Perubahan Iklim Picu Suhu Bumi Menghangat, Nasib Beruang Kutub Terancam

Bagi banyak orang, hewan yang terlintas dalam pikiran ketika memikirkan makhluk yang terancam karena perubahan iklim: beruang kutub

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jul 2020, 18:35 WIB
Bayi beruang kutub berjalan bersama induknya Nora saat penampilan publik pertamanya di Kebun Binatang Schoenbrunn, Wina, Austria, Kamis (13/2/2020). Anak beruang kutub yang tidak disebutkan namanya tersebut lahir pada 9 November 2019. (AP Photo/Ronald Zak)

Liputan6.com, Kutub Utara - Bagi banyak orang, hewan yang terlintas dalam pikiran ketika memikirkan makhluk yang terancam karena perubahan iklim adalah beruang kutub. Dalam beberapa tahun terakhir, gambar beruang kurus yang sedang mencari makanan dengan susah payah telah menjadi gambaran dari predator tingkat tinggi di Kutub Utara yang terkena efek pemanasan global.

Saat planet Bumi terus menghangat seperti sekarang ini, sebuah penelitian baru merilis peringatan yang mengerikan lainnya: Jika manusia gagal mengurangi emisi gas rumah kaca, maka sebagian besar populasi beruang kutub diperkirakan tersebut akan berjuang untuk bertahan hidup setelah tahun 2100.

Menurut temuan penelitian yang diterbitkan Senin di jurnal Nature Climate Change, hingga saat ini, beberapa populasi mungkin telah melewati berhasil ambang kesulitan pada kelangsungan hidup mereka, dan mungkin tidak.Namun, ada secercah harapan bahwa beberapa beruang masih dapat diselamatkan.

Meskipun jumlah beruang kutub kemungkinan akan sangat berkurang di beberapa wilayah, tetapi pengurangan yang cukup pada emisi gas yang menjerat panas dalam beberapa dekade mendatang dapat memungkinkan mereka bertahan di beberapa daerah di Kutub Utara.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini


Beruang Kutub Bergantung Pada Es Laut Kutub Utara

Beruang kutub kelaparan saat es Kutub Utara mencair (Antara)

Beruang kutub adalah karnivora terestrial terbesar di Bumi, tetapi nasib mereka sangat bergantung dengan apa yang terjadi pada es laut di Kutub Utara.

Péter K. Molnár, seorang asisten profesor di University of Toronto Scarborough dan salah satu penulis penelitian mengatakan bahwa mereka mengandalkan es sebagai sarana mereka untuk menangkap mangsa mereka, karena mereka tidak cukup terampil berenang untuk menangkap mangsa di perairan terbuka.

Kehidupan beruang kutub selalu ditandai oleh periode makan besar dan kelaparan. Di musim dingin, ketika es laut berada pada tingkat terbesarnya, beruang mencoba menyantap anjing laut untuk mengisi perut mereka sebagai simpanan energi, untuk bertahan hidup di bulan-bulan musim panas nantinya, ketika es mencair dan mereka dipaksa ke darat.

Tetapi karena jumlah es laut di kawasan itu menurun seperti yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir, populasi beruang di beberapa bagian Kutub Utara dipaksa untuk bertahan lebih lama dan lebih lama tanpa makanan. Molnár menambahkan bahwa "Pada akhirnya, beruang membutuhkan makanan dan untuk mendapatkan makanan, mereka membutuhkan es. Tetapi agar mereka memiliki es, kita perlu mengendalikan perubahan iklim."

 


13 Tahun Terendah Bagi Jumlah Es Laut

Beruang kutub kesulitan mencari makanan karena pemanasan global merubah segalanya. (sumber: Huffington Post)

Mencari tahu dapat berapa lama beruang di berbagai daerah mampu berpuasa sebelum reproduksi dan kelangsungan hidup beruang dewasa terganggu, adalah tantangan pertama para peneliti.

Penelitian tersebut menemukan bahwa lamanya waktu seekor beruang dapat bertahan hidup tanpa makanan berbeda-beda berdasarkan wilayah dan kondisi beruang tersebut, tetapi beruang kecil adalah yang pertama yang terkena dampak oleh puasa yang panjang.

Betina dewasa dengan beruang kecil umumnya yang paling rentan dalam melakukan puasa panjang, diikuti oleh jantan dewasa dan akhirnya betina penyendiri. Para peneliti memperkirakan beberapa di antaranya dapat berpuasa selama 255 hari sebelum peluang mereka bertahan hidup menurun secara signifikan.

Selanjutnya, para peneliti melihat proyeksi es laut Kutub Utara di bawah dua skenario perubahan iklim yang berbeda untuk melihat berapa lama beruang bisa dipaksa bertahan hidup tanpa makanan di masa depan. Es laut Kutub Utara telah menyusut secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir, terutama selama musim panas.

13 tahun terakhir dari 2007 hingga 2019 adalah tahun terendah untuk jumlah es laut dalam catatan satelit, yang berasal dari tahun 1979, menurut Walt Meier, seorang ilmuwan peneliti senior di Pusat Data Salju dan Es Nasional. Sejak pertengahan 1990-an, Kutub Utara telah mengalami tingkat pemanasan yang lebih dari dua kali lipat rata-rata global.

Suhu udara yang sangat tinggi di es laut Kutub Utara yang menurun didorong terutama oleh orang-orang yang membakar bahan bakar fosil, kata Meier. Melihat ke masa depan, penelitian lain menemukan bahwa Kutub Utara bisa bebas es di musim panas secepat 2040 atau 2050. "Pertanyaannya bukan 'apakah' kita akan melihat musim panas tanpa es di Kutub Utara karena ini sudah terjadi'," kata Meier.


'... Mereka Tidak Sepenuhnya Hancur Jika Kita Mengubah Perilaku'

Sejumlah beruang kutub berkumpul menikmati bangkai paus bowhead di Pulau Wrangel, pantai Rusia pada tanggal 19 September 2017. Kerumunan beruang kutub berada di pulau tersebut akibat adanya perubahan Arktik. (AFP Photo/Max Stephenson)

Dengan menggabungkan perkiraan mereka perihal berapa lama beruang kutub dapat berpuasa dengan proyeksi es laut Kutub Utara, para peneliti dapat memperkirakan untuk pertama kalinya ketika beruang kutub di 13 wilayah berbeda dapat menghadapi masalah di masa depan.

Beberapa populasi, seperti yang ada di Teluk Hudson Kanada, mungkin telah melewati ambang batas yang akan berdampak pada perkembang biakan dan kelangsungan hidup. Dan masa depan kemungkinan akan terlihat jauh lebih buruk bagi beruang tanpa upaya untuk mengurangi pemanasan global.

Penelitian menemukan di bawah skenario iklim yang berjalan seperti biasanya, di mana manusia gagal mengurangi emisi gas rumah kaca, hampir semua beruang kutub di Kutub mungkin berjuang untuk bertahan hidup pada tahun 2100. Namun, jika manusia mampu mengerahkan pengurangan emisi global yang cukup, maka kemungkinan beruang di wilayah lain yang bertahan akan meningkat.

Para penulis mengatakan bahwa pada akhirnya, temuan ini menunjukkan bahwa nasib beruang kutub ada di tangan kita. "Saya sangat sadar bahwa cerita ini sangat itu menyedihkan. Tapi ada juga unsur harapan bahwa mereka tidak sepenuhnya hancur jika kita mengubah perilaku kita.” kata Molnár.

 

Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya