Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan subtitusi impor mencapai 35 persen pada 2022. Adapun caranya dengan memaksimalkan penerapan program Making Indonesia 4.0 di tujuh sektor industri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan saat ini tujuh sektor yang terpilih tersebut tengah bersiap melakukan revolusi industri 4.0. Diantaranya elektronik, kimia, otomotif, makanan dan minuman, tekstil dan busana, farmasi, serta alat kesehatan.
Advertisement
"Maka dari ketujuh sektor tersebut kita harapkan dapat mempercepat subtitusi impor mencapai 35 persen pada 2022 nanti," kata dia dalam webinar bertajuk Mid-Year Economic Outlook 2020, Selasa (28/7).
Agus mengatakan tingginya capaian target subtitusi impor demi mengatasi sejumlah permasalahan yang kerap menerpa pelaku usaha di Tanah Air. Yakni kurangnya pendalaman struktur industri, rendahnya kemandirian akan penyediaan bahan baku dan produksi, regulasi dan insentif yang belum mendukung, dan belum optimalnya program P3DN.
"Ini yang kami inginkan adanya tackle. Sebab, pada tahun lalu realisasi nilai impor industri pengolahan saja mencapai 88 persen," tegas dia.
dan kami percaya kebijakan program subtitusi impor mendorong pendalaman struktur industri," tambahnya.
Selain itu, adanya pandemi Covid-19 di hampir seluruh wilayah Indonesia juga membuat utilisasi industri kian tertekan. Maka dari itu, secara bertahap pihaknya menargetkan tingkat utilisasi mencapai 85 persen pada 2022 nanti.
"Sekarang utilisasi sudah berada pada titik 49,5 persen. Dan pada 2021 sebesar 75 persen hingga sebesar 85 persen di 2022," ujarnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Impor Indonesia di Juni 2020 Naik USD 10,76 Miliar
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan nilai impor Indonesia Juni 2020 mencapai USD 10,76 miliar atau naik 27,56 persen dibandingkan Mei 2020. Namun demikian, dibandingkan Juni 2019 turun 6,36 persen.
“Impor migas Juni 2020 senilai USD 0,68 miliar atau naik 2,98 persen dibandingkan Mei 2020, namun dibandingkan Juni 2019 turun 60,47 persen,” terang Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto, Rabu (15/7/2020).
Di Depan Komisi V DPR Sementara impor nonmigas Juni 2020 mencapai USD 10,09 miliar atau naik 29,64 persen dibandingkan Mei 2020. Dibandingkan Juni 2019 juga naik 3,12 persen.
Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Juni 2020 adalah Tiongkok senilai USD 18,14 miliar (28,63 persen), Jepang USD 6,09 miliar (9,61 persen), dan Singapura USD 4,21 miliar (6,64 persen).
Advertisement
Sebelumnya
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada Juni 2020 mencapai USD 12 miliar. Angka ini meningkat 15,09 persen jika dibandingkan Mei 2020 yang sebesar USD 10,53 miliar.
Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto mengatakan capaian tersebut terjadi karena peningkatan migas sebesar 3,80 persen. Namun, lanjut Kecuk, untuk ekspor nonmigas jauh lebih tinggi yakni 15,73 persen.
Jika dibandingkan pada periode yang sama pada 2019, nilai ekspor Juni 2020 tumbuh 2,2 persen dengan ekspor yang tumbuh ada non migas naik sebesar 3,63 persen. Di sisi lain, ekpor migasnya mnegalami penurunan 18,52 persen karena ada penurunan ekspor minyak mentah, penurunan ekspor hasil minyak dan juga gas.
“Tetapi kalau dilihat disini, perkembangan ekspor bulan ini sangat menggembirakan karena mtm-nya naik 15,09 persen, yan yoy nya naik 2,28 persen,” ujarnya alam video conference di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
“Ini tentunya tren yang sangat menggembirakan. Dan kita berharap bahwa ekspor kita ke depan akan terus naik dan peningkatan in tidak hanya terjadi di bulan Juni tetapi juga di bulan -bulan berikutnya,” sambung Kecuk.