Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, menyatakan, pandemi Covid-19 berdampak ke seluruh dunia karena saat ini semua negara, perusahaan, sektor ekonomi, terkoneksi dalam jaringan global.
Di sisi lain, keberadaan pandemi menuntut semua pihak menjaga jarak demi mencegah penyebaran Covid-19, yang mengakibatkan ekonomi menjadi lambat.
Advertisement
Pandemi Covid-19 mengubah segalanya, mulai dari cara bekerja dan mengelola bisnis. Tak hanya sektor swasta, perusahaan BUMN pun terdampak. Karena itu, dalam situasi tak normal dan penuh tantangan akibat Covid-19, semua pihak dituntut untuk menjadi lebih adaptif, juga melakukan berbagai terobosan out of the box agar ekonomi pulih.
Karena itu, langkah pemerintah untuk tidak mengambil kebijakan lock down sudah tepat dengan tujuan menyeleraskan aspek kesehatan dan ekonomi. Sehingga, di kuartal pertama ekonomi Indonesia masih tumbuh 2,9 persen, sementara sejumlah negara lain di periode sama ada yang sudah minus hingga 17 persen.
Dengan kebijakan new normal dibarengi menerapkan protokol kesehatan, Erick berharap ekonomi bisa semakin berputar. Dari keyakinannya, dalam beberapa bulan ke depan, ekonomi akan kembali pulih di kisaran 50 persen dan akan kembali normal 100 persen setelah vaksin ditemukan.
“Ekonomi harus mulai bergerak, dan kita yakini dalam beberapa bulan ke depan, maksimal ekonomi 50 persen akan kembali. Saat ini juga menjadi tantangan, melakukan adaptasi, berusaha mencari, mendapatkan uang tapi cost efisiensi juga dilakukan. Namun, ada banyak pekerjaan baru akibat Covid-19, yaitu digitalisasi, semua dipaksa berubah dalam waktu sesingkat-singkatnya,” ujar Erick, dalam acara Let's Talk From Home di aplikasi Maxstream, dikutip Selasa (21/7/2020).
Erick tak memungkiri, dampak Covid-19 juga terasa ke perusahaan BUMN. Sebelum Covid-19, di periode Februari 2020, ia masih optimis BUMN akan mampu memberi deviden besar ke nagara.
Namun akibat Covid-19 semua berubah dimana mayoritas BUMN terkena dampak, dan dari sisi pertumbuhan terganggu. Ia menyebut, BUMN sektor digital, kesehatan, perkebunan masih bertahan.
“BUMN seperti pengusaha juga. Hanya 10 persen masih bertahan, sisanya berat. Karena itu saya juga tidak malu sampaikan ke DPR bahwa untuk deviden mungkin hanya seperempat. Namun program efisiensi, pengawasan manajemen BUMN terus dilakukan. BUMN juga dirampingkan agar efisien, dari 142 BUMN sekarang tinggal 107, jumlah komisaris juga dikurangi, supaya perusahaan sehat. BUMN kadang perlu melakukan back to basic, fokus di bisnis, expertise, agar bisa leading tanpa melupakan dua hal percepatan digital dan perbaikan sumber daya manusia,” jelas Erick.
Saksikan video di bawah ini:
Ekonomi Kembali Normal
Disinggung soal kritik, Erick menyebut hal itu bagian lumrah dari proses demokrasi dan ia mampu memilah mana kritik yang benar dan memiliki kepentingan.
Dia memastikan, sebagai menteri keberpihakan pada masyarakat luas dan loyal pada Presiden untuk menjalankan kebijakan sesuai blue print dan visi presiden dan dilakukan dengan terukur, karena BUMN harus berkontribusi, salah satunya dalam bentuk deviden.
Erick menegaskan, hitungan pakar ekonomi, ekonomi akan kembali normal di 2022 namun pemerintah melakukan berbagai langkah percepatan agar bisa pulih lebih cepat dibanding negara lain.
Apalagi Indonesia punya dua hal yaitu jumlah penduduk, sumber daya alam, tinggal menjag logistik agar lebih kompetitif dan fokus menerapkan digitalisasi.
Erick menegaskan, sebagaimana arahan Presiden untuk memangkas birokrasi, ia juga membuat agar sistem di dalam lebih efisien dan transparan seperti menerapkan aturan bahwa perekrutan dari luar menjadi lebih besar supaya ada sinergi antara birokrasi dan korporasi sehingga kinerja keuangan semakin baik.
Harapannya, dua tahun ke depan BUMN tidak lagi bergantung pada APBN. Karena itu, ia minta birokrasi BUMN bertindak ekstra ordinary, melakukan langkah prograsif supaya ada dampak nyata ke negara, dan juga masyarakat.
“Kembali berkreasi bekerja hidup normal dengan new normal, melalui protokol Covid-19, jangan gara gara ketakutan, lalu stop berkarya. Justru saat ini perlu inovasi baru, dunia sedang berubah. Indonesia punya market besar, negara lain market kecil tetap hidup. Apalagi keberpihakan pemerintah pada produk dalam negeri itu sudah jadi kebijakan, keberpihakan kepada lokal konten, agar berdikari,” ujar Erick.
Advertisement