Liputan6.com, Jakarta - Harga emas melonjak ke level tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta) karena investor mencari instrumen investasi yang aman di tengah meningkatnya ketegangan AS-China serta kekhawatiran yang berlarut-larut atas pandemi corona.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (25/7/2020), kontrak berjangka emas Agustus naik 0,4 persen menjadi USD 1.897,50 per ounce, menurut data dari CME Group. Ini juga menandai kenaikan harga emas keenam berturut-turut. Emas juga mencatat kenaikan beruntun dalam 7 minggu.
Advertisement
Ketegangan antara China dan AS meningkat minggu ini. Semalam, Tiongkok memerintahkan AS untuk menutup konsulatnya yang berbasis di Chengdu. Awal pekan ini, AS menutup konsulat China yang berbasis di Houston
"Ketegangan AS-Cina terus meningkat, yang mendorong langkah risk-off di pasar pada Kamis dan Jumat," kata Mark Haefele, Kepala Investasi di UBS Global Wealth Management.
Dia menunjukkan, emas juga merupakan salah satu aset dengan kinerja terbaik tahun ini dengan naik lebih dari 24 persen. Mark juga mengatakan ketidakpastian politik kemungkinan akan bertahan sepanjang tahun, yang dia perkirakan dapat mengangkat emas hingga USD 2.000 per ons.
Haefele juga menunjukkan lonjakan harga emas terjadi karena nilai tukar dolar AS telah jatuh tajam baru-baru ini. Indeks dolar - yang mengukur kinerja greenback terhadap enam mata uang lainnya - turun lebih dari 1 persen minggu ini dan telah jatuh selama lima minggu berturut-turut.
"Sementara kami berpikir emas akan terus didukung oleh meningkatnya ketegangan geopolitik, dalam pandangan kami pendorong utama harga emas adalah korelasi negatifnya dengan suku bunga riil dan dolar," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dampak Corona
Kenaikan harga emas juga datang ketika pandemi virus corona terus merusak ekonomi global. Data yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins menunjukkan lebih dari 15 juta kasus virus korona telah dikonfirmasi secara global.
Di AS saja, lebih dari 4 juta infeksi telah dilaporkan bersama dengan setidaknya 144.552 kematian. Beberapa negara bagian dan negara harus menunda atau membatalkan rencana pembukaan kembali karena kasus terus meningkat.
Advertisement