Liputan6.com, Palembang - Investigasi kasus maladministrasi pemecatan ratusan tenaga kesehatan (nakes) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel) oleh Ombudsman RI perwakilan Sumsel, menguak fakta-fakta lainnya.
Fakta yang didapatkan Ombudsman Sumsel yaitu, pembayaran jasa klaim BPJS Kesehatan yang seharusnya diperoleh oleh para nakes tahun 2018 lalu, tidak juga dicairkan oleh pihak rumah sakit.
Menurut Kepala Ombudsman Sumsel M Adrian Agustiansyah, pembayaran jasa BPJS Kesehatan para nakes di tahun 2018 yang mandek, memang disebutkan oleh nakes yang dipecat Bupati Ogan Ilir.
Baca Juga
Advertisement
"Memang disebutkan pembayaran BPJS Kesehatan tahun 2018 tidak lancar. Tapi tidak kita masukkan karena objeknya berbeda. Namun bisa dikembangkan lagi, mungkin jadi usulan inisiatif untuk kedua kalinya. Kita lihat nanti, karena harus ada data awal untuk usul inisiatif," kata Kepala Ombudsman Sumsel M Adrian Agustiansyah, Sabtu (25/7/2020).
Lalu, fakta lainnya yaitu ketidakjelasan status para nakes di RSUD Ogan Ilir yang dipecat. Ternyata para nakes tersebut hanya merupakan Tenaga Kerja Sukarela (TKSK).
Fakta ini berbanding terbalik dengan status para nakes yang tertera dalam Surat Keputusan (SK) Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PDTH) 109 orang nakes, yang diterbitkan Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam.
Kerjasama itu ternyata dilakukan para nakes dengan pihak RSUD Ogan Ilir, tanpa melibatkan BKSDM. Tidak ada SK pengangkatan mereka sebagai tenaga honorer dan hanya kesepakatan dua belah pihak saja.
"Kita lihat ternyata SK pengangkatan tidak ada. Yang kami temukan hanya perjanjian kerja, yang ditandatangi oleh managemen RSUD Ogan Ilir dan pekerjanya. Tidak ada hak-hak para nakes, tapi adanya kewajiban yang harus dijalankan nakes," ungkapnya.
Ombudsman Sumsel menduga, kasus ini kemungkinan juga terjadi di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain di Ogan Ilir dan bisa mengarah kepada kerugian negara.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Status Nakes Ogan Ilir
Terlebih adanya informasi jika jumlah TKSK di RSUD Ogan Ilir lebih dari 250 orang dengan total 400 orang pegawai. Padahal untuk tipe rumah sakit itu, hanya membutuhkan 250-300 orang tenaga kerja saja.
"Tapi kelebihan (tenaga kerja) itu tidak bisa jadi alasan untuk menghentikan (memecat). Jika tidak mau melanjutkannya, bisa membuat SK (pemutusan kerja) di awal tahun. BKSDM Ogan Ilir harus mendata ini. Jangan sampai terjadi di instansi lain," katanya.
Para nakes yang dimintai keterangan juga, mengakui ke Ombudsman Sumsel jika keputusan Bupati Ogan Ilir, membuat mereka terkejut.
Apalagi para nakes mempunyai hak untuk dipenuhi kebutuhannya sesuai Undang-Undang (UU) kesehatan.
Kendati kebijakan penuh memang berada di tangan Bupati Ogan Ilir, namun menurutnya tidak serta-merta melakukan pemecatan, terlebih tanpa pertimbangan yang patut dan layak.
Advertisement
Statement Berbeda
Direktur Utama (Dirut) RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah, terkait status para nakes tersebut hanya TKSK.
Menurutnya, semua nakes di RSUD Ogan Ilir yang dipecat tersebut adalah tenaga kerja honorer dan sudah ada SK penempatan pegawai.
"(Semua) honorer, dan seluruh honorer yang dinyatakan diterima mendapatkan SK penempatan," ungkapnya.
Terkait pencairan jasa BPJS Kesehatan yang belum rampung, Roretta mengatakan jika uang jasa tersebut sudah ada di rekening RSUD Ogan Ilir Sumsel.
Namun karena banyaknya mutasi, pencairan jasa BPJS Kesehatan tersebut terkendala. Dia mengatakan, jika proses pencairan dalam proses untuk dibagikan.