Liputan6.com, Sumsel - Beragam fakta dalam kasus pemecatan 109 orang tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir Sumatera Selatan (Sumsel), kini sudah semakin terkuak.
Ombudsman RI perwakilan Sumsel pun memaparkan fakta penemuan investigasi di lapangan, yang juga ‘menelanjangi’ Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Dengan Tidak Terhormat (PDTH) Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Ombudsman Sumsel M Adrian Agustiansyah mengatakan, pemecatan ratusan nakes tersebut memang benar terjadi maladministrasi.
Beberapa fakta mengejutkan pun dibeberkan Ombudsman Sumsel, seperti tidak adanya SK resmi pengangkatan para tenaga honorer di lingkup RSUD Ogan Ilir Sumsel.
“Yang ada hanyalah SK Pemberian Insentif Honorarium dari Bupati Ogan Ilir dan surat perjanjian yang menjadi pedoman para nakes selama ini,” ujarnya, usai menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) ke Sekda Ogan Ilir di Kantor Ombudsman Sumsel, Rabu (22/7/2020).
Fakta lainnya yaitu, nomor SK PDTH yang diterbitkan Bupati Ogan Ilir yaitu Nomor 191/KEP/RSUD/2020 tanggal 20 Mei 2020 lalu, ternyata sudah pernah diterbitkan.
Yaitu oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Ogan Ilir, dengan Nomor 191/Kep/Balitbangda/2020 pada tanggal 6 Februari 2020 lalu.
Temuan ini menguatkan fakta yang didapatkan Ombudsman Sumsel, bahwa pihak yang menerbitkan SK tersebut tidak mengikuti aturan yang berlaku.
“Tidak adanya koordinasi dari managemen RSUD Ogan Ilir ke instansi berwenang, yaitu Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKSDM) Ogan Ilir,” ujarnya.
Pemecatan yang dilakukan Ilyas Panji Alam, juga tidak berdasarkan nota usulan resmi dari pihak managemen RSUD Ogan Ilir. Dari hasil interogasi, direktur RSUD Ogan Ilir tidak pernah mengajukan usulan resmi pemecatan ratusan nakes tersebut.
Ombudsman Sumsel juga membongkar kesalahan tuduhan Bupati Ogan Ilir, yang menjadi alasan pemecatan para nakes. Yaitu 109 orang nakes tersebut bolos bekerja selama lima hari berturut-turut.
Temuan Mengejutkan
“Ternyata sistem kerja di sana (RSUD Ogan Ilir) per shift. Jika diberlakukan hal tersebut, tidak ada satu orang nakes pun yang bolos bekerja selama lima hari berturut-turut,” katanya.
M Adrian juga mengungkap fakta menurutnya sangat fatal. Yaitu dari 109 orang nakes yang dipecat, ada 2 orang yang diberhentikan dengan nama Sari Wulandari dan Novita Sari tersebut, ternyata sedang menjalani cuti hamil.
Lalu, satu orang nakes yang juga masuk dalam daftar PDTH yaitu Apriana Nurul. Nakes tersebut ternyata sudah mengundurkan diri di RSUD Ogan Ilir, sebelum terjadinya pemecatan massal tersebut.
“Nakes tersebut sudah mengundurkan diri terhitung 1 Maret 2020, juga ikut diberhentikan,” ujarnya.
Advertisement
Pelanggaran Kode Etik
Hasil investigasi Ombudsman Sumsel juga menguak, bahwa tudingan Bupati Ogan Ilir jika 109 orang nakes tersebut melanggar kode etik, lari dari tugasnya dan tidak mau melayani pasien Covid-19, adalah bukan ranahnya.
Pelanggaran kode etik yang dituduhkan juga, tidak bisa dijelaskan secara konkrit dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
“Yang lebih berhak penyatakan pelanggaran kode etik itu adalah tenaga internal RSUD Ogan Ilir dan organisasi profesi, seperti persatuan perawat dan bidan Indonesia,” ujarnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :
Advertisement