Liputan6.com, Jakarta Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang diterapkan Kemendikbud dirasa berat bagi sebagian siswa. Sinyal internet yang terbatas hingga mahalnya kuota membuat sebagian orangtua menjerit.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudin angkat bicara mengenai kasus tersebut. Menurutnya perlu ada kerja sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memetakan siswa mana saja yang membutuhkan bantuan internet gratis.
Advertisement
"Menurut saya, perlu adanya kerjasama yang erat antara pusat daerah. Bukan untuk membuat regulasi lagi, namun untuk memetakan dengan lengkap mana siswa dan guru yang benar-benar membutuhkan bantuan," kata Hetifah pada Liputan6.com, Selasa (28/7/2020).
Menurutnya dengan adanya data pasti, penyaluran bantuan akan tepat sasaran. "Tujuannya agar bantuan-bantuan ini bisa disalurkan tepat sasaran dan dengan skala prioritas," jelasnya.
Komisi X selaku mitra kerja Kemendikbud menilai, Kemendikbud sudah melakukan berbagai upaya untuk meringankan beban kuota internet siswa.
"Kemendikbud telah bekerja sama dengan beberapa provider untuk memberikan kuota murah atau bahkan gratis bagi pendidikan. Dana BOS juga sekarang boleh digunakan untuk itu. Beberapa kelompok masyarakat juga sudah berinisatif gotong-royong memberikan donasi bagi mereka yang membutuhkan," paparnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
PJJ Dinilai Tidak Efektif
Sementara itu, Plh Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyebut, proses belajar mengajar selama pandemi belum ideal bagi siswa.
Kemendikbud dinilai tidak berperan lantaran sistem belajar ditentukan masing-masing sekolah. Selain itu, pembelajaran jarak jauh (PJJ) juga tak efektif lantaran Kemendikbud tidak menyediakan fasilitas apa pun.
"Walau ada kegiatan belajar mengajar jarak jauh yang diatur sekolah, namun Kementerian Pendidikan tidak memberikan fasilitas apa pun. Terkesan mereka menganggap bahwa semua siswa dan orangtuanya memiliki akses untuk belajar online," jelasnya.
Lebih lanjut Saleh menambahkan, bahwa tidak pernah terdengar kalau Kementerian Pendidikan memikirkan agar paket data internet tidak memberatkan ekonomi keluarga siswa. Atau paling tidak, seperti di negara tetangga, paket data tersebut disubsidi.
Oleh sebab itu dia menyarankan agar anggaran kegiatan program organisasi penggerak (POP) digunakan untuk mensubsidi internet siswa saja.
"Jangan heran, anggaran kegiatan program organisasi penggerak (POP) saja mencapai Rp 595 Miliar. Di tengah pandemi seperti ini, uang sebanyak itu sangat berarti untuk membantu masyarakat. Sayang sekali tidak dimanfaatkan secara bijaksana," ungkapnya.
Advertisement