Terlalu Penuh, Rumah Sakit di Afrika Selatan Tolak Pasien Corona COVID-19

Afrika Selatan telah mengukuhkan lebih dari 300 ribu kasus Virus Corona COVID-19, dan lebih dari 4.400 kematian akibat virus tersebut. Rumah sakit kelebihan kapasitas pasien.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jul 2020, 09:04 WIB
Tiga orang anak rambutnya ditata dengan model yang terinsprasi dari corona Covid-19 oleh Mama Brayo Beauty Salon di daerah kumuh Kibera, Kenya, 3 Mei 2020. Corona telah menghidupkan kembali gaya rambut di Afrika Timur yang memiliki lonjakan kepang bentuk khas virus. (AP/Brian Inganga, File)

Liputan6.com, Cape Town - Beberapa rumah sakit di Afrika Selatan menolak ratusan orang yang terinfeksi Virus Corona karena kurangnya staf dan peralatan medis.

Dr. Tobisa Fodo mengatakan, unit perawatan intensif di sebuah rumah sakit di Port Elizabeth hanya dapat menerima seperempat dari mereka yang ingin berobat, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Jumat (17/7/2020).

Ia mengatakan; Memilukan sekali karena Anda dan tim Anda terpaksa harus mengatakan ‘tidak’ kepada ibu, nenek, ayah, atau paman seseorang. Banyak orang kini sekarat di Afrika Selatan tanpa mendapatkan perawatan medis.

Afrika Selatan telah mengukuhkan lebih dari 300 ribu kasus Virus Corona COVID-19, dan lebih dari 4.400 kematian akibat virus tersebut.

Afrika Selatan ambil bagian dalam uji pertama pada manusia di Afrika yang bertujuan menghasilkan vaksin potensial terhadap Virus Corona COVID-19, yang terus merebak di negara itu.

Oxford University, bersama dengan University of the Witwatersrand di Afrika Selatan, Rabu (24/6) mengumumkan, ribuan sukarelawan berusia antara 18 dan 65 tahun yang menjalani vaksinasi akan dipantau selama 12 bulan untuk mengetahui seberapa ampuh vaksin itu memberi perlindungan terhadap COVID-19.

Afrika Selatan adalah negara kedua di luar Inggris yang ambil bagian dalam uji coba oleh Oxford setelah Brazil meluncurkan penelitiannya Rabu 24 Juni.

 

Simak video pilihan berikut:


Pelonggaran Secara Bertahap

Sejumlah polisi membujuk seorang warga untuk pulang ke rumah di Johannesburg, Afrika Selatan, Senin (30/3/2020). Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menetapkan karantina wilayah atau lockdown nasional selama 21 hari untuk mencegah penularan virus corona COVID-19. (Xinhua/Yeshiel Panchia)

Para ilmuwan Oxford University, yang mengembangkan vaksin yang dikenal sebagai AZD1222 itu, bekerja sama dengan perusahaan farmasi AstraZeneca dalam pembuatan dan produksi vaksinnya.

Shabir Madhi, profesor vaksinologi di Wits University, mengatakan, ini kemungkinan besar merupakan yang pertama dari sedikitnya tiga atau empat penelitian vaksin COVID-19 lainnya yang akan dilakukan di Afrika Selatan dalam periode enam bulan mendatang.

Afrika Selatan, yang secara bertahap melonggarkan pembatasan lockdown karena Virus Corona, memiliki tingkat penularan tertinggi di Afrika. Negara itu mencatat lebih dari 100 ribu kasus dan lebih dari 2.000 kematian.

Sementara itu Kementerian Kesehatan Brasil, Rabu 25 Juni menyatakan, jumlah kasus dan kematian karena Virus Corona di negara itu melonjak, dengan total mendekati 1,2 juta kasus dan lebih dari 53.800 kematian sejak pandemi terjadi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya