BI Rate Turun Jadi 4 Persen, Kapan Bunga KPR Melandai?

Kebijakan penurunan BI7DRR atau suku bunga acuan BI menjadi 4 persen menjadi angin segar untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis properti.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 01 Agu 2020, 08:00 WIB
Pengunjung melihat maket rumah di pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4 persen. Penurunan ini tercatat sebagai rekor suku bunga acuan terendah sepanjang sejarah.

Kebijakan ini diambil bank sentral sebagai upaya mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Country Manager Rumah.com Marine Novita menyambut baik adanya kebijakan ini. Diharapkan, kebijakan tersebut bisa menggairahkan perekenomian nasional yang belakangan ini dalam kondisi negatif termasuk industri properti nasional.

Kebijakan penurunan BI7DRR menjadi 4 persen menjadi angin segar untuk mendongkrak pertumbuhan bisnis properti yang sedang mengalami stagnasi di tengah pandemi Covid-19.

“Adanya penurunan suku bunga BI menjadi 4 persen diharapkan bisa menjadi stimulus bagi industri properti Indonesia terutama dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi konsumen yang akan membeli hunian," kata dia dalam keterangan tertulis, Sabtu (1//8/2020).

Kalangan perbankan diharapkan bisa segera menyesuaikan suku bunga KPR dengan Suku Bunga Acuan BI sehingga minat masyarakat untuk membeli rumah dengan memanfaatkan KPR tetap terjaga di tengah pandemi ini.

Marine menambahkan bahwa secara historis, langkah BI menurunkan suku bunga acuannya memang tidak langsung diikuti oleh kalangan perbankan untuk menyesuaikan suku bunga KPR.

Oleh karena itu, walaupun suku bunga BI sudah turun namun industri properti nasional tidak bisa segera langsung merasakan dampak positifnya khususnya dalam hal transaksi pembelian properti dengan menggunakan KPR.

Namun demikian sebagian perbankan juga secara efektif telah menurunkan suku bunga yang dikemas dalam wujud promo sehingga walaupun counter rate belum banyak berubah tapi konsumen sudah dapat menikmati bunga yang lebih rendah dengan mengikuti program tertentu.

 


Promo

Sebuah maket perumahan di tampilkan di pameran properti di Jakarta, Kamis (8/9). Penurunan DP KPR rumah kedua dan ketiga juga turun masing-masing menjadi 20% dan 25%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Seperti halnya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) yang bekerjasama dengan Rumah.com menggelar BNI Griya Expo Online 2020 pada 17 Juli hingga 17 Agustus 2020. Dalam helaran ini, debitur hanya perlu membayar bunga saja selama 2 tahun pertama dan menawarkan Bunga KPR mulai 1 persen per tahun.

Pentingnya penurunan suku bunga KPR untuk menggairahkan industri properti tanah air sejalan dengan hasil survei Rumah.com Consumer Sentiment Study H2 2020, dimana 92 persen responden menyatakan bahwa besarnya cicilan bulanan menjadi faktor utama ketika ditanya hal apa yang dipertimbangkan ketika mereka akan mengambil KPR.

Faktor kedua yang menjadi pertimbangan utama adalah jangka waktu kredit dinyatakan oleh 83 persen responden sedangkan faktor ketiga yaitu tingkat suku bunga KPR yang dinyatakan oleh 73 persen responden. Tiga faktor utama tersebut serupa dengan hasil survei di periode sebelumnya.

Masih berkaitan dengan tingkat suku bunga KPR, Marine menjelaskan bahwa masyarakat berharap pemerintah mengambil tindakan dan kebijakan terkait lainnya terutama untuk mendorong transaksi pembelian dan penjualan properti. Mayoritas responden atau sejumlah 90 persen menginginkan pemerintah untuk menurunkan suka bunga KPR agar cicilan bulanan bisa lebih ringan.

Kebijakan ini diinginkan oleh lebih banyak responden dibandingkan penurunan besaran uang muka pembelian properti yang diambil ketika krisis sekarang yang dinyatakan oleh 72 persen responden. Hanya 29 persen responden yang ingin pemerintah bisa menunda pembayaran cicilan selama pandemi.


Uang Muka

Pengunjung melintasi maket perumahan pada Indonesia Property Expo (IPEX) 2019 di Jakarta Convention Centre (JCC), Sabtu (2/2). Kegiatan yang digelar 2-10 Februari itu menargetkan penyaluran kredit baru senilai Rp 6 triliun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 Besaran uang muka memang masih menjadi kendala utama yang dihadapi oleh masyarakat ketika mengambil KPR. Ketidakmampuan untuk membayar uang muka dinyatakan oleh 51 persen responden ketika ditanya kesulitan yang dihadapi saat mengambil pinjaman membeli rumah.

Sementara kendala lainnya adalah gaji atau pendapatan yang tidak stabil sehingga menjadi penghambat mengambil cicilan rumah dimana hal ini dinyatakan oleh 46 persen responden.

Faktor lain yang menjadi pertimbangan para debitur KPR adalah kepastian besaran cicilan bulanan sehingga merupakan alasan utama konsumen untuk memilih KPR Syariah dibandingkan KPR Konvensional yang dinyatakan oleh 74 persen responden. Sementara 70 persen responden lainnya memilih KPR Syariah dengan pertimbangan keyakinan agama.

Dua alasan utama tersebut menjadi penyebab kenaikan preferensi konsumen untuk memilih KPR Syariah dari 29 persen responden pada Semester 1/2020 naik menjadi 35 persen responden pada Semester 2/2020. Sebaliknya peminat KPR Konvensional mengalami penurunan dari 37 persen responden pada Semester 1/2020 turun menjadi 29 persen responden pada Semester 2/2020.

Jika didasarkan pada besaran penghasilan, mereka yang berpenghasilan rendah mayoritas lebih memilih pembiayaan dengan KPR Syariah atau sekitar 40 persen responden dibandingkan yang memilih KPR Konvensional yaitu sekitar 25 persen responden.

Sementara kelompok berpenghasilan sedang dan tinggi cenderung untuk memilih KPR Konvensional yaitu masing-masing 37 persen dan 34 persen responden dibandingkan yang memilih KPR Syariah dengan persentase masing-masing kelompok adalah 31 persen responden dan 28 persen responden.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya