Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat (AS) telah masuk jurang resesi. Ekonomi Amerika Serikat (AS) mengalami kontraksi atau minus 32,9 persen secara tahunan pada kuartal II 2020. Ini merupakan penurunan terburuk sepanjang sejarah.
Dengan ekonomi yang minus ini, Amerika Serikat (AS) masuk jurang resesi. Pada kuartal I 2020 atau periode Januari hingga Maret, pertumbuhan ekonomi AS juga telah minus 5 persen.
Advertisement
Mengutip CNN Business, Jumat (31/7/2020), AS terjerumus dalam jurang resesi untuk pertama kalinya dalam 11 tahun. Bisnis yang berhenti akibat kebijakan lockdown untuk menghambat penyebaran virus Corona memusnahkan pertumbuhan ekonomi yang telah dicetak selama bertahun-tahun.
Resesi biasanya didefinisikan sebagai penurunan pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal secara berturut-turut hingga menyentuh angka minus. Di AS, ekonomi pada kuartal I minus 5 persen dan pada kuartal II minus 32,9 persen.
Namun resesi yang terjadi di AS saat ini bukan resesi biasa. Kombinasi krisi kesehatan dan ekonomi ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dampak yang terjadi terhadap warga Amerika Serikat (AS) sangat besar.
Pada April 2020, lebih dari 20 juta pekerjaan di AS lenyap. Hal tersebut terjadi ketika lockdown dan bisnis tutup. Sebagian besar negara bagian mengambil kebijakan tinggal di rumah.
Pademi Corona ini mendorong ekonomi AS berada di tebing. Resesi pada tahun ini hampir empat kali lebih buruk dibanding krisis keuangan sebelumnya. Sekedar mengingatkan, pada kuartal IV 2008 lalu, ekonomi AS terkontraksi atau minus 8,4 persen.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pertama Kali dalam 17 Tahun, Korea Selatan Masuk Jurang Resesi
Sebelumnya, Korea Selatan memasuki resesi untuk pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir. Ini karena ekspor anjlok imbas pandemi covid-19.
Bank of Korea mengumumkan bahwa produk domestik bruto negara itu turun 3,3 persen pada periode April-Juni dibandingkan kuartal sebelumnya, sebesar 1,3 persen. Ini adalah pertama kalinya ekonomi menyusut selama dua kuartal berturut-turut sejak 2003, dan penurunan kuartalan adalah yang paling curam sejak 1998.
Ekspor turun hingga 16,6 persen, dan merupakan penurunan paling tajam sejak 1963. Serta impor yang juga turun 7,4 persen. Sementara konsumsi swasta meningkat 1,4 persen karena pengeluaran yang lebih tinggi untuk barang tahan lama, seperti mobil dan peralatan rumah tangga.
"Perekonomian Korea telah menurun sejak Oktober 2017, dan goncangan covid-19 mempercepat laju penurunan ekonomi," kata direktur BOK Park Yang-soo seperti dilansir dari Nikkei, Kamis (23/7/2020).
Menteri Keuangan Hong Nam-ki mengatakan, penutupan ekonomi global selama pandemi ini telah menghentikan jalur produksi luar negeri perusahaan-perusahaan Korea di Vietnam dan India. Sehingga semakin membebani ekspor.
Resesi terjadi ketika Presiden Moon Jae-in berencana untuk menaikkan pajak properti dan penjualan untuk menjinakkan harga rumah yang melonjak, terutama di Seoul.
Kebijakan semacam itu memberi sedikit ruang bagi Bank of Korea (BOK) untuk melonggarkan kebijakan lebih lanjut. Ini karena risiko suku bunga yang lebih rendah memberikan terlalu banyak likuiditas di pasar perumahan.
Gubernur BOK Lee Ju-yeol mengatakan, pekan lalu penting untuk membiarkan aliran likuiditas melimpah ke sektor-sektor produktif. "Yang paling penting adalah kita memiliki banyak tempat produktif untuk menarik investasi," kata Lee dalam sebuah konferensi pers.
Lee mengatakan, PDB negara itu dapat berkontraksi lebih lanjut tahun ini. Lebih dalam dari perkiraan bank sentral yakni minus 0,2 persen pada bulan Mei.
Advertisement