KPK Tahan Orang Kepercayaan Bekas Bupati Malang

EAT ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 30 Juli 2020 sampai 18 Agustus 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jul 2020, 21:26 WIB
Tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi bersama Bupati Malang periode tahun 2010-2015 dan periode 2016–2021 Eryck Armando Talla (rompi orange) digiring petugas saat dihadirkan pada rilis penetapan masa penahanan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/7/2020). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Eryck Armando Talla (EAT) terkait kasus korupsi yang menyeret mantan Bupati Malang Rendra Kresna (RK). Eryck merupakan orang kepercayaan RK yang diduga menerima gratifikasi.

"Setelah memeriksa saksi dengan jumlah 75 orang, KPK melakukan penahanan tersangka EAT," kata Ketua KPK Firli Bahuri melalui keterangannya, Kamis (30/7/2020).

EAT ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 30 Juli 2020 sampai 18 Agustus 2020 di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur.

"Tersangka EAT ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan RK dan telah diumumkan KPK sejak tanggal 10 Oktober 2018," ucapnya.

Firli menuturkan, tersangka RK sebelumnya juga telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim dan saat ini sedang menjalani hukuman dalam perkara Korupsi penerimaan suap terkait penyediaan sarana penunjang peningkatan mutu pendidikan pada Dinas Pendidikan pemerintah Kabupaten Malang TA 2011.

Firli menjelaskan, tersangka EAT merupakan kontraktor, dan memiliki perusahaan CV. TB, CV. TA, CV. NPT dan PT. AAP sejak tahun 2010-2015. Perkara ini bermula pada tahun 2010, setelah RK terpilih sebagai Bupati Malang, RK meminta EAT melakukan pengkondisian Pengadaan Barang dan Jasa dilingkungan Kabupaten Malang yang dilelang melalui e-Proc di LPSE Kabupaten Malang.

Atas permintaan tersebut EAT melakukan pengkondisian lelang dari tahun 2011 sampai 2013. Selain itu atas perintah RK, EAT juga mengumpulkan dan diduga menerima gratifikasi berupa uang terkait dengan fee dari para pemenang lelang Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan Tahun 2011 dan 2012.

EAT selaku orang kepercayaan RK sebagai Bupati Kabupaten Malang diduga secara bersama-sama dengan RK menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban RK selaku Bupati Malang tahun 2010-2015 dan 2016-2021.

"Penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat dan barang elektronik bahwa EAT selaku orang kepercayaan RK Bupati Malang dan kawan-kawan diduga menerima gratifikasi berupa uang dari sejumlah pihak," ucapnya.

Gratifikasi yang dimaksud ialah pengkondisian pengadaan barang dan jasa di seluruh Dinas seluruh Kabupaten Malang pada tahun 2011 sampai tahun 2013 dengan fee untuk Bupati dengan  jumlah beragam antara 7% sampai 15%.

Kemudian, menerima dan mengumpulkan fee-fee dari pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Pendidikan tahun 2011 dan tahun 2012 untuk  Bupati Malang RK.

"Teknis penerimaan dana tersebut, diterima melalui EAT selanjutnya atas persetujuan atau pengetahuan RK digunakan untuk kepentingan RK," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Terima Gratifikasi Rp 7,1 Miliar

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata bersiap membacakan rilis penahanan tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi bersama Bupati Malang periode tahun 2010-2015 dan periode 2016–2021, Eryck Armando Talla di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/7/2020). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Tersangka EAT, lanjut Firli, diduga berperan menerima fee-fee proyek dari rekanan untuk kepentingan RK. Penerimaan-penerimaan dana tersebut diberikan karena berhubungan dengan jabatan RK sebagai Bupati Malang.

"Jumlah total dugaan penerimaan gratifikasi oleh RK dari tahun 2010 sampai 2018 bersama-sama dengan Tersangka EAT berjumlah sekitar Rp7,1 Miliar," kata Firli.

Dia melanjutkan, bahwa RK dari tahun 2010 sampai 2018 bersama-sama dengan Tersangka EAT tidak melaporkan dugaan Gratifikasi yang ia terima kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhitung 30 hari kerja sejak diterimanya Gratifikasi tersebut.

Atas perbuatannya, EAT disangkakan bersama RK melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Firli menegaskan, perbuatan kepala daerah yang menerima gratifikasi adalah perbuatan yang melanggar sumpah jabatan seorang Kepala Daerah. Perbuatan ini sangat mencinderai rasa keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya.

"Untuk itu KPK mengingatkan untuk seluruh kepala daerah, agar tetap memegang teguh janji dan sumpah jabatan selaku kepala daerah dengan tidak melakukan praktek dan perilaku yang koruptif dengan kewenangan yang dimilikinya," pungkasnya.

 

Reporter : Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya