Liputan6.com, Jakarta - Penggagas Foreign Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, menyebut Donald Trump akan kalah dalam pemilihan presiden Amerika Serikat 2020.
"Saya begitu yakin bahwa Donald Trump akan kalah. He will lose," ujar Dino Patti Djalal.
"Saat ini sudah beda dengan Pemilu 2016. Feel good factor-nya sudah hilang. Di AS itu kan ada feel good factor yang sangat menentukan. Kalau orang Amerika sudah merasa tidak puas, maka mereka akan 'ganti kuda'," tambahnya.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Dino, pemilu Amerika Serikat adalah pilpres yang penting di dunia. Ia menilai penting lantaran dampaknya terasa secara langsung pada Indonesia.
"Kebijakan luar negeri Amerika Serikat akan berdampak pada lingkungan strategis kita," ujar mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ini.
Dalam pemaparannya di acara webseminar yang diselenggarakan oleh FPCI, Dino Patti Djalal mengakui, di bawah kepemimpinan Donald Trump, pengangguran di Amerika Serikat turun menjadi 3,5 persen -- salah satu angka terendah dalam 50 tahun terakhir.
"Dengan ukuran itu, seharusnya ia terpilih lagi sebelum Corona COVID-19 datang," kata Dino.
"Dia sangat melakukan hal yang sangat baik pada masalah politik dan ekomoni. Namun, itu semua akan hilang sekarang. Pengangguran yang turun 3,5 persen, sekarang jadi liabilitas dia. Karena sekarang naik lagi menjadi 27 juta orang karena pandemi."
Dino juga menilai faktor lain yang membuat posisi Trump terpuruk adalah kasus George Flyod kemarin yang mempengaruhi ekonomi Amerika Serikat.
"Dari berbagai alasan tadi, saya sudah yakin bahwa Donald Trump will lose, no matter what he does. Jadi kita perlu antisipasi bahwa Joe Biden yang saya prediksi naik sebagai presiden," jelasnya.
Simak video pilihan berikut:
Perubahan pada Amerika Serikat
Dalam pemaparannya di web seminar bersama FPCI, Dino juga berbagi pengalamannya selama menjadi duta besar untuk Amerika Serikat. Ia menilai banyak hal yang sudah berubah dari AS.
"Amerika Serikat yang pernah saya tempati dulu sangat berbeda dengan AS yang saya lihat hari ini. Saya juga banyak sahabat asal Amerika Serikat yang memiliki pandangan yang sama," kata Dino.
"Bagaimana cara White House mengatasi dan menanggapi berbagai sikap dan perilaku publik. Sampai-sampai kita seperti tidak tahu dengan Amerika Serikat lagi," tambahnya.
Dino juga mengutip pernyataan dari seorang profesor Amerika Serikat yang menyatakan keterpurukan demokrasi di AS.
"Yang tadinya champion of democracy kini menjadi sick of democracy," ujarnya.
Ia juga menilai bahwa di posisi saat ini Amerika Serikat sudah kehilangan kredibilitas, kepercayaan, kepemimpinan, kehormatan atau bahkan cinta.
Advertisement
Sisi Lain Kekuatan Donald Trump
Dari pandangan lain, Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menilai Donald Trump masih memiliki kekuatan. Masyarakat AS berkulit putih dari kalangan menengah ke atas dianggap oleh Hikmahanto merupakan pendukung kuat dari Trump.
"Masyarakat kulit putih dari kalangan ekonomi menengah ke atas menilai bahwa sosok semacam Trump inilah yang betul-betul presiden," jelas Hikmahanto.
"Sangat tampil, tidak memikirkan kepentingan negara lain tapi negara sendiri, sehingga warga mendapatkan lapangan pekerjaan."
"Namun yang jadi pertanyaannya, apakah warga dari kalangan menengah ke atas ini akan berubah? Mungkin akan ada yang berubah. Tetapi ada juga yang dianggap menilai Trump adalah sosok yang mewakili mereka."
Pada poin lain, Hikmahanto menilai lobi dari Yahudi masih menjadi kekuatannya. Selama Trump memegang kursi kepemimpinan, ia menilai lobi Yahudi tetap jalan.
"Trump mengambil satu tindakan yang dianggap berani yang dimana menguntungkan Israel. Seperti contoh pemindahan kedutaan besar dan tindakannya terhadap Palestina."
"Dari lobi Yahudi ini kan yang saya lihat nantinya akan berujung pada uang. Kalau lobi Yahudi ini masih ada di belakang Trump, bukan tidak mungkin ia akan terpilih kembali menjadi presiden Amerika Serikat."
Lalu, ada kekuatan media yang dinilai bisa jadi kekuatan Trump. Secara terbuka Trump mengatakan bahwa ia tidak menyukai CNN dan sebagian lainnya.
"Tapi, Foxnews adalah andalan Trump. Pemberitaan dari media pendukung Trump ini bisa menjadi sarana baik baginya."
"Selain itu, sistem demokrasi di AS yang tidak mengadopsi popular vote, melainkan elektroral. Empat tahun lalu kita tahu bahwa Hillary Clinton meraup suara yang banyak. Namun, sistem di AS berbeda."
Hikmahanto Juwana menyatakan bahwa ia tidak bisa memprediksi siapa yang akan menjadi pemenang pemilu AS 2020. Ia menyebut tergantung dari Trump apakah bisa memainkan variabel-variabel yang ia sampaikan tadi.