.838,3 triliun. Adapun pertumbuhan ekonomi tahun 2019 turut ditopang oleh stabilitas ekonomi makro yang terjaga.
Kondisi tersebut tercermin dengan tingkat inflasi tahun 2019 sebesar 2,72 persen, atau di bawah target inflasi yang telah ditetapkan dalam APBN TA 2019, yaitu 3,50 persen. Capaian tingkat inflasi tahun 2019 yang berada di bawah 3 persen merupakan yang terendah dalam kurun waktu 20 tahun.
Hal tersebut tidak lepas dari penguatan sinergi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta Bank Indonesia melalui Tim Pengendalian Inflasi Nasional yang berfokus pada Konsep 4K, yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif untuk menciptakan ekspektasi inflasi yang positif.
Sri Mulyani melanjutkan, selama tahun 2019, Pemerintah dihadapkan pada berbagai tantangan untuk terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Pada sektor keuangan, bauran kebijakan moneter dan fiskal merupakan hal yang krusial.
Advertisement
Nilai Tukar Rupiah
Hasil dari implementasi bauran kebijakan tersebut adalah rata-rata nilai tukar Rupiah tahun 2019 pada kisaran Rp14.146/USD, yang cenderung menguat jika dibandingkan dengan posisi rata-rata nilai tukar Rupiah tahun 2018 sebesar Rp14.247/USD.
Capaian apresiasi nilai tukar Rupiah tersebut juga selaras dengan terjaganya cadangan devisa nasional pada akhir tahun 2019 sebesar 129,18 miliar USD, lebih baik dibandingkan cadangan devisa nasional pada akhir tahun 2018 sebesar 120,65 miliar USD. Nilai cadangan devisa pada akhir tahun 2019 tersebut ekuivalen dengan pembiayaan 7,6 bulan impor yang berada di atas standar kecukupan internasional yaitu sekitar 3 bulan impor.
Di tengah kondisi pelemahan global yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, Neraca Pembayaran tahun 2019 tercatat mengalami surplus sebesar 4,68 miliar USD, meningkat signifikan dari neraca pembayaran tahun 2018 yang mengalami defisit sebesar 7,13 miliar USD. Capaian tersebut merupakan hasil implementasi kebijakan Pemerintah di bidang perdagangan berupa pengendalian impor.
"Kinerja Neraca Pembayaran sepanjang tahun 2019 tersebut merupakan sinyal positif bahwa negara kita memiliki ketahanan sektor eksternal yang tetap kuat di tengah kondisi perekonomian dunia yang kurang kondusif," tandas dia.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com