Liputan6.com, Jakarta - Harga emas menyentuh rekor tertinggi pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga emas adalah kekhawatiran akan pandemi Corona serta ketegangan AS-China.
Mengutip CNBC, Selasa (28/7/2020), harga emas di pasar spot naik 1,9 persen me level USD 1.938,11 per ounce, setelah perdagangan sebelumnya melonjak ke USD 1.943,92 per ounce. Level tersebut melampaui rekor harga tertinggi yang ditetapkan sebelumnya pada September 2011.
Advertisement
Sedangkan untuk harga emas berjangka ditutup naik 1,9 persen menjadi USD 1.931,00 per ounce.
Kepala analis UBS Mark Haefele menjelaskan, ada tiga sentimen yang mendorong kenaikan harga emas sehingga mencetak rekor tertinggi.
Sentimen pertama yang mendorong harga emas adalah adanya ketegangan geopolitik antara AS dengan China. Memang, AS-China saling berbalas kebijakan pada pekan kemarin.
Tiongkok memerintahkan AS untuk menutup konsulatnya yang berbasis di Chengdu. Langkah tu sebagai balasan karena AS menutup konsulat China yang berbasis di Houston.
Sementara sentimen kedua yang menjadi pendorong harga emas adalah korelasi negatif antara suku bunga riil dan dolar AS. Dalam sebuah catatan yang beredar, analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar mengatakan penurunan yield riil 10-tahun AS telah menjadi pendorong paling penting kenaikan harga emas.
"Selain itu, harga emas juga naik karena pasokan terbatas karena produsen terus menahan belanja modal," kata dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Harga Emas Bakal Tembus USD 2.000 per Ounce Jika AS-China Makin Memanas
Sebelumnya, para analis menyebutkan sulit untuk menghentikan lonjakan harga emas mendekati USD 2000 per ounce.
Hal ini disebabkan ketegangan yang berlanjut antara AS dan China, dolar AS yang melemah, penurunan imbal hasil, stimulus fiskal tambahan, serta masih naiknya kasus COVID-19. Semuanya merupakan pendorong signifikan di balik melonjaknya harga emas pekan lalu.
Dikutip dari Kitco News, Senin (27/7/2020), pada Jumat pekan lalu, harga emas berjangka COMEX diperdagangkan pada USD 1.899, naik 0,52 persen. Hanya dalam lima hari perdagangan, harga emas naik lebih dari USD 80 dan mengalami kenaikan selama tujuh pekan berturut-turut.
"Saya tidak melihat solusi cepat untuk ketegangan antara AS dan China, saya tidak melihat solusi cepat untuk masalah pandemi, dan saya tidak melihat solusi cepat untuk kekhawatiran global yang berasal dari peningkatan stimulus dan peningkatan utang, " ujar Direktur pelaksana RBC Wealth Management, George Gero.
Tensi geopolitik AS-Cina berakibat pada melemahnya Dolar AS. Adapun Dolar tercatat melemah 0,3 persen, setelah mencapai posisi rendah hampir dua tahun sebelumnya. Ini membuat harga emas lebih murah untuk pemegang mata uang lainnya.
Baca Juga
Menurut analis, jika pekan ini emas menembus USD 1.920, maka tendensinya bisa mencapai angka yang lebih bulat, seperti USD 2000 per ounce.
"Kami semakin mendekati USD 1.920, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa dari 2011. Jika kami mendobraknya, kami seharusnya melihat lebih banyak pembelian daripada pengambilan keuntungan. Kecuali jika ada pembalikan lengkap dan semuanya kembali normal, kami terus menuju emas USD 2.000," kata wakil presiden senior di pedagang logam mulia MKS SA., Afshin Nabavi.
Senada dengan Nabavi, kepala strategi pasar SIA Wealth Management, Colin Cieszynski menyatakan setuju, bahwa “Kami semakin dekat dengan level tertinggi sepanjang masa. Jika emas menembus USD 1.920, level USD 2.000 akan berada dalam jarak yang sangat dekat. Secara keseluruhan, trennya tetap positif," katanya.
Advertisement