Liputan6.com, Jakarta Keinginan manusia untuk mengetahui dan memahami sesuatu adalah kekuatan pendorong di belakang perkembangan sebagai individu dan bahkan kesuksesan sebagai manusia. Tapi keingintahuan juga ternyata bisa berbahaya, jadi mengapa dorongan ingin tahu ini begitu sering muncul?
Dengan kata lain, mengapa manusia bisa begitu penasaran? Dan mengingat sulitnya rasa penasaran, apakah para ilmuwan bahkan memiliki definisi untuk dorongan bawaan ini?
Advertisement
Keingintahuan memang begitu mendarah daging, itu menyebabkan kita ingin selalu belajar seperti bayi dan bertahan hidup layaknya orang dewasa. Para peneliti dari berbagai disiplin ilmu tertarik pada rasa ingin tahu manusia, jadi tidak heran jika tidak ada definisi yang mampu diterima.
William James, salah satu psikolog modern pertama, menyebutnya sebagai "dorongan menuju kesadaran yang lebih baik." Psikolog Rusia Ivan Pavlov menulis, hal itu merupakan tentang rangsangan melalui refleks yang menyebabkan mereka fokus secara spontan pada sesuatu yang baru yang masuk ke kehidupan mereka.
Sementara, menurut Katherine Twomey, dosen dalam pengembangan bahasa dan komunikasi di University of Manchester di Inggris, "persetujuan umum adalah beberapa cara pengumpulan informasi." Psikolog juga setuju bahwa keingintahuan bukan tentang memuaskan kebutuhan pokok, seperti lapar atau haus; melainkan, pada dasarnya termotivasi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Membuka Jalan di Dunia
Keingintahuan meliputi sebagian besar perilaku manusia, mungkin tidak ada yang namanya "gen keingintahuan" yang membuat manusia bertanya-tanya tentang dunia dan menjelajahi lingkungan mereka. Konon, keingintahuan memang memiliki komponen genetik.
Gen dan lingkungan berperan banyak dalam cara kompleks untuk membentuk individu dan membimbing perilaku mereka, termasuk keingintahuan mereka. Menurut penelitian pada 2007 yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of Royal Society B, Biological Science, para peneliti memang mengidentifikasi perubahan pada jenis gen tertentu yang sangat tertarik untuk mengeksplorasi lingkungan mereka.
Pada manusia, mutasi pada gen yang dikenal sebagai DRD4 ini telah dikaitkan dengan kecenderungan seseorang untuk mencari hal baru. Terlepas dari susunan genetis mereka, bayi memang harus mempelajari sejumlah besar informasi dalam waktu singkat, dan rasa ingin tahu adalah salah satu alat yang ditemukan manusia untuk menyelesaikan tugas segala persoalan.
"Jika bayi tidak ingin tahu, mereka tidak akan pernah belajar apa pun dan perkembangan tidak akan terjadi," kata Twomey, seperti dikutip dari Live Science, Selasa (21/7/2020).
Ratusan penelitian menunjukkan bahwa bayi lebih menyukai hal-hal baru. Dalam sebuah studi klasik tahun 1964, seorang psikolog menunjukkan bahwa bayi berusia antara 2 bulan sampai 6 bulan semakin tidak tertarik pada pola visual yang rumit makan semakin ingin mereka melihatnya.
Sebuah studi pada 1983 dalam jurnal Developmental Psychology mengatakan, bayi yang sedikit lebih tua (usia 8 bulan dan 12 bulan) menunjukkan begitu terbiasa dengan suatu mainan maka mereka akan lebih tertarik dengan mainan yang baru. Selera akan sesautu yang baru ini memiliki nama: keingintahuan perseptual.
Itulah yang memotivasi hewan, bayi manusia, dan mungkin orang dewasa untuk mengeksplorasi dan mencari hal-hal baru sebelum menjadi kurang tertarik pada paparan yang terus menerus.
Advertisement
Lebih Tertarik dengan Hal Baru
Seperti yang ditunjukkan penelitian ini, bayi melakukan hal setiap saat dan mengoceh adalah salah satu contohnya. "Eksplorasi yang mereka lakukan adalah mengoceh secara sistematis," kata Twomey.
Ketika sebagian besar bayi yang baru berusia beberapa bulan, mereka mulai membuat bunyi vokal yang berulang ketika mereka belajar cara berbicara.
Mengoceh menunjukkan kegunaan dari keingintahuan perseptual. Ini dimulai sebagai eksplorasi acak dari apa yang dapat dilakukan anatomi vokal mereka. Akhirnya "mereka akan menemukan sesuatu dan berpikir 'Itu seperti sesuatu yang akan dilakukan ibu atau ayah saya,'" katanya. Dan kemudian mereka melakukannya lagi dan lagi.
Tapi itu bukan hanya bayi. Gagak terkenal karena menggunakan keingintahuan perseptual sebagai sarana belajar. Misalnya, dorongan untuk menjelajahi lingkungan mereka mungkin membantu gagak belajar membuat alat-alat sederhana yang mereka gunakan untuk menangkap larva dari celah yang sulit dijangkau.
Selain itu, percobaan dengan robot yang diprogram untuk menjadi penasaran telah menunjukkan bahwa eksplorasi adalah cara yang ampuh untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
Membuat Dunia Bekerja untuk Kita
Keingintahuan adalah khas manusia. Psikolog menyebutnya keingintahuan epistemik, dan ini tentang mencari pengetahuan dan menghilangkan ketidakpastian. Keingintahuan epistemik muncul di kemudian hari dan mungkin membutuhkan bahasa yang rumit, kata Twomey.
Bagi Augustín Fuentes, seorang profesor antropologi di Universitas Princeton, bentuk keingintahuan ini telah membuat manusia dan kemungkinan semua genus Homo yang membuka jalan bagi kita untuk mengisi hampir setiap sudut dunia, menciptakan teknologi, dari kapak tangan ke ponsel pintar. "Manusia, dalam garis keturunan yang berbeda,dapat melampaui sesuatu dari sekadar mengubah sifat menjadi membayangkan lalu menemukan seluruh kemungkinan baru yang muncul dari keingintahuan semacam itu," kata Fuentes.
Tapi rasa ingin tahu juga memiliki konsekuensi. Hanya karena manusia dapat membayangkan sesuatu tidak berarti itu akan berhasil, setidaknya tidak pada awalnya.
Dalam beberapa situasi, taruhan rendah dan kegagalan adalah bagian yang wajar dari suatu pertumbuhan. Sebagai contoh, menurut Twomey banyak bayi menjadi penjelajah yang sangat mahir, tetapi mereka memutuskan untuk mencoba berjalan karena ada lebih banyak hal yang bisa dilihat dan dilakukan ketika mereka berdiri tegak.
Tapi sebuah penelitian terhadap anak-anak berusia 12 hingga 19 bulan yang sedang belajar cara berjalan mencatat bahwa anak-anak ini terjatuh sekitar tujuh belas kali per jam. Tetapi berjalan lebih cepat daripada merangkak, jadi ini "memotivasi bayi yang merangkak untuk segera berjalan," tulis para peneliti dalam studi 2012, yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Science.
Advertisement
Bisa Sebabkan Kepunahan
"Keingintahuan mungkin menyebabkan sebagian besar populasi manusia punah," kata Fuentes.
Sebagai contoh, orang Inuit di wilayah Kutub Utara Greenland, Kanada dan Alaska, dan orang-orang Samaria dari wilayah utara Eropa telah "menciptakan mode luar biasa untuk menghadapi tantangan" hidup di iklim utara, tetapi "yang kita lupakan adalah kemungkinan puluhan ribu populasi yang mencoba telah gagal melakukannya.".
Pada akhirnya, rasa ingin tahu adalah tentang bertahan hidup. Tidak semua manusia yang penasaran meneruskan kegemaran mereka dalam mencari tahu pada keturunan mereka, tetapi mereka yang memang membantu menciptakan spesies yang tidak bisa tidak berpikir, "Huh, saya ingin tahu apa yang akan terjadi jika ..."
Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul