Trauma Masalah Hukum, Pertamina Gandeng Aparat Hukum saat Akuisisi Blok Migas

Perusahaan saat ini tengah mendorong akuisisi blok migas di luar negeri agar produksi dan cadangan migas perusahaan bisa meningkat.

oleh Athika Rahma diperbarui 26 Jul 2020, 18:30 WIB
logo pertamina

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan, reserve to production (RTP) ratio Pertamina saat ini hanya tersisa 7 tahun saja. Artinya, usia cadangan migas eksisting hanya bisa bertahan 7 tahun saja.

Untuk itu, perusahaan saat ini tengah mendorong akuisisi blok migas di luar negeri agar produksi dan cadangan migas perusahaan bisa meningkat.

"Sekalian bocoran saja, memang Pertamina sekarang sedang melakukan akuisisi blok migas di luar negeri untuk meningkatkan RTP kita dan cadangan kita," ujar Nicke dalam webinar, Minggu (26/7/2020).

Sayangnya, dirinya tidak menyebutkan secara detail proses akuisisi tersebut. Namun, pihaknya akan mendorong realisasi akuisisi blok migas tersebut tahun 2020.

"Insya Allah, karena kita harus melakukan akuisisi ini, kita akan jalankan penuh kehati-hatian, tapi juga secara cepat, karena kita perlu lakukan tahun ini. Ini right time to buy, untuk akuisisi," jelas Nicke.

Dirinya mengakui, ada sedikit trauma permasalahan hukum dalam melakukan proses akuisisi ini, sehingga pihaknya meminta perlindungan dari aparat penegak hukum di tahap awal.

Hal itu dikarenakan, apa yang dilakukan Pertamina adalah bagian dari menjaga ketahanan energi nasional.

"Kita hati-hati, kita gandeng semua pihak, sekarang pun kita konsultasi tiap minggu dengan komisaris, jadi jangan sampai ada lagi perbedaan pandangan, pemegang saham, lalu pak Presiden, Menteri Luar Negeri kita semua libatkan," jelas Nicke.

Nicke bilang, jika tidak segera melakukan akuisisi, maka cadangan migas akan habis dan operasional perusahaan akan terganggu.

"Jadi dengan akuisisi ini langsung mendapatkan peningkatan cadangan dan produksi. Karena RTP Pertamina itu 7 tahun, bisa dibayangkan kalau nggak melakukan atau menemukan cadangan baru atau tidak akuisisi perusahaan migas dengan cadangan besar maka dalam 7 tahun cadangan ini akan habis," ujarnya.

 

Saksikan video di bawah ini:


Alasan Indonesia Harus Punya Kilang Meski Permintaan Minyak Terus Turun

Petugas lapangan memantau Area Tanki LPG (Spherical Tank) di kawasan kilang RU V Balikpapan, Kalimantan, Kamis (14/05). Kilang RU V merupakan kilang pengolahan minyak Pertamina terbesar ke-2 di Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Pembangunan kilang minyak atau Refinery Development Master Plan (RDMP) dinilai tetap penting meskipun dalam kajian Pertamina, permintaan akan minyak akan terus menurun.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, pembangunan kilang minyak tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan mendukung percepatan produksi minyak sesuai dengan target pemerintah mencapai produksi minyak hingga 1 juta barel di tahun 2026 mendatang.

"Banyak yang bertanya kenapa RDMP ini tetap dibangun padahal oil demand akan turun? Jangan lupa, kita bangun kilang sebagian besar itu kita lakukan improvement dari kilang eksisting untuk meningkatkan kualitas produk," jelas Nicke dalam webinar, Minggu (26/7/2020).

Sebagai informasi, saat ini standar bahan bakar Euro 4, yang ramah lingkungan, sedang gencar dicanangkan pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Nicke bilang, kualitas produksi kilang eksisting masih belum memenuhi standar tersebut dan pasokannya juga belum mencukupi permintaan domestik.

"Saat ini, produksi kita masih Euro 2 sebagian besar. Padahal tuntutan dunia dari segi lingkungan itu Euro 4 dan Euro 5," jelas Nicke.

Pembangunan kilang minyak tersebut nantinya akan diintegrasikan dengan petrokimia. Selain peningkatan kualitas kilang eksisting untuk mencapai target 1 juta barel, akuisisi perusahaan minyak dan gas dengan aset besar juga penting dilakukan.

Hal itu dikarenakan reserve to production (RTP) Pertamina saat ini adalah 7 tahun, sehingga jika perusahaan tidak segera mencari cadangan minyak baru atau melakukan akuisisi dengan perusahaan lain, maka cadangan eksisting akan habis dalam 7 tahun.

"Akusisi ini cara cepatnya, jadi langsung mendapatkan peningkatan cadangan dan produksi," jelas dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya