Liputan6.com, Jakarta - Upaya penertiban pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, masih dalam pembahasan instansi terkait. Masing-masing pihak masih mencari solusi untuk penampungan para PKL di luar area pasar, yang saat ini masih bias.
Sementara pedagang dalam pasar bersikukuh untuk sama-sama dilakukan penertiban terhadap PKL di luar pasar Bantargebang. Tak hanya karena menghambat pendapatan pedagang dalam pasar, keberadaan para PKL di luar juga dinilai menambah semrawut dan macet pasar.
Advertisement
"Ya kalau di kemacetan untuk PKL ya benar-benar rawan, terlalu parah," kata pengurus bongkar muat kebutuhan pedagang Pasar Bantargebang, Sunaryo kepada Liputan6.com, Senin (20/7/2020).
Menurut dia, terpal dan meja dagangan para PKL tersebut, memakan hampir sebagian bahu jalan yang otomatis menambah sempit jalan. Ditambah dengan lalu lalang pembeli dan kendaraan yang melintas, membuat kemacetan semakin tak terelakkan.
Kemacetan kerap terjadi di jam-jam sibuk warga setiap harinya. Diantaranya pagi pukul 07.00-11.00 WIB dan sore pukul 15.00-20.00 WIB.
"Udah gitu banyak kendaraan roda dua yang melawan arus, padahal jalan itu verboden, nambah lagi macetnya," ujar Sunaryo.
Mulyadi, seorang pedagang sembako meminta penataan dilakukan merata terhadap seluruh pedagang. Ia ingin para pedagang di luar dialokasikan bersama pedagang di dalam pasar, untuk menghindari ketimpangan pendapatan.
"Itu yang di depan ditertibkan lah, biar sama-sama masuk ke dalam pasar. Jadi jalanan itu kelihatannya rapi," ujarnya.
Ia menyebutkan, di bagian basement masih tersedia tempat untuk menampung para PKL di luar pasar Bantargebang, sehingga tidak ada alasan untuk tidak menertibkan.
"Tempat penampungan di basement banyak kosong. Karena orang-orang di luar itu juga banyak jatah di dalam, pada punya tempat semua itu," ucap Mulyadi.
Kata Camat Bantargebang
Camat Bantargebang, Asep Gunawan selaku pihak yang berwenang mengatakan dalam hal ini pihaknya hanya sekadar membantu penataan para PKL di luar area Pasar Bantargebang. "Karena yang punya pedagang itu bukan camat, tapi kita membantu Dinas Indag untuk menata pedagang," katanya.
Menurutnya, masalah penertiban PKL harus disikapi secara manusiawi dan perlu toleransi agar para pedagang bisa kembali mencari nafkah. "Penertiban ini konteksnya bukan kita main usir pedagang. Tapi lebih kepada penataan pedagang supaya berjualannya rapi, tertata dengan baik, dan masyarakat tidak terganggu," ujarnya.
Karena itu, Asep merasa perlu pembahasan serinci mungkin untuk lokasi penampungan para PKL luar pasar nantinya, yang harus melibatkan forum Muspika.
"Jangan kita menertibkan pedagang, tapi tidak ada tempatnya. Nah kita cari solusinya. Nah yang punya pedagang itu adalah Dinas Indag, ada tempat gak nih di dalam untuk menampung pedagang di luar," paparnya.
Selain itu, Asep juga ingin penataan para pedagang memperhatikan aspek protokol kesehatan, dimana lokasi antar pedagang diatur sesuai prosedur jarak aman.
"Saya ingin pedagang menerapkan protokol kesehatan, minimal pakai masker dan jaga jarak. Karena saya tidak mau seperti di pasar Cileungsi, yang kena (Covid-19) sudah berapa. Yang rugi pedagang sendiri, pasar ditutup, kan jadi repot," tandasnya.
Advertisement