Aksi Massa Minta Komisi III Gelar RDP Kasus Djoko Tjandra di Gedung DPR

Penolakaan RDP yang membahas kasus Djoko Tjandra dianggap akan membuat masyarakat bingung soal kepastian hukum Djoko Tjandra

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2020, 20:40 WIB
Massa menggelar aksi unjuk rasa di depan DPR RI, Jakarta, Jumat (24/7/2020). Aksi tersebut bentuk kekecewaan terhadap Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin yang tidak mengizinkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III bersama aparat penegak hukum perihal kasus Djoko Tjandra. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus lolosnya buron Djoko Tjandra melakukan perjalanan terus menuai reaksi dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya protes keras datang dari Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Cabang Jakarta Pusat (PB SEMMI). Unjuk rasa pun digelar di depan gedung DPR, Jumat (24/7/2020).

Dalam aksinya, massa dari SEMMI menyoroti tindakan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang menolak menandatangani surat izin Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang akan dilakukan Komisi III DPR bersama Kabareskrim Mabes Polri, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), dan Dirjen Imigrasi perihal kasus Djoko Tjandra yang telah menyita atensi publik.

Ketua SEMMI Jakarta Pusat, Senanatha mengatakan, penolakaan RDP yang membahas kasus Djoko Tjandra dianggap akan membuat masyarakat bingung soal kepastian hukum Djoko Tjandra. Sikap Aziz, kata dia, seolah sedang 'masuk angin'.

Dia menjelaskan, alasan Aziz Syamsuddin tidak menandatangani persetujuan adanya RDP Komisi III dengan gabungan aparat penegak hukum adalah benar secara normatif, karena melanggar tata tertib DPR Pasal 1, angka 13, dan Pasal 13 huruf I yang menyatakan bahwa reses merupakan kewajiban DPR untuk menyerap atau menghimpun aspirasi masyarakat melalui kunjungan kerja.

"Hanya saja, secara faktual tidak bisa dijadikan alasan, karena permasalahan ini juga sudah masuk dalam kategori urgent," tegas Senanatha.

Dia melanjutkan, yang terjadi selama ini DPR pun telah menggelar beberapa rapat dalam masa reses. Malah terjadi di tahun 2020 ini. Misalnya, pembahasan tahapan Pilkada antara Komisi II dengan Mendagri, dan penyelenggara pemilu, termasuk membahas Perppu No 2 Tahun 2020.

"Karena ada yang janggal untuk RDP masalah kasus Djoko Tjandra ini, untuk itu PB SEMMI melakukan aksi di depan DPR dan KPK guna menelusuri dugaan yang membantu Djoko Tjandra ke Indonesia selain dari intitusi Polri, ini demi penegakan hukum di Indonesia," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Penjelasan Azis

Massa menggelar aksi unjuk rasa di depan DPR RI, Jakarta, Jumat (24/7/2020). Aksi tersebut bentuk kekecewaan terhadap Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin yang tidak mengizinkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III bersama aparat penegak hukum perihal kasus Djoko Tjandra. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin membantah telah menolak untuk menandatangani surat masuk masuk dari Komisi III terkait Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Polisi, Kejaksaan, dan Kemenkumham untuk membahas buron terpidana kasus pengalihan utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra (Djoktjan).

Azis menegaskan, sesuai dengan ketentuan dalam Tata Tertib (Tatib) dan keputusan dari Badan Musyawarah (Bamus) DPR, komisi-komisi di Senayan tak boleh diselenggarakan dalam masa reses.

"Tentunya saya tidak ingin melanggar Tatib dan hanya ingin menjalankan Tata Tertib DPR dan Putusan Bamus, yang melarang RDP Pengawasan oleh Komisi pada masa reses," tegas Azis dalam keterangan tertulisnya.

Aturan terkait itu tertuang dalam Tatib Pasal 1 angka 13. Aturan itu menerangkan bahwa masa reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.

Wakil Ketua DPR RI bidang Korpolkam itu menjelaskan sesuai Tatib DPR Pasal 52 ayat 5, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf e, Bamus dapat menentukan jangka waktu penanganan suatu rancangan undang-undang, memperpanjang waktu penanganan suatu rancangan undang-undang.

Bamus juga kata dia dapat mengalihkan penugasan kepada alat kelengkapan DPR lainnya apabila penanganan rancangan undang-undang tidak dapat diselesaikan setelah perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam huruf memperpanjang waktu penanganan suatu rancangan undang-undang.

Bukan hanya itu, tambah dia, Bamus juga dapat menghentikan penugasan dan menyerahkan penyelesaian masalah kepada rapat paripurna DPR.

"Di Bamus sudah ada perwakilan masing-masing Fraksi, sehingga informasi kesepakatan dan keputusan yang terjadi bisa di koordinasikan di Fraksi masing-masing. Hal ini penting agar komunikasi dan etika terjalin dengan baik," tekannya.

Lebih lanjut Azis Syamsuddin menegaskan, sebagai pimpinan DPR, pada prinsipnya dia selalu mendukung kinerja semua komisi di Senayan. Asalkan kinerja itu sesuai dengan aturan dan mekanisme di Tatib dan Bamus.

"Bahwa hal lebih penting adalah menanggapi perkembangan kasus Djoko Tjandra, dimana Kasus tersebut harus diusut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Oknum-oknum yang terlibat dalam hal tersebut harus ditindak tegas," ujarnya.

Tidak lupa, Azis pun mengaku mengapresiasi langkah cepat dan tegas yang sedang di ambil oleh Kapolri dalam menindak oknum-oknum yang lalai dalam tugas.

"DPR RI dalam hal ini, tentu harus melaksanakan pengawasan dan koordinasi terhadap Aparat Penegak Hukum sesuai dengan tugasnya," pungkas Azis.

Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery menyebutkan bahwa surat masuk yang diberikan Komisi III untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) gabungan dengan Kabareskrim, Jampidum, dan Dirjen Imigrasi usai menerima dokumen berupa surat jalan buronan Joko Tjandra dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terganjal izin dari Azis Syamsuddin.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya