Liputan6.com, Jakarta Siapa suka kimchi? Makanan fermentasi yang jadi menu khas Korea Selatan ini cocok dikombinasikan dengan apapun. Tak hanya lezat, sayuran dengan pasta cabai ini ternyata juga diklaim dapat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap COVID-19.
Dalam studi ang diterbitkan oleh jurnal Clinical and Translational Allergy, seorang ahli alergi yang pernah bekerja di WHO, Dr. Jean Bousquet menyebutkan bahwa kimchi telah dikaitkan dengan tingkat kematian yang rendah di Korea Selatan. Hal ini pula yang menjadi perhatiannya untuk meneliti kimchi dengan risiko COVID-19.
Advertisement
"Nutrisi pada kimchi kemungkinan dapat berperan dalam pertahanan kekebalan tubuh terhadap COVID-19 dan dapat menjelaskan beberapa perbedaan kasus yang terlihat di seluruh Eropa," tulis jean dalam studi tersebut, dilansir dari World of Buzz.
Studi ini juga menunjukkan, negara-negara yang menjadikan fermentasi sawi sebagai bagian penting dari makanan mereka, memiliki tingkat kematian yang rendah. Negara-negara ini termasuk Austria, Negara Baltik, Republik Ceko, Finlandia, Norwegia, Polandia, Slovakia dan bahkan Jerman.
Sawi mengandung antioksidan yang tinggi, serta sawi yang difermentasi membantu menurunkan kadar ACE2. ACE2 adalah enzim yang digunakan oleh virus COVID-19 untuk memasuki paru-paru. Jadi, ketika ACE2 berkurang, virus akan kesulitan untuk memasuki paru-paru.
Simak Video Berikut Ini:
Apakah itu artinya kita harus mulai makan sawi secara rutin?
Tidak ada yang salah dengan menambahkan sayuran hijau ke dalam diet harian Anda, tetapi kimchi saja sudah cukup untuk mencegah Anda tertular virus.
Dalam sebuah laporan oleh Arirang News, mereka menyatakan bahwa kimchi telah terbukti memerangi MERS (Middle East respiratory syndrome) dan para peneliti sekarang menggunakan PRObiotik sebagai ganti Antibiotik untuk mengobati COVID-19.
Namun, ada bias tertentu yang perlu kita pertimbangkan sebelum membuat kesimpulan. Menurut laman pusat studi kesehatan, John Hopkins, cara penting untuk mengukur tingkat keparahan COVID-19 adalah tingkat kematian. Perbedaan dalam tingkat kematian tergantung pada karakteristik sistem perawatan kesehatan, metode pelaporan, apakah kematian di luar rumah sakit telah dihitung atau tidak dan faktor-faktor lain, banyak di antaranya masih belum diketahui.
Misalnya, alasan Jerman mencatat jumlah kematian yang lebih rendah mungkin karena metode karantina yang berbeda dan pengujian awal, bukan hanya karena diet sawi saja.
Advertisement