Turki Sahkan Undang-Undang Baru, Konten Media Sosial Kini Dikendalikan Pemerintah

Parlemen Turki pada 29 Juli 2020 mengesahkan undang-undang yang memberi otoritas negara tersebut lebih banyak wewenang untuk mengendalikan konten di media sosial.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 30 Jul 2020, 14:03 WIB
Ilustrasi viral di media sosial. (iStockphoto)

Liputan6.com, Ankara- Parlemen Turki mengesahkan undang-undang yang memberi otoritas di negara tersebut lebih banyak wewenang untuk mengendalikan konten di media sosial.

Perusahaan media sosial seperti Facebook dan Twitter dalam undang-undang tersebut diwajibkan untuk memiliki perwakilan di Turki yang ditugaskan menangani pengaduan tentang konten di platform mereka.

Denda besar akan diberikan kepada mereka yang tidak dapat menunjuk perwakilan, larangan iklan, dan pengurangan bandwidth yang akan membuat penggunaan jaringan media sosial begitu lambat sehingga tidak praktis, seperti dikutip dari DW, Kamis (30/7/2020).

Selain itu, sanksi juga akan dikenakan jika konten yang ditemukan tidak dapat diterima tidak dihapus atau diblokir dalam kurun waktu 24 jam.

Tak hanya itu, undang-undang baru itu juga akan mengharuskan data pengguna dari jaringan media sosial untuk disimpan di Turki.

Sementara menurut para pengkritik, undang-undang tersebut akan meningkatkan sensor dan membantu meredam perbedaan pendapat di negara yang telah dikenal sering memblokir konten online yang tidak disetujui pemerintah.

Undang-undang itu "akan memberi negara alat yang kuat untuk menegaskan lebih banyak lagi kendali atas lanskap media," kata juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menjelang pemungutan suara di parlemen.

Namun, kelompok aktivis yang bermarkas di New York, Human Rights Watch, pada 27 Juli memberikan peringatan bahwa undang-undang itu akan menandakan "era gelap baru pada sensor online."

Saksikan Video Berikut Ini:


Seruan dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

Ilustrasi Media Sosial. KreditL Photo Mix from Pixabay

Sebelumnya, undang-undang itu diserukan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang menyebutkan bahwa ia ingin menghapus konten tidak bermoral di media sosial.

Menurut pendapat Pemerintah Turki, undang-undang tersebut bertujuan untuk memerangi kejahatan dunia maya dan melindungi para pengguna di negara mereka.

Undang-undang ini juga didukung oleh partai yang merepresentasikan Presiden Erdogan, yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan (AK), yang memiliki mayoritas kursi di parlemen dengan mitra koalisi juniornya, Partai Gerakan Nasionalis (MHP).

Menurut Asosiasi Kebebasan Berekspresi Turki, negara tersebut sudah menjadi negara yang mengeluarkan paling banyak permintaan untuk menghapus konten di Twitter, dan pemblokiran pada lebih dari 408.000 situs web.

Selama tiga tahun, pihak berwenang Turki juga sempat memblokir laman Encyklopedia Wikipedia, sampai pengadilan tertinggi negara tersebut memutuskan bahwa hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berekspresi.

Selain itu, Turki juga merupakan negara yang memiliki jumlah jurnalis yang dipenjara tertinggi di dunia, banyak dari mereka diketahui ditangkap dalam tindakan keras menyusul kudeta yang gagal pada tahun 2016.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya