Menelisik Dugaan Korupsi Pengelolaan Keuangan Sekretariat DPRD Sulsel

Polda Sulsel menurunkan tim melakukan puldata terkait adanya aroma korupsi pada pengelolaan keuangan Sekretariat DPRD Sulsel tahun anggaran 2019.

oleh Eka Hakim diperbarui 21 Jul 2020, 15:00 WIB
Direktur Reskrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Augustinus Berlianto mengatakan pihaknya sementara melakukan pulbaket terkait dugaan korupsi pengelolaan keuangan Sekretariat DPRD Sulsel tahun 2019 (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar Tim Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel menelisik adanya dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (DPRD Sulsel).

"Kita masih tangani. Tim sedang pulbaket di lapangan. Itu penting," singkat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Kombes Pol Augustinus Berlianto via telepon, Senin (20/7/2020).

M Jabir, Sekretaris DPRD Sulsel ditemui di ruangan kerjanya mengatakan pihaknya enggan mengomentari hal tersebut lebih jauh.

"Pada intinya itu tidak ada masalah. Adapun kalau proses hukum berjalan tentunya kami persilahkan dan kami akan bersikap proaktif," singkat Jabir.

Anggota DPRD Sulsel, Selle KS Dalle mengaku mengapresiasi adanya lembaga masyarakat yang melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintahan seperti dalam hal pengawasan pengelolaan keuangan pada Sekretariat DPRD Sulsel.

"Tapi sebaiknya data yang dijelaskan juga harus jelas dari mana sumbernya dan tidak terkesan mengada-ada," kata Selle via telepon.

Mengenai proses hukum yang tengah berjalan, kata dia, pihaknya akan senantiasa siap jika sewaktu-waktu aparat penegak hukum memerlukan keterangan pihaknya.

"Kami (DPRD Sulsel) akan bersikap proaktif soal itu jika sewaktu-waktu pihak kepolisian membutuhkan keterangan. Tentunya kami memiliki data lengkap soal itu," terang Selle.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Temuan PUKAT Universitas Patria Artha

Sebelumnya, Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Patria Artha membeberkan sejumlah kejanggalan pada pengelolaan keuangan di Sekretariat DPRD Sulsel tersebut.

Salah satunya menurut PUKAT yakni adanya dugaan ketekoran kas pada dana operasional Sekretariat DPRD Sulsel senilai Rp23,1 miliar dan dana operasional Setwan sebesar Rp21,8 miliar.

"Dugaan kerugian negara itu terjadi pada tahun anggaran 2019 dan seharusnya bisa menggagalkan Pemprov Sulsel meraih status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2019 itu ," kata Peneliti Senior PUKAT Universitas Patria Artha, Bastian Lubis.

Ketekoran kas, kata dia, tentunya sudah dapat diklasifikasikan sebagai kerugian negara sebagaimana merujuk pada pasal 1 ayat 15 UU No. 1 tahun 2006.

"Karena dananya atau uangnya sudah tidak jelas untuk apa dan tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga sudah harus dilaporkan ke penegak hukum karena ada unsur pidananya," jelas Bastian.

Menurutnya, ketekoran kas sudah merupakan indikasi kerugian negara atau daerah yang seyogyanya dananya harus segera dikembalikan.

"Jangan sampai hanya mengorbankan Bendahara saja sehingga peristiwa tahun 2007 terulang kembali dengan cara memasukkan dalam piutang lain-lain padahal ini sudah terang-terangan uangnya dicuri," terang Bastian.

Ia mengatakan dengan adanya temuan tersebut, tentunya peraihan status WTP oleh Pemprov Sulsel pada tahun 2019 dari BPK patut dipertanyakan.

Tak hanya dugaan ketekoran kas, lanjut Bastian, dalam temuan lembaganya juga menemukan adanya kelebihan realisasi belanja operasional dewan, tunjangan komunikasi dan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Sulsel sebesar Rp467,3 juta.

"Ini harus dikembalikan ke kas daerah karena anggarannya tidak tersedia pada pagu anggaran dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Sekretaris Dewan (DPPA Setwan)," ujar Bastian.

Ia mengatakan peristiwa yang terjadi tersebut, sama persis dengan temuan BPK beberapa tahun lalu, tetapi rekomendasinya hanya bersifat administrasi.

"Padahal diduga telah terjadi indikasi kerugian negara,” terang Bastian.

Begitu juga, lanjut dia, terkait dengan kegiatan reses. Dimana kata Bastian, ada kelebihan pembayaran. Belum lagi dugaan mark up belanja barang dan jasa, perjalanan dinas dan sosialisasi peraturan hingga menelan anggaran sebesar Rp23,1 miliar.

"Kami juga menduga pelaksanaan kegiatan penyebarluasan Perda tidak sesuai dengan anggaran berbasis kinerja dalam DPA OPD sebesar Rp63 miliar. Kalau ditelusuri lagi lebih jauh, diduga banyak SPJ perjalanan dinas yang fiktif dan seharusnya itu dikembalikan ke kas daerah," ungkap Bastian.

Menurutnya, ia baru membeberkan temuan seputar pengelolaan keuangan di Sekretariat DPRD Sulsel, belum masuk pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya di Sulsel diantaranya pada Dinas Pendidikan (Disdik) dan OPD lainnya.

"Jadi opini WTP tidak layak diberikan untuk Pemprov Sulsel pada laporan keuangan tahun anggaran 2019. Tapi tergantung Kepala Daerahnya kalau memang mau jujur, transparan. Pasti tidak memberi ruang untuk negosiasi dan tidak WTP. Paling opininya tidak memberikan pendapat (TMP) sudah cukup," kata Bastian.

Ia menegaskan akan melapor kasus ini ke KPK karena menjadi temuan BPK secara terulang, tetapi terus dibiarkan.

"Potensi kerugian negara sangat nyata dan pasti, seharusnya segera dikembalikan ke kas daerah,” Bastian menandaskan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya