Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020 akan dilaksanakan sekitar 100 hari lagi. Siapapun presiden yang terpilih, dinilai memiliki dampak bukan pada warga Amerika Serikat sendiri tetapi juga pada dunia.
Sebab, keputusan presiden Amerika Serikat punya dampak jelas. Selain itu, pilpres ini cukup menarik karena berlangsung di tengah pandemi Corona COVID-19 di seluruh dunia.
Baik secara langsung maupun tidak, kawasan Amerika Serikat dinilai sangat penting bagi Indonesia, terutama dalam urusan perdagangan. Hal ini disampaikan oleh Siswo Pramono Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK).
Baca Juga
Advertisement
Indonesia yang masuk dalam kawasan Asia dinilai oleh Siswo Pramono memiliki peran besar dalam urusan perdagangan negara-negara di Benua Amerika, terutama Amerika Serikat.
Dalam data yang disampaikan, Siswo Pramono menjelaskan bahwa nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat cukup besar yaitu 10,46 persen.
"Bahkan, nilai ekspor Indonesia ke Amerika jauh lebih besar dibandingkan dengan seluruh negara-negara di Uni Eropa yang berada di angka 8,48 persen," ujar Siswo dalam web seminar pada Selasa (28/7/2020) yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI).
Meski demikian, pandemi ini memiliki dampak pada sistem perdagangan dunia termasuk Indonesia ke negara-negara lain. Menurut Siswo, dampak pandemi ini bisa mempengaruhi hingga empat tahun mendatang. Namun, ia menyebut early recovery diprediksi pada akhir 2021.
"Karena dalamnya dampak pandemi ini, ini bisa berdampak hingga 2024 atau 2025. Meskipun dampaknya akan semakin kecil. Namun yang terberat bagi perdagangan adalah 2021, 2022, 2023," jelas Siswo.
"Kita lihat bahwa AS terkontrasi hingga 8 persen dan nanti reborn-nya akhir tahun depan 4,5 persen," tambahnya.
Pasar Amerika dihitung dari indeks quarter empat 2019, engagement 100 jika tidak terjadi double hit akan recovery dan jika tidak maka akan lama terjadinya. Saat ini angka pengangguran di Amerika Serikat mengalami peningkatan.
Ini juga harus kita perhatikan dalam menjalankan perdagangan di tengah pandemi Virus Corona.
Dalam Kebijakan Administrasi 2017 hingga 2020, Donald Trump selalu menyerukan slogannya yaitu 'American First' dalam sistem ekonomi dan perdagangan selama masa kampanyenya.
Dalam kebijakannya Trump juga menekankan proteksionisme yang bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri dengan peningkatan tarif impor.
Siswo juga memaparkan bahwa ekonomi Amerika Serikat menjadi ancaman bagi negara-negara di kawasan. Hal ini didapatkan dari survei persepsi publik di sejumlah negara seperti Meksiko, Argentina hingga Brasil.
Pola-pola kebijakan Amerika Serikat ini berdampak negatif pada negara di kawasan.
"Elektabilitas calon presiden dari data yang disampaikan oleh CNN menunjukkan bahwa Biden lebih unggul."
"Namun, apapun itu posisi kandidat dalam perdagangan punya pandangan yang cukup sama. Donald Trump dan Biden melihat China itu sebagai ancaman dan tak baik bagi petani Amerika Serikat. Ia ingin lebih banyak domestik manufacturing dan bergantung pada China."
Siswo menilai siapapun presiden terpilih, perang dagang antara China dan Amerika Serikat akan terus berlanjut di masa mendatang.
"Ini adalah satu kunci yang harus kita lihat di masa mendatang. Ini bisa berubah tapi untuk saat ini 60 persen hubungan AS-China ini akan penuh rivalitas siapapun presidennya."
Dalam urusan tarif produk terhadap China, masing-masing kandidat punya pandangan tersendiri. Menurut Siswo, Biden akan menghapus tarif produk argikultural. Sementara Trump lebih berupaya agar petani lokal tidak terimbas dari harga-harga produk dari China.
Analisis dari Siswo menyebutkan bahwa; Siapapun yang akan memenangkan pemilu Amerika Serikat 2020, persaingan dagang dengan China akan terus terjadi berdasarkan alasan masing-masing kandidat.
Simak video pilihan berikut:
Prediksi Perdagangan RI-AS
Meski begitu, Siswo punya pandangan baik terhadap perdagangan Amerika Serikat dan Indonesia di masa mendatang.
"Impor AS dari dunia pada Februari 2020 turun 4,04 persen. Dibading periode yang sama tahun 2019. Sementara impor Amerika Serikat dari Indonesia untuk Februari 2020 naik 6,2 persen."
"Jadi saat impor AS terhadap negara-negara dunia turun, malah dari Indonesia naik. Tentunya hal ini yang harus kita kapitalisasi sebagai prospek ke depan."
"Ditambah lagi dengan adanya kesepakatan antara Indonesia dan AS untuk meningkatkan total perdagangan dari US$ 26,98 miliar menjadi US$ 60 miliar pada tahun 2024. Pihak AS menginginkan adanya pengurangan defisit perdagangan AS terhadap Indonesia."
Advertisement
Memanfaatkan Perang Dagang 2 Negara Besar
Siswo menilai dengan adanya peluang bagi negara-negara lain untuk meningkatkan kerja sama dengan Amerika Serikat.
"Jika AS sudah memasang tarif tinggi terhadap China, maka ada kesempatan bagi negara-negara lain untuk masuk ke AS yang tarifnya lebih rendah. Ini peluang tapi juga tantangan" ujar Siswo.
"Disebutkan tantangan, lantara bukan hanya Indonesia yang hendak masuk tetapi juga ada banyak seperti Vietnam, Malaysia, Thailand dan lainnya."
Siswo juga mengatakan ada peluang lain dimana Indonesia harus bisa melihat jelas produk China apa saja yang terkena dampak tarif tersebut apa saja. Sehingga bisa menggantikan produk itu.