Realisasi Pencairan Utang Pemerintah Capai Rp 421,5 Triliun di Semester I 2020

Pencairan utang pemerintah sampai akhir semester I 2020 sudah mencapai 34,5 persen dari target.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 24 Jul 2020, 11:25 WIB
Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mencatat, realisasi pembiayaan utang sudah mencapai 34,5 persen dari target senilai Rp 421,5 triliun.

Luky memaparkan, pembiayaan utang semester I 2020 terutama bersumber dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar domestik melalui lelang dan non-lelang. Diantaranya, penerbitan SBN valas semester I yang mencapai Rp 145,7 triliun.

“Pembiayaan utang, realisasi semester I sudah mencapai Rp 421,5 triliun, di mana SBN nettonya sudah mencapai Rp 430,4 triliun. Jadi SBN valas kita ada berapa? semester I sudah USD 9,9 miliar, atau Rp 145 triliun. Ada 3 penerbitan global bond, di Januari, April, dan global sukuk di bulan Juni. Kita terbitkan SBN ritel 2 kali dan cash wakaf link sukuk,” terang Luky.

Adapun nilai dari ketiga global bond tersebut penerbitan SBN ritel sebesar Rp 14,4 triliun. Ini termasuk penerbitan sukuk wakaf. Pengertian pinjaman program USD 1,8 miliar, dan penarikan pinjaman proyek Rp 5,3 triliun.

“Ini salah satu contoh yang kita lakukan dalam pengelolaan risiko. Misalnya ada outstanding utang, kita ke ADB karena saat ini Euro dan Yen sedang murah. Kemudian kita konversikan, kita negosiasikan dengan lembaga mitra kita, ADB (Asian Development Bank), akhirnya kita bisa mengconvert sampai USD 8,3 miliar,” kata Luky.

Memang kita bayar dalam bentuk Euro, tapi suku bunganya itu sudah hampir 0 persen. Jadi sangat kecil. Nah itu salah satu contoh bagaimana kita mengelola portofolio risiko kita,” imbuh dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:


BPK Soroti Kenaikan Utang Pemerintah di 2019, Tembus Rp 4.786 Triliun

Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna memberikan keterangan usai pertemuan dengan DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/6/2020). Dalam pertemuan, DPR meminta BPK melakukan pengawasan, pemeriksaan penggunaan dana dalam penanganan pandemi COVID-19 secara tansparan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan beberapa pandangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019. Dalam laporan tersebut BPK menyoroti utang pemerintah yang mencapai 30,23 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Posisi utang pemerintah terhadap PDB pada tahun 2019 mencapai 30,23 persen atau meningkat jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2018 sebesar 29,81 persen," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (14/7/2020).

Agung merinci nilai pokok utang pemerintah pada 2019 mencapai Rp 4.786 triliun. Dari jumlah tersebut, 58 persennya adalah utang luar negeri senilai Rp 2.783 triliun. "Dan 42 persennya adalah utang dalam negeri senilai Rp 2.002 triliun," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, BPK juga menyoroti realisasi defisit anggaran 2019 yang sebesar 2,2 persen terhadap PDB. Angka ini melampaui target dalam UU APBN 2019 yang sebelumnya di desain 1,84 persen.

Defisit anggaran tahun lalu mencapai Rp 348,65 triliun. Namun, realisasi pembiayaan tahun 2019 mencapai Rp 402,05 triliun atau sebesar 115,31 persen dari nilai defisitnya. Sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp 53,39 triliun.

"Realisasi pembiayaan tersebut terutama diperoleh dari pembiayaan utang sebesar Rp 437,54 triliun. Yang berarti pengadaan utang 2019 melebihi kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit," tandas Agung.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya