Liputan6.com, Jakarta Seorang penyintas kanker paru, Megawati Tanto (74), menjelaskan terkait tantangan pasien kanker di masa pandemi COVID-19.
Menurutnya, secara psikologi, tantangan para pasien kanker di masa pandemi antara lain penolakan atau menarik diri, marah, depresi, dan ketakutan terhadap kanker ditambah takut terinfeksi COVID-19 Jika pergi ke rumah sakit.
Advertisement
"Saat depresi hal-hal negatif mulai muncul, memikirkan apa yang akan terjadi dan berapa lagi waktu hidup yang dimiliki. Sedih, khawatir, dan takut akan kematian semua jadi pikiran," ujar Mega dalam webminar Lungtalk, Sabtu (1/8/2020).
Selain itu, pasien kanker acap kali diberi stigma negatif. Misal, pasien kanker adalah orang yang dikutuk, kata Mega. Hal ini dapat membuat pasien minder dan tidak mau bergaul.
“Stigma lainnya kanker sama dengan kematian, padahal tidak seperti itu. Ada juga yang menganggap pengobatan kanker malah membuat lebih sakit, itu mitos.”
Simak Video Berikut Ini:
Beberapa Obat Kosong
Tantangan lain bagi penderita kanker adalah obat-obatan yang kosong. Kalaupun ada, obat itu harganya sangat mahal dan beberapa obat belum dijamin BPJS.
“Bagi penderita kanker yang sekaligus menjadi kepala keluarga, maka masalah ekonomi adalah tantangan yang berat. Jika pasien dirujuk ke luar kota maka pembiayaannya tidak ditanggung BPJS.”
Dengan demikian, penghasilan semakin berkurang apalagi jika jarak ke fasilitas kesehatan jauh. Di sisi lain keadaan yang ditimbulkan wabah COVID-19 kian menambah sulitnya akses ke rumah sakit rujukan kanker pasien tersebut.
Menurutnya, dari salah satu penelitian ahli di Universitas Indonesia (UI) pada 2015, 65 persen pasien di Indonesia terdiagnosis kanker stadium lanjut. Sekitar 75 persen pasien meninggal dunia atau mengalami bangkrut satu tahun setelah didiagnosis kanker.
Ia juga mengutip data WHO pada 2018 yang menemukan 348.809 kasus kanker baru di Indonesia dengan angka kematian 207.210 orang. Kanker terbanyak adalah kanker payudara, serviks, paru, dan kanker kolorektal.
Advertisement