Liputan6.com, Jakarta - Hasil uji coba tiga vaksin yang potensial mencegah Virus Corona COVID-19, telah membangkitkan harapan dapat diluncurkan pada awal 2021.
Ini adalah berita baik bagi miliaran orang untuk segera mengakhiri pandemi global, yang menginfeksi lebih dari 14 juta orang dan merenggut sekitar 610.000 nyawa di seluruh dunia.
Advertisement
Tetapi para ilmuwan telah memperingatkan agar tidak menaruh banyak harapan, karena uji coba ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan mereka dapat dengan aman mencegah infeksi atau penyakit serius.
Berikut ini 5 hal tentang vaksin COVID-19 yang perlu diketahui, seperti dikutip dari CNA, Kamis (23/7/2020):
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
1. Bagaimana Vaksin Bekerja?
Vaksin umumnya bertujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Dalam rangka memerangi COVID-19, 23 vaksin sedang dalam uji coba manusia. Ini termasuk vaksin tidak aktif yang dibuat menggunakan partikel virus yang dibunuh sehingga mereka tidak dapat menginfeksi pasien yang disuntik dengan vaksin tersebut.
Dosisnya juga dimaksudkan untuk membantu tubuh menciptakan antibodi terhadap virus yang mati. Perusahaan swasta China Sinovac Biotech adalah salah satu yang tengah membuat jenis vaksin ini.
Golongan baru vaksin yang menggunakan bahan genetik dalam bentuk asam ribonukleat (RNA) juga saat ini sedang dieksplorasi, terutama oleh perusahaan Amerika Moderna. Vaksin ini menggunakan messenger RNA untuk menghasilkan protein virus yang memilik permukaan luar seperti Virus Corona COVID-19.
Tubuh manusia mengenali suatu virus, seperti protein sebagai sesuatu yang asing dan kemudian dapat meningkatkan respons imun terhadap virus yang sebenarnya. Moderna mengumumkan hasil yang menjanjikan pada 14 Juli, dan mengatakan akan memasuki tahap akhir uji coba manusia pada 27 Juli.
Advertisement
2. Yang Terjadi dalam Fase Uji Coba Klinis
Memproduksi vaksin adalah proses yang melibatkan banyak tahap. Ini termasuk tes pra-klinis yang kadang-kadang melewati tahap uji pada hewan, untuk menentukan apakah vaksin menghasilkan respons kekebalan yang diinginkan.
Berikutnya adalah Fase 1, yaitu ketika para ilmuwan menilai keamanan awal obat pada sejumlah kecil orang.
Pada Fase 2, yakni menilai keampuhan vaksin pada virus. Para ilmuwan akan memberikan vaksin kepada sekelompok orang dewasa, yang biasanya dipecah menjadi kelompok-kelompok, untuk melihat apakah vaksin bertindak berbeda dalam tubuh setiap orang. Tahap ini juga digunakan untuk menguji lebih lanjut keamanan vaksin percobaan.
Pada Fase 3, vaksin diperkenalkan kepada ribuan peserta dan darah mereka yang menerima vaksin akan dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo.
3. Kapan Vaksin Bisa Didapatkan?
Menurut WHO pada 15 Juli, ada lebih dari 140 vaksin yang sedang diuji, dengan 23 kandidat vaksin yang sudah menjalani uji coba manusia. Dua di antaranya berada dalam uji coba Tahap 3 terakhir, sementara satu lagi akan memulai bagian akhir pada akhir tahun ini.
Komisi Pengawasan Aset dan Administrasi milik pemerintah China mengatakan bahwa vaksin buatan Tiongkok akan siap pada awal tahun ini. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada bulan Juni bahwa beberapa ratus juta dosis vaksin COVID-19 akan diproduksi pada akhir tahun, terlebih dahulu ditargetkan pada mereka yang paling rentan terhadap virus.
"Jika kami sangat beruntung, akan ada satu atau dua kandidat yang sukses sebelum akhir tahun ini," kata kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan dalam konferensi pers virtual.
Saat ini, beberapa vaksin potensial sedang dalam Fase 3 pengembangan. Vaksin yang sedang dikembangkan oleh perusahaan Inggris-Swedia AstraZeneca dan Universitas Oxford adalah salah satu di antaranya.
Data yang dirilis pada 20 Juli menunjukkan bahwa vaksin tersebut menginduksi respons kekebalan pada semua peserta penelitian yang menerima dua dosis tanpa efek samping yang serius. Laporan menunjukkan bahwa vaksin darurat dapat diberikan pada bulan Oktober.
CanSinoBiologics dari Tiongkok dan unit penelitian militer negara itu juga telah memberikan hasil yang menjanjikan. Para peneliti mengatakan vaksin uji coba mereka menunjukkan bahwa vaksin itu tampaknya aman dan memicu respons kekebalan pada sebagian besar 508 sukarelawan sehat yang mendapat satu dosis vaksin.
Sekitar 77 persen sukarelawan penelitian mengalami efek samping seperti demam atau nyeri di tempat suntikan, tetapi tidak ada yangmemiliki efek samping yang serius.
Vaksin biasanya membutuhkan paling tidak beberapa tahun untuk diproduksi, karena beberapa rentetan pengujian diperlukan sebelum dapat disetujui untuk digunakan pada manusia. Mengingat krisis kesehatan yang saat ini sedang meningkat, para ilmuwan berlomba dengan waktu untuk mencoba memproduksi vaksin hanya dalam hitungan bulan.
Namun mereka harus tetap membuktikan bahwa vaksin tersebut aman dan efektif dalam uji coba yang melibatkan ribuan relawan sebelum persetujuan akhir untuk menggunakan diberikan. Mengingat jumlah waktu dan sumber daya yang diperlukan, tidak mengherankan bahwa pengembangan vaksin harus memakan biaya yang mahal.
Advertisement
4. Negara Negara yang Terlibat
Puluhan negara dinyatakan terlibat dalam proyek ini, termasuk Amerika Serikat, Inggris, China, dan Singapura.
Aliansi vaksin GAVI pada 15 Juli mengatakan bahwa lebih dari 75 negara juga menyatakan minatnya untuk bergabung untuk bergabung dengan skema pembiayaan COVAX yang dirancang untuk menjamin proses yang cepat dan merata terhadap vaksin COVID-19.
"Ke-75 negara, yang akan membiayai vaksin dari anggaran publik, akan bekerja sama dengan hingga 90 negara miskin yang didukung melalui sumbangan sukarela untuk COVAX Advance Market Commitment (AMC) GAVI," kata aliansi itu dalam sebuah pernyataan.
Beberapa dari upaya ini bersifat transnasional. Sebagai contoh, vaksin AstraZeneca sekarang dalam uji coba Tahap 2/3 di Inggris, serta uji coba Tahap 3 di Brasil dan Afrika Selatan. Perusahaan milik negara China, Sinopharm, meluncurkan uji coba Tahap 3 pada bulan Juli di Uni Emirat Arab, dengan 15.000 orang yang dijadwalkan untuk berpartisipasi.
Di Singapura, para ilmuwan menguji vaksin COVID-19 dari perusahaan AS, Arcturus Therapeutics, berencana memulai uji coba manusia pada Agustus setelah menguji respons awal pada tikus.
5. Lama Waktu yang Dibutuhkan Mengembangkan Vaksin Virus Lain
Berikut ini adalah rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan vaksin untuk beberapa penyakit menular.
Chicken Pox: Penyakit ini juga dikenal sebagai infeksi varicella primer, hanya dibedakan dari jenis herpes zoster pada 1950-an. Vaksin pertama dikembangkan di Jepang pada 1970-an.
Yellow Fever: Penyakit ini telah menjangkiti manusia selama lebih dari 500 tahun, dan sebuah vaksin akhirnya diciptakan pada tahun 1937 oleh pemenang Nobel Max Theiler, yang digunakan hingga hari ini.
Influenza: Selama pandemi influenza 1918, tidak ada obat untuk virus yang sudah diketahui tersebut, namun vaksin pertama baru muncul pada tahun 1945.
Namun, setelah dua tahun kemudian, para peneliti menyimpulkan bahwa perubahan musiman pada komposisi virus influenza mengakibatkan vaksin yang ada menjadi tidak efektif. Untuk alasan ini, para ilmuwan harus mengubah vaksin setiap tahun.
SARS: Virus ini pertama kali menginfeksi manusia di Provinsi Guangdong China pada tahun 2002, dan diidentifikasi pada tahun 2003 sebagai virus hewan yang kemungkinan dari kelelawar, sebelum menyebar ke hewan lain dan kemudian manusia.
Dua vaksin SARS dievaluasi pada manusia, kata Profesor Kanta Subbarao dari University of Melbourne. "Sejumlah kandidat yang menjanjikan diuji dalam studi pra-klinis, tetapi tidak jadi dilakukan karena SARS tidak muncul kembali," katanya.
Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul
Advertisement