Liputan6.com, Jakarta - Executive General Manager Bandara Internasional Soekarno-Hatta Agus Haryadi meminta calon penumpang pesawat yang akan pergi ke luar negeri untuk melihat secara rinci syarat kesehatan di negara tujuan. Hal ini karena setiap negara memiliki protokol kesehatan Covid-19 yang berbeda-beda.
"Calon penumpang keberangkatan internasional harus lebih update. Sekarang keberangkatan internasional setiap negara berbeda-beda tergantung negara tujuan," kata dia dalam diskusi virtual via YouTube BNPB, Senin(27/7/2020).
Advertisement
Menurut Agus memperkaya informasi akan syarat dan ketentuan yang berlaku di negara tujuan mutlak dilakukan. Mengingat terdapat beberapa negara yang mengharuskan pendatang untuk memiliki sejumlah dokumen kesehatan yang menyatakan paparan negatif Covid-19.
Sebaliknya, sambung Agus, ada juga negara tujuan yang tidak mengharuskan pendatang membawa dokumen kesehatan yang menyatakan bebas dari paparan negatif virus mematikan asal Wuhan. "Jadi, tiap-tiap negara itu beda. China dan negara Asia lainnya tidak sama," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Korea Selatan
Contohnya Korea Selatan, di mana tidak mengharuskan pendatang untuk membawa sejumlah dokumen kesehatan bebas Covid-19. Namun, pemerintah setempat itu mewajibkan seluruh pendatang untuk mengikuti test PCR atau swab virus Covid-19 di negaranya.
Bahkan, pemerintah negeri ginseng tersebut juga tetap memberlakukan aturan karantina mandiri selama 14 hari kepada siapapun pendatang di masa pandemi ini. Ironisnya pendatang akan dikenakan tarif untuk biaya PCR dan hotel atau tempat penginapan untuk karantina mandiri.
"Kalau tidak siap untuk mengikuti ketentuan. Maka akan ditolak memasuki negara tersebut," imbuhnya.
Advertisement
Hong Kong
Aturan berbeda diterapkan di Hong Kong, di mana pemerintah setempat mensyaratkan seluruh pendatang mengantongi sejumlah dokumen kesehatan yang menyatakan bebas dari paparan negatif virus mematikan asal Wuhan.
Selain itu, per tanggal 25 Juli kemarin otoritas juga memangkas batas berlaku PCR yang hanya menjadi tiga hari.
Pun, lembaga kesehatan yang mengeluarkan hasil PCR juga harus sesuai dengan rekomendasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Di Indonesia sendiri, ujarnya baru ada 182 lembaga kesehatan yang telah memenuhi rekomendasi Kemenkes.
"Jadi pesannya, kita harus pelajari. Karena sekali lagi kita aturan tiap negara berbeda-beda," tukasnya.
Reporter: sulaeman
Sumber: Merdeka.com