Genjot BBM Satu Harga Berjalan Lancar, Ini Penjelasan Kepala BPH Migas

Perkembangan program BBM Satu Harga berkaitan erat dengan infrastruktur yang minim.

oleh stella maris pada 24 Jul 2020, 19:55 WIB
Kepala BPH Migas Fansrullah Asa.

Liputan6.com, Jakarta Pamerintah terus berupaya memenuhi pasokan energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, saat ini, pemerataan pasokan maupun harga BBM pun menjadi fokus utama pemerintah. 

Tak hanya itu saja, bahkan pemerintah pun memiliki program untuk masyarakat, yaitu BBM Satu Harga. Ini dilakukan dalam upaya menyetarakan harga BBM di wilayah mana pun. 

Begitu pun dengan infrastruktur BBM. Digitalisasi SPBU yang sudah mangkrak selama dua tahun akan dipercepat melalui penggunaan IT nozzle yang berguna untuk mencegah penyelewengan penyaluran BBM.

Selain itu terkait kebutuhan gas, pemerintah terus menggenjot pemenuhannya, salah satunya melalui pembangunan jalur pipa gas Jawa-Sumatera.

Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) M Fanshurullah Asa, beberapa waktu lalu bersedia menjelaskan terkait perkembangan program BBM Satu Harga, digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU), hingga perkembangan pembangunan jalur pipa gas Jawa-Sumatera.

Ingin tahu bagaimana penjelasannya, simak wawancara Tim Liputan6.com dengan  M. Fanshurullah Asa tentang berbagai isu energi di Indonesia.

1. Sejauh ini bagaimana realisasi penyaluran BBM Satu Harga?

Saya sampaikan dulu BPH migas itu tugasnya di Undang-Undang Migas memang menjamin ketersediaan distribusi BBM se-Indonesia. Memang mengatur mengawasi ketersediaan distribusi BBM turunannya, salah satunya BBM satu harga. Karena kalau menjamin ketersediaan distribusi BBM itu pasti ada tekno ekonomi.

Orang berbisnis mau untung dong, kalau di 3 T (tertinggal, terdepan, terluar) untung enggak? Kalaupun untung kecil, itulah pemerintah zaman Presiden Joko Widodo menugaskan kepada BPH migas agar BBM Satu Harga bisa diwujudkan. Pada saat 2016 diwujudkan banyak sekali yang berpendapat tidak mungkin BBM Satu Harga ada di Puncak Jaya, Papua sana. 

Karena orang di BPH Migas mau mewujudkan keadilan untuk bangsa Indonesia. Tahun ini Alhamdulillah kemarin 17 Juni 2020 sudah diresmikan BBM Satu Harga di Pulau Maya, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.

Program akselerasi BBM 1 Harga dimulai sejak 2017. Sebanyak 57 penyalur dibangun pada 2017, 74 penyalur pada 2018, dan 39 penyalur pada 2019.

Akumulasi penyalur program akselerasi BBM Satu Harga selama 2017 sampai dengan 2019 sebanyak 170 penyalur yang tersebar di Sumatra sebanyak 31, Sulawesi 17, Jamali-NTT-NTB 30, Kalimantan 42, Maluku dan Papua 50.

Penyaluran BBM oleh penyalur-penyalur program BBM Satu Harga menunjukkan tren peningkatan dari semula Premium 13,9 ribu kilo liter (KL) dan Solar 7,40 ribu KL (2017) per hari.

Kemudian meningkat menjadi Premium 54,9 ribu KL dan Solar 30,9 ribu KL (2018). Naik lagi Premium 121,3 ribu KL dan Solar 53,7 ribu KL (2019). Untuk tahun 2020 realisasi penyaluran BBM (sampai dengan Mei 2020) untuk Premium 56,8 ribu KL dan Solar 25,7 ribu KL.

 2. Apakah pandemi corona membuat target awal BBM Satu Harga meleset?

Selama masa pandemi COVID-19 terjadi pembatasan pergerakan dan sarana transportasi. Hal tersebut berdampak kepada keterlambatan proses pembangunan fisik penyalur BBM 1 Harga di Tahun 2020.

Upaya yang dilakukan adalah berkoordinasi dengan para Bupati lokasi BBM Satu Harga untuk akselerasi mendapatkan calon mitra dan perizinan; memprioritaskan lokasi BBM Satu Harga yang sudah siap sekali pun berada di luar tahun 2020 untuk dimajukan ke tahun 2020.

Kemudian diharapkan setelah kebijakan pelonggaran PSBB Covid-19, pembangunan fisik dapat dipercepat, sehingga sampai akhir tahun 2020, target 83 penyalur BBM 1 Harga dapat terbangun.

Setiap minggu BPH Migas tetap rapat. Kita undang Pertamina, dan perusahaan swasta kita cek apa yang sudah dikerjakan. Jadi ini mesti ada izin-izin, baik izin Pemda, lingkungan, dan sebagainya kemudian kesiapan memilih mitranya.

Pengusaha mikir 1000 kali apa mungkin saya buat SPBU di daerah 3T itu. Jadi 83 itu mungkin 80 persen sudah ada mitranya. Jadi calon pengusaha yang bangun SPBU, ada kendala masalah ini mungkin masalah perizinan.

Kalau ini izinnya dipersulit, bisa jadi BPH migas akan merekomendasikan untuk kita ganti dan pindahkan ke kabupaten atau kecamatan lain karena sudah mengantre banyak ke BPH migas untuk  kita kasih BBM Satu Harga.

Selain itu, BPH Migas sudah mengundang semua bupati, kepala daerah yang sudah ditetapkan kita undang ke BPH teken. Dia ada perjanjian dengan BPH Migas untuk mempermudah izin dan sudah saya sampaikan kalau tidak mempermudah, maka dia harus bersedia dipindahkan lokasinya ke kecamatan atau kabupaten wilayah lain.

Sambutannya dari semua daerah positif. Siapa yang enggak senang, jadi ini peluangnya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi di suatu kawasan 3T sekaligus memberikan keadilan.

Jadi, kita balik logika BBM Satu Harga, maka akan memberikan keadilan keadilan akan menggerakkan men-deliver pertumbuhan ekonomi.

Jadi, pertumbuhan ekonomi itu nanti bukan hanya di kawasan-kawasan kota, tapi di tingkat 3T pun itu bisa menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 3T adalah pusat-pusat ekonomi baru, nah ini konsep kita dengan BBM Satu Harga.

Kita target sampai 2024, Insyallah 500 BBM Satu Harga sudah dirasakan. Bagaimana tidak ada halangan kita undang terus walaupun Covid-19, karena menerapkan protokol kesehatan karena sudah new normal.

Begitu pandemi ini selesai, maka kita selesaikan 83 BBM satu harga ini bisa diwujudkan. Jadi, kita masih optimistis melihat data yang selalu kita cek setiap minggu. Insyallah 83 BBM Satu Harga Desember 2020 akan bisa diwujudkan.

 


3. Apakah selama ini ada masalah di daerah sehingga sulit mewujudkan BBM Satu Harga?

Masalah yang dihadapi untuk mewujudkan BBM Satu Harga adalah daerah yang belum terdapat penyalur akibat beberapa hal, antara lain, aspek keekonomian di mana konsumsi BBM di daerah tersebut masih rendah.

Aspek infrastruktur yang masih minim, sehingga menyulitkan akses ke lokasi. Juga jarak lokasi ke TBBM cukup jauh, sehingga ada keengganan dari Badan Usaha untuk menyalurkan BBM dengan biaya transportasi tinggi.

Pada beberapa daerah yang telah ditetapkan sebagai BBM Satu Harga tidak mudah untuk mendapatkan investor sebagai mitra badan usaha penugasan.

Selain itu, beberapa daerah yang telah ditetapkan sebagai lokasi BBM Satu Harga juga ada yang mengusulkan perubahan lokasi BBM Satu Harga dan harus menunggu perubahan penetapan lokasi.

Terkait perizinan yang lama dari Pemda, dapat diatasi dengan meminta Pemda mengajukan calon mitra yang sudah siap dan Pemda diminta komitmen untuk bersedia membantu mempercepat proses perizinan.

4. Bagaimana perkembangan digitalisasi SPBU untuk cegah penyelewengan penyaluran BBM?

Saat ini progress SPBU yang telah terdigitalisasi sebesar 1.152 dari 5.518 SPBU yang telah dalam status serah terima. Terdapat beberapa SPBU yang masih dalam progress pengembangan, di antaranya, yaitu:

Terdapat sejumlah 4.734 SPBU dari 5.518 SPBU yang telah terpasang ATG (Automatic Tank Gauge) pada tangki penyimpanan, ATG digunakan untuk mengukur volume stok pada tangki penyimpanan SPBU.

Terdapat sejumlah 3.060 SPBU dari 5.518 SPBU yang telah tersedia EDC (Electronic Data Capture) sebagai alat input untuk pencatatan nopol kendaraan pada saat transaksi di SPBU.

Digitalisasi SPBU tujuannya untuk melakukan pengawasan BBM khususnya subsidi, untuk tepat sasaran, tidak mungkin banyak SPBU di seluruh Indonesia yang ada di kawasan, macam-macam harus dicek setiap saat tidak mungkin, IT-lah yang mempermudah itu. Makanya kita minta kepada Pertamina untuk di 5.518 SPBU atau penyalurnya harus menggunakan IT nozzle.

IT Nozzle yang bagaimana? Ada ATG tangkinya itu ketahuan langsung dikirim dan menggunakan EDC yang kita lihat itu tinggal pakai kartu tertentu sudah langsung, tapi tidak cukup. Yang lebih jauh lagi kita memasang CCTV yang mencatat nomor polisi. Jadi, nomor polisi dicatat dan ini belum berjalan dari 5.518 SPBU tadi.

Terus terang saja ATG-nya sudah jalan, EDC sudah jalan, tapi untuk pencatatan nomor polisi menggunakan CCTV Alhamdulillah masih nol, jadi kritik kita kepada Pertamina saya sampaikan lewat media.

Pertamina sudah berjanji sejak Juli 2018 itu untuk melaksanakan ini. Targetnya akhir 2018 tapi belum selesai, akhirnya digeser lagi ke pertengahan 2019 kemudian belum selesai juga, ditunda lagi Desember 2019 ditunda lagi.

Kemudian dipanggil oleh Pak Menteri. Ada Direktur Utama Pertamina, Direktur Utama Telkom, dan lainnya,  komitmen ini sebenarnya dimulai Juni 2020 ini.

Tapi kalau melihat data dari BPH Migas setiap minggunya kami cek baru 20 persen yang sudah berjalan. Kalau kita mengatakan optimistis baru 20 persen, tapi bagi orang yang tidak optimistis, “Yah baru 20 persen,” padahal sudah 2 tahun.

Mudah-mudahan kita mengimbau Pertamina untuk segera. Karena sudah 2 tahun IT nozzle, kalau ini segera dilaksanakan, maka membantu uang negara yang kita anggarkan 1 tahun sampai mencapai Rp 30 triliun itu bisa kita amankan betul-betul, dan menikmati BBM subsidi bagi yang tidak mampu bukan disalahgunakan dijual ke industri.  

 


5. Sampai saat ini perkembangan digitalisasi SPBU tak berjalan mulus, apa penyebabnya?

Itu tadi dari Pertamina 5.518 SPBU yang ditargetkan itu macam-macam. Ternyata waktu membangun itu infrastrukturnya kacau harus dicek dulu. Ada yang mungkin di mana jalur kabelnya, existing-nya bagaimana itu ada kendala.

Ketika ditelusuri yang membutuhkan waktu yang lebih panjang, tapi ada juga yang saya lihat untuk CCTV yang kita lihat sampai hari ini memang ternyata dari Telkomnya yang belum menyampaikan kepada Pertamina. Artinya BPH Migas tetap mengawasi.

Beberapa kendala yang terjadi pada saat pelaksanaan program Digitalisasi SPBU adalah karakteristik SPBU (jenis dan merek) yang berbeda-beda, sehingga perlu dilakukan penyesuaian yang memerlukan waktu tambahan; adanya delay waktu pada saat instalasi perangkat IT yang sudah selesai proses integrasi, memerlukan approval dari Pusat.

Adanya limitasi produksi untuk komponen FDM (Forecourt Device Management) dan FC (Forecourt Controller) yang merupakan perangkat untuk Integrasi IT, sehingga pengiriman komponen tersebut dilakukan secara bertahap; adanya perbedaan tinggi pada tutup tangki timbun yang menyebabkan perlunya penyesuaian perangkat ATG pada saat dilakukan instalasi, penarikan kabel dari tangki timbun yg cukup jauh ke ruang kerja SPBU.

Tidak semua nozzle aktif (diaktifkan) untuk merekam penjualan, disebabkan beberapa hal sebagai berikut,  ada gangguan di SPBU karena sumber listrik PLN atau kendala teknis lainnya, ada yang sengaja dimatikan oleh SPBU (tidak digunakan).

Ada salah satu perangkat yang sulit terkoneksi dengan server, Penggunaan sistem digitalisasi pada transaksi di SPBU menunggu Berita Acara Serah Terima (BAST).

Terjadinya resistensi atau penolakan oleh pengusaha atau pemilik SPBU, adanya pihak SPBU yang menolak Instalasi dan Integrasi ATG karena sudah mempunyai ATG eksisting, perlunya biaya tambahan oleh pihak SPBU untuk upgrade perangkat dispenser eksisting, dan adanya pandemi Covid-19, di mana terbatasnya kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka implementasi digitalisasi SBPU.

6. Selain digitalisasi SPBU, apa ada cara lain guna meminimalisasi kebocoran atau penyelewengan penyaluran BBM? 

Pengawasan itu ada tiga, yakni pengawasan terbuka, pengawasan tertutup, pengawasan berbasis IT. Pengawasan terbuka, BPH Migas melakukan yang namanya preventif.

Kita melibatkan teman-teman komisi 7. Sosialisasi bahwa BBM ini tepat sasaran, kemudian melaksanakan BPH Migas goes to Campus melibatkan LSM, dan melibatkan masyarakat untuk sosialisasi bagaimana BBM tepat sasaran.

Ada juga yang sifatnya tertutup. Ini bisa penyidikan BPH Migas kerja sama dengan kejaksaan dan kepolisian dan lain-lainnya.

Kita akan sidak dan cek langsung ke masyarakat yang menimbun beli di SPBU yang tangkinya dimodifikasi dijual ke industri itu juga terjadi itu proses pengadilan.

 


7. Seberapa besar kebocoran penyaluran BBM sepanjang 2019? Dibandingkan tahun sebelumnya, apakah mengalami penurunan?

Kalau data itu kita agak sulit menyampaikan, tapi berdasarkan data jumlah yang kita lakukan kepolisian dengan penangkapan penangkapan lumayan besar, meningkat kasus sampai tahun 2019 itu 450 kejadian naik drastis dari tahun 2018.

8. Terkait gas, bagaimana dengan perkembangan pembangunan jalur pipa gas Jawa-Sumatera?

Pipa Sumatera-Jawa sudah terbangun sejak tahun 2008 dan beroperasi secara normal mengirimkan gas dengan titik serah di Labuan Maringgai (Banten) dan Muara Tawar.

Selain itu, sudah ada fasilitas FSRU di Labuan Maringgai (Lampung) yang dapat menjadi buffer apabila terdapat gangguan pasokan di Sumatera maupun wilayah Jawa bagian Barat.

Ini sudah ada dalam rencana induk. Namanya rencana induk transmisi dan distribusi gas bumi nasional 2012-2024.

Namun, bagaimana melelang-melelang pipa tadi kalau melelang itu ada namanya supply and demand. Kalau pasokan gasnya ada tidak ada, pembelinya ada, apa yang membutuhkan?.

Nah, kalau pengusaha itu kan begitu. Kalau ada pembeli maka baru dijual. Tapi yang jelas memang BPH Migas tugasnya memaksimalkan  mungkin gas ini untuk pemanfaatan dalam negeri. Salah satunya pipa gas harus terbangun dalam proyek strategis nasional.

Kita akan membangun pipa juga dari Dumai (Riau) ke Sei Mangkei (Sumatera Utara), jadi pipa Belawa (Sulawesi Selatan) nyambung dari Sei Mangkei ke bawah sampai ke Sumatera Selatan masuk ke Jawa.

Pipa ini juga lagi dibangun dari Cirebon ke Semarang, ini hasil dari BPH Migas, Insya Allah selesai di Februari 2022. Sehingga gas itu bisa lebih murah BBM kan kita impor. Kalau misalkan industrinya bisa pakai gas. Gas elpiji 3 kilo itu impor 70 persen dari Qatar, harganya elpiji itu pakai subsidi APBN Rp 45 triliun.

Tapi kalau nanti dicari jargas tidak lagi pakai subsidi dan tidak lagi pakai impor karena kita gasnya banyak dalam negeri.

 


9. Apakah jalur pipa Jawa-Sumatera ini bisa menekan harga gas?

Dengan adanya pipa Sumatera - Jawa, maka gas dari Sumatera bisa sampai ke Jawa. Ada infrastruktur tentu menambah cost, tapi biaya pipa lebih murah dibanding moda transportasi lain.

Konsep sudah ada karena Presiden sudah membuat dalam Perpres 06 tahun 2019 membuka ruang bukan hanya pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bisa swasta, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk membangun jargas tadi.

Selama pipa transmisinya ada dan distribusinya ada, pipa untuk jargas pun bisa. Nanti BPH Migas akan menyiapkan harganya, kita yang menetapkan harganya.

Kita sudah menetapkan harga di 55 kabupaten kota harga gas untuk rumah tangga pasti lebih murah daripada elpiji 3 kilo. Tugas BPH Migas untuk membantu negara kita mewujudkan keadilan kesejahteraan dan sesuai dengan amanat kita Pancasila.

10. Bagaimana realisasi aturan harga gas untuk industri? Apakah bisa dijalankan?

Sesuai dengan Permen ESDM 8/2020 dan Kepmen ESDM 89.K/10/MEM/2020, penetapan harga gas industri tertentu merupakan kewenangan ESDM.

Dalam implementasinya diperlukan langkah-langkah teknis dan koordinasi multi stakeholder. Perlu dilakukan penyesuaian dan sinkronisasi harga gas hulu, tarif pengangkutan biaya serta biaya midstream lainnya.

Dalam implementasinya, Permen dan Kepmen tersebut juga akan terkait dengan Permen ESDM No. 10 Tahun 2020 dan Kepmen ESDM No.91.K12/MEM/2020 tentang Harga Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik.

Gas Industri itu sesuai dengan Perpres 40 bagaimana menuju pada USD 6, BPH Migas 1000.000 persen mendukung. Persoalannya harga gas itu ada komponen di hulu, itu tugasnya SKK Migas.

Kemudian harganya tarif angkutan di bagian transmisi, midstream, itu bukan tugas BPH migas. Di dalam Permen 57 Tahun 2017 itu mesti diselesaikan dulu di Kementerian ESDM, khususnya di bidang Migas, untuk menetapkan yang namanya biaya midstream tadi.

BPH Migas selama ini sudah menetapkan mengacu pada peraturan. Kita mengacu sesuai dengan ketentuan negara, ada public hiring untuk menetapkan berapa tarif itu. Kita harus mengacu pada tekno-ekonomi.

Jadi basisnya pada tekno ekonomi secara teknologi dan secara ekonomis bagaimana agar keadilan BPH Migas memutuskan melalui sidang komite. Bukan hanya kepentingan pemerintah, tapi kepentingan badan usaha dan kepentingan masyarakat.

Badan usaha juga harus untung memang sesuai dengan tekno-ekonomi ada ketetapan yang sudah ditentukan, konsumen juga industri juga.

Semua harus sama sisi itulah yang harus diputuskan BPH Migas dengan sebaik mungkin dan sebisa mungkin dan seindependen mungkin.

Jadi, intinya BPH Migas mendukung kebijakan USD6 terkait gas, tapi ada tahapan-tahapan memang harus diselesaikan distribusi dan biaya niaga, harus segera diputuskan. 

 

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya