China Geser AS, Inilah Prediksi 5 Negara dengan Ekonomi Terbesar di 2024

Sebanyak 4 negara Asia bakal menggeser Eropa ke peringkat yang lebih rendah berkat angka produk domestik bruto (PDB) yang lebih tinggi dalam 4 tahun mendatang.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Jul 2020, 14:57 WIB
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sebelum melakukan pertemuan di resor Mar a Lago, Florida, Kamis (6/4). Isu perdagangan dan Korea Utara diperkirakan menjadi isu utama pembahasan kedua pemimpin negara tersebut. (AP Photo/Alex Brandon)

Liputan6.com, Jakarta Negara-negara Asia diprediksi akan mengisi daftar 5 negara dengan kekuatan ekonomi dunia terbesar pada 2024. Ini merupakan prediksi Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). 

Sebanyak 4 negara Asia bakal menggeser Eropa ke peringkat yang lebih rendah berkat angka produk domestik bruto (PDB) yang lebih tinggi dalam 4 tahun mendatang.

Adapun dalam daftar tersebut, China akan naik ke posisi teratas negara ekonomi terbesar dunia, menggeser Amerika Serikat (AS) yang telah jadi nomor 1 sejak lama. Ini lantaran Tiongkok telah masuk ke dalam pertumbuhan pasar global sepanjang abad 21.

"Negara itu diprediksi akan mampu menangani populasi yang menua, sehingga bakal mengurangi konsumsi," jelas World Economic Forum, dalam laman resminya, Rabu (22/7/2020).

Sementara posisi kedua akan ditempati Amerika Serikat, lalu India di urutan ketiga. Jepang dengan ekonomi mapannya kemudian menyusul di peringkat keempat.

Indonesia turut diprediksi jadi negara besar tersebut di peringkat 5. Posisi tersebut sebelumnya dikuasai oleh Inggris (Britania Raya) pada 2008 silam.

Populasi kelas menengah yang terus bertambah menjadi alasan mengapa Bank Dunia dan IMF meramal Indonesia bisa jadi salah satu negara dengan PDB tertinggi.

"Jumlah angkatan kerja di Indonesia bersama dengan Filipina dan Malaysia diperkirakan naik tajam beberapa tahun mendatang. Hal tersebut berkontribusi untuk meningkatkan pendapatan rata-rata negara," tulis WEF.

Dari prediksi WEF, negara dengan populasi terbesar ke depannya akan banyak melahirkan perusahaan multinasional. Namun, lembaga tersebut juga punya catatan tersendiri.

Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), sejumlah masalah juga akan timbul pada negara-negara mapan tersebut di 2024.

"Pertumbuhan cepat di Asia juga akan mendatangkan masalah-masalah baru. Seperti kesenjangan percepatan pertumbuhan antara kawasan perkotaan dan pedesaan, degradasi lingkungan, serta tantangan baru untuk pemerintah dan institusi," tutur World Economic Forum.

 

Saksikan video di bawah ini:


Ekonomi Global Diperkirakan Kembali Tumbuh Positif di 2021

Ilustrasi pertumbuhan Ekonomi

International Monetary Fund (IMF) memprakirakan pandemi Covid-19 akan lebih besar dan berdurasi lebih lama diprediksi sebelumnya. Sehingga menyebabkan perekonomian dunia akan terkontraksi pada tahun 2020.

"IMF menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 diprakirakan berskala lebih besar dan berdurasi lebih lama dari prakiraan," kata Kepala Departemen Komunikasi, Bank Indonesia, Onny Widjanarko dalam siaran persnya, Jakarta, Senin (20/7).

Hal itu disampaikan IMF dalam pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 pada 18 Juli 2020 lalu. IMF juga menyampaikan perbaikan indikator ekonomi akibat pembukaan kembali kegiatan ekonomi di berbagai negara masih relatif lemah.

Termasuk besarnya dukungan kebijakan stimulus moneter dan fiskal yang dilakukan berbagai negara. Melihat perkembangan itu perekonomian global diprakirakan baru akan kembali tumbuh positif pada 2021.

"Perekonomian global diprakirakan baru akan kembali tumbuh positif pada 2021," kata dia.

Untuk itu, selama belum ditemukannya solusi medis dalam menangani virus corona ini, penguatan kerjasama G20 sangat diperlukan. Demi mencegah terjadinya dampak negatif yang lebih dalam pada perekonomian global.

Negara-negara G20 sepakat untuk meningkatkan kerjasama dan melanjutkan implementasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan.

Tujuannya untuk melindungi nyawa, menjaga lapangan pekerjaan, membantu masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, dan meningkatkan ketahanan sistem keuangan sebagai respons terhadap penyebaran pandemi COVID-19.

Peningkatan kerjasama tersebut dilakukan untuk mengatasi penyebaran virus dan memperkuat respons kebijakan untuk pemulihan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, berimbang dan inklusif.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya