Hidup di Gubuk Reyot, Nenek Pemulung Berjuang Sembuhkan Suami dari Stroke

Di balik megahnya gedung perkantoran dan gemerlapnya lampu kota Meumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih ditemui banyak warga miskin yang luput dari perhatian pemerintah daerah setempat.

oleh Ola Keda diperbarui 23 Jul 2020, 11:00 WIB
Foto: Pasutri pemulung di Kabupaten Sikka, NTT, Yakob Neno Bana dan Maria Modesta yang bertahan hidup di gubuk reot (Liputan6.com/Dion)

Liputan6.com, Sikka - Di balik megahnya gedung perkantoran dan gemerlapnya lampu kota Meumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih ditemui banyak warga miskin yang luput dari perhatian pemerintah daerah setempat.

Persis di belakang Kantor Dinas Perdagangan, Koperasi dan UMK, Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, hidup pasangan suami istri (pasutri) yang kesehariannya berprofesi sebagai pemulung. Pasutri ini menempati rumah kecil dan reyot. Mereka adalah Yakob Neno Bana (53) dan Maria Modesta (50).

Di atas tanah milik Pemerintah Kabupaten Sikka, pasutri ini tinggal berdua tanpa ditemani anak-anaknya. Gubuk reyot berlantaikan tanah itu tanpa penerangan listrik. Yang ada hanyalah pelita buatan tangan sang istri. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, keduanya bekerja sebagai pemulung di sepanjang Kota Maumere.

Derita pasutri ini semakin bertambah, tatkala sang suami jatuh sakit. Ia menderita stroke ringan dan hanya terbaring di tempat tidur tak berkasur. Sejak saat itu, sang istri menjadi tulang punggung. Ia bekerja sendiri sebagai pemulung demi menghidupi sang suami.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:


Mimpi ke Rumah Sakit

Kepada Liputan6.com, sang istri, Maria Modesta mengaku sudah dua tahun menempati gubuk itu. Ia juga mengaku, belum pernah mendapatkan bantuan apa pun dari Pemda, meski pada masa pandemi covid-19.

"Mungkin karena kami tidak miliki KTP dan KK sehingga bantuan apa pun tidak bisa kami dapat, termasuk BLT. Kami hanya dapat bantuan beras 20 kg dari dinas sosial, selama 3 bulan sekali," ujarnya.

Meski bekerja sendiri, Maria tak patah semangat. Setiap pukul 05.00 Wita, ia bergegas jalan mengelilingi kota, mencari barang-barang bekas untuk dijual demi kebutuhan hidup mereka.

"Biasa kumpul satu atau dua minggu baru dijual. Kadang dapat Rp50 ribu sampai Rp 100 ribu, tergantung beratnya," katanya.

Meski berpenghasilan kecil, ia bermimpi bisa membawa suaminya ke rumah sakit. Uang hasil mulung disisihkan untuk menabung.

"Selama sakit, tidak pernah dibawa ke rumah sakit untuk berobat karena tidak memiliki uang," ungkapnya.

 


Gerobak Dicuri Orang

Sebelum jatuh sakit, sang suami pernah bekerja sebagai pendorong gerobak. Namun, gerobak yang menjadi tumpuan hidup itu malah dicuri orang.

Ia pun berhenti dan menjadi pemulung. Namun, belum lama bekerja, ia terserang stroke yang membuat dia tidak beraktivitas total.

Dalam kondisi tak berdaya, ia berharap adanya bantuan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup termasuk membawa sang suami ke rumah sakit.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya