Liputan6.com, Jakarta - Angka inflasi terus berada di dalam koridor yang ditargetkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) di tengah pandemi Coron ini. Pada bulan Mei 2020 inflasi terjaga di angka 0,07 persen dan 0,8 persen di bulan Juni 2020.
Kepala Kajian Iklim Usaha, LPEM UI Salemba, Revindo, mengatakan rendahnya inflasi ini bisa diartikan dalam dua makna. Pemerintah bisa mengendalikan harga bahan pokok dan daya beli masyarakat yang sangat rendah akibat kegiatan ekonomi sejak bulan April terus melambat.
Advertisement
"Angka inflasi rendah ini pemerintah bisa mengendalikan harga bahan pokok tapi daya beli juga sangat rendah," kata Revindo dalam Talk Show Corona bertajuk 'Prospek dan Tantangan Investasi di Era Adaptasi', di Graha BNPB, Jakarta Timur, Jumat (17/7).
Revi sapaannya, mengatakan daya beli masyarakat rendah karena cadangan keuangan sudah terkuras selama pandemi berlangsung. Selain itu pemberhentian hubungan kerja (PHK) juga berperan mengakibatkan perputaran uang terhambat. Transaksi mobilitas orang juga terhambat karena adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Lantas, kata Revi untuk mengembalikan kondisi seperti semula harus ada dana baru yang masuk. Baik dari luar negeri, perusahaan maupun rumah tangga.
Dia menyarankan bagi rumah tangga yang masih punya uang untuk segera dibelanjakan alat-alat produksi. Agar dana baru yang masuk itu bisa kembali menggerakkan perputaran ekonomi.
"Adanya uang baru yang berputar di perekonomian, barulah ekonomi bisa pulih," kata dia.
Dia menambahkan investasi bermakna dana yang ada dimiliki sekarang bisa bertambah nilai di masa depan. Caranya dengan membeli aset, membeli alat produksi, mesin, dan inventori.
Selain itu investasi juga bisa disalurkan lewat hal-hal yang meningkatkan kegiatan usaha di masa depan. Sehingga istilah investasi tidak harus identik dengan perusahaan besar dan internasional. Tetapi bisa juga domestik, UKM dan rumah tangga.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Dampak Covid-19, Inflasi Semester I Turun Drastis jadi 1,09 Persen
Inflasi Semester I-2020 mengalami penurunan secara kumulatif mencapai 1,09 persen (ytd), lebih rendah dari pola historis 3 tahun yaitu 2,11 persen (ytd).
Hal ini antara lain dipengaruhi oleh lemahnya permintaan saat diterapkannya kebijakan PSBB. Inflasi s.d. Adapun inflasi Juni mencapai 1,96 persen (yoy).
“Salah satu kegiatan yang paling terlihat mengalami perubahan adalah inflasi Ramadhan dan Idul Fitri sangat rendah sebagai dampak dari PSBB. Hal ini berbeda dengan pola historis tahun-tahun sebelumnya yang biasanya tinggi,” jelas Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Rahayu Puspasari dalam keterangan resmi, Jumat (10/7/2020).
Selain itu, dampak pandemi Covid-19 terhadap pertumbuhan domestik mulai terlihat pada triwulan I-2020. Pada periode ini, konsumsi masyarakat turun terutama untuk sektor transportasi, restoran dan hotel. Hal ini diikuti dengan turunnya investasi terutama untuk jenis mesin, dan produk kekayaan intelektual.
“Di sisi lain, perdagangan tumbuh internasional positif, didorong oleh pertumbuhan ekspor nonmigas serta penurunan impor seiring pelemahan permintaan domestik. Pada Triwulan II, tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berlanjut dan semakin dalam, terutama dengan adanya pembatasan sosial di tingkat daerah yang masif untuk mengendalikan penyebaran Covid-19,” kata Puspa.
Advertisement