Liputan6.com, Jakarta - Menurut ILO (Internasional Labour Organization) pada 2006, pekerjaan di sektor maritim adalah salah satu yang membutuhkan cukup banyak sumber daya manusia.
Berdasarkan data FHO tahun 2004, terdapat 35 juta pekerja sektor maritim di dunia dan 27 pekerja yang bekerja di perikanan tangkap. Dalam Kementerian Perhubungan, Indonesia sendiri tercatat memiliki 1.172.508 pelaut dengan 3.500 lulusan akademi maritim dan 1.862 lulusan kapal perikanan setiap tahunnya.
Advertisement
Di tengah pandemi COVID-19 saat ini, pekerja sektor maritim adalah salah satu pekerjaan yang memiliki kemungkinan terinfeksi virus tertinggi. Hal ini dikarenakan banyaknya ABK (Anak Buah Kapal) yang berasal dari seluruh penjuru negeri.
Berada di tengah laut, yang artinya mereka kian sulit mendapatkan tindak medis memadai.
"Di tengah maraknya isu penjualan manusia dan kerja paksa di bidang maritim, isolasi COVID-19 menyebabkan meningkatnya isu tersebut," ujar Marina Colby, perwakilan dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat, dalam diskusi virtual bertajuk 'Perlindungan Bagi Awak Kapal dari Pandemik COVID-19 dan Perdagangan Orang', Kamis (30/7/2020).
Dalam menanggulangi kasus tersebut, pemerintah meminta kepada para operator kapal untuk memenuhi kriteria kepatuhan HAM perikanan terhadap ABK. Berlandaskan pada UU No. 18 Tahun 2017 yang dinaungi oleh Kemnaker tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Upaya yang KKP Lakkan untuk Melawan COVID-19
Untuk mendapat Sertifikat HAM dari KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan), pengusaha perikanan harus memenuhi 7 kriteria terlebih dahulu, yaitu:
- Menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
- Tanggungjawab pengembangan masyarakat
- Mempekerjakan tenaga keamanan yang tidak melanggar HAM
- Memberikan jaminan sosial epada pekerja
- Memastikan sistem perekrutan pekerja
- Tidak menimbulkan kerusakan lingkungan
- Tidak melakukan pengambilan lahan
Dalam fokus terhadap kasus COVID-19, maka operasional kapal harus memperhatikan 4 poin teratas untuk menghindari penyebaran COVID-19.
Dalam mengimplementasikan sistem HAM tersebut, KKP akan melakukan kolaborasi dan dibantu dengan pihak yang memiliki fokus yang sama seperti ILO, IMO, PLAN Indonesia dan FIHRRST. Dari kolaborasi tersebut, pemerintah ingin memastikan bahwa ke depannya akan ada kepatuhan PKL (Perjanjian Kerja Laut), perjanjian antar pemilik kapal dan ABK, seperti melakukan perjanjian untuk mengasuransikan seluru ABK yang mereka pekerjakan.
Pelabuhan perikanan juga diminta untuk melakukan protokol kesehatan bagi awak kapal perikanan yang ditetapkan oleh Dirjen dan Menteri KP melalui edaran menteri no. 12 tahun 2019 untuk mencegah penyebaran COVID-19 pada kapal perikanan.
"Dan sampai saat ini, sudah 30 lokasi dengan total kapal 4.247 (sekitar 40% dari jumlah kapal perikanan yang ada) yang sudah KKP lakukan penyemprotan disinfektan, fasilitas kebersihan tangan seta pembagian APD," ujar Muhammad Iqbal, wakil direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan KKP, dalam diskusi virtual tersebut.
Nono Sumarsono, Direktur SAFE Seas projek mengatakan "Saya sangat berharap agar sistem HAM perikanan ini menjadi bersifat wajib, karena sejauh ini kita masih melihat ini baru pada tahapan sosialisasi dan himbauan. Saya kira harusada cut of datenya".
Nono Sumarsono merasa bahwa gagasan KKP merupakan gagasan yang sangat bagus dan pasti berpengaruh jika itu benar benar bisa dijalankan.
Reporter:Vitaloca Cindrauli Sitompul
Advertisement