Setahun Berdiri, Simak Pengalaman RSUI Jadi RS Rujukan COVID-19

Diresmikan pada Februari 2019, RSUI terus berupaya meningkatkan pelayanan sebagai RS Rujukan COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 03 Agu 2020, 08:00 WIB
Diresmikan pada Februari 2019, RSUI terus berupaya meningkatkan pelayanan sebagai RS Rujukan COVID-19. (Dok Humas RSUI)

Liputan6.com, Depok Baru setahun resmi berdiri, Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Kota Depok, Jawa Barat berupaya memberikan pelayanan terbaik sebagai rumah sakit rujukan COVID-19. Seiring merebaknya COVID-19, pasien-pasien dengan gejala COVID-19, diduga COVID-19 kian bertambah.

Tak ayal, RSUI yang diresmikan pada 13 Februari 2019 harus berbenah diri, mempersiapkan sarana, dan prasarana mendukung perawatan pasien COVID-19.

RSUI Sebagai RS rujukan COVID-19 berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 445/Kep.224-Dinkes/2020 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 445/Kep.186- Dinkes/2020 mengenai Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu, yang ditandatangani Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada 13 April 2020.

Persiapan perawatan pasien COVID-19, dari dukungan laboratorium sampai ruang perawatan khusus.

Wakil Kepala Laboratorium Terpadu RSUI Ardiana Kusumaningrum menceritakan, sebelum pandemi COVID-19, tim laboratorium di RSUI merupakan laboratorium terpadu yang sudah berjalan beberapa layanan. Layanan itu yakni pelayanan laboratorium patologi klinik dan patologi anatomi mikrobiologi klinik.

 

"Sejak awal, laboratorium sudah didesain dengan sangat baik sekali. Laboratorium RSUI termasuk kandidat laboratorium biologi molekuler, tapi memang beberapa layanan laboratorium belum diaktifkan secara keseluruhan," cerita Ardiana saat sesi webinar Pengalaman RSUI sebagai RS Rujukan COVID-19, ditulis Senin (3/8/2020).

"Selain laboratorium, ada juga ruangan ruangan khusus untuk pengambilan spesimen, termasuk laboratorium-laboratorium terpadu RSUI sudah ada ruangan yang bertekanan negatif untuk pengambilan spesimen-spesimen. Pada awalnya, sudah lebih banyak digunakan untuk mengambil sampel sputum pada pasien-pasien terduga COVID-19."

 

Meski belum mengaktifkan semua laboratorium, ada petugas officer yang sangat membantu sekali. Akhirnya, ketika seluruh layanan laboratorium diaktifkan, yang digunakan untuk pemeriksaan deteksi dini berbasis molekuler sudah ada beberapa dokter penanggung jawab yang berpengalaman dalam pemeriksaan molekuler.

"Untuk teknik analisis yang mengerjakan memang belum ada sama sekali. Waktu itu, kita belum punya analisis yang terlatih untuk pemeriksaan molekuler. Tapi kami sudah memiliki sistem informasi laboratorium yang terintegrasi di laboratorium terpadu dan sistem informasi rumah sakit. Dua-duanya sebetulnya adalah aplikasi yang terpisah dan sebagiannya sudah saling terhubung langsung."

 

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Pengaturan Ruangan yang Tepat

Warga antre saat mengikuti swab test massal di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Pemerintah Kota Depok mensubsidi dengan menggratiskan warganya yang mengikuti program pekan swab test massal di RSUI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Untuk mendukung pemeriksaan spesimen, Ardiana menerangkan, ada beberapa kandidat ruangan yang ditujukan untuk pemeriksaan biologi molekuler. Laboratorium pun harus diaktifkan. Kesulitannya adalah bagaimana mengkondisikan ruangan yang ada bisa sebagai laboratorium molekuler.

Walaupun pemeriksaan spesimen seperti pemeriksaan rutin pada umumnya, tapi petugas laboratorium bekerja dengan materi yang sangat mudah bisa mengkontaminasi, sehingga hasil dari pemeriksaan bisa jadi tidak akurat. Persiapan bagaimana pengaturan ruangan menjadi suatu hal yang sangat penting.

 

"Awalnya memang sudah ada beberapa ruangan terpisah, ruangan-ruangan permanen yang memang sudah ada sarana masing-masing, termasuk area yang bersih dan kotor. Yang membedakan antara ruangan yang bersih dengan ruangan yang kotor secara mudah bisa dilihat dari perbedaan warna lantainya. Awalnya, lantai dan peralatan juga perabotan yang mungkin ada di dalam laboratorium itu sudah didesain sedemikian rupa, sehingga mudah untuk dibersihkan," lanjut Ardiana.

"Sebagaimana laboratorium pemeriksaan biologi molekuler, kami punya ruangan bersih, dari ruang logistik dan kargo. Persiapan-persiapan di awal juga ada pemisahan bagian ruangan-ruangan kotor dengan ruangan bersih. Petugas, karyawan, dan tenaga medis yang boleh masuk ke ruangan bersih dan ruangan kotor pun sejak awal sudah di-setting terpisah untuk memastikan bahwa tidak ada kontaminasi."

 

RSUI melakukan pengaturan yang membedakan alur antara orang (pasien, pengunjung) masuk ataupun sampel-sampel yang akan masuk. Hal ini memastikan lagi juga tidak sampai terjadi kontaminasi yang akan mengganggu analisis dan hasil pemeriksaan COVID-19. Ada jalur khusus yang digunakan untuk membawa spesimen atau alur masuk barang.

Kamar mandi juga disiapkan. Bila harus melakukan pemeriksaan atau mungkin tenaga medis dan petugas yang tadinya masuk ke area yang kotor. Kemudian harus masuk ke ruang yang bersih lagi, maka harus mandi dulu. Cara ini memastikan tidak ada materi genetik yang terbawa dari tubuhnya, yang  bisa berpotensi terjadi kontaminasi.

 


Perkuat Pemeriksaan Spesimen

Petugas medis melakukan swab test terhadap warga di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Pemerintah Kota Depok mensubsidi dengan menggratiskan warganya yang mengikuti program pekan swab test massal di RSUI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Persiapan laboratorium, lanjut Ardiana pada awalnya belum bisa melakukan sepenuhnya pemeriksaan spesimen. Petugas laboratorium untuk pelayanan biologi molekuler masih mengalami kekurangan, sehingga RSUI melakukan rekrutmen langsung.

Para pendaftar pun berdatangan, namun sebagian besar tidak punya pengalaman untuk pemeriksaan biologi molekuler.

Upaya memberikan pengarahan, pelatihan, dan magang di laboratorium dilakukan. Pembekalan materi pun tak ketinggalan diberikan. Pada April 2020, RSUI dapat melakukan pelayanan pemeriksaan spesimen secara mandiri. Pada 15 April 2020, pemeriksaan sampel yang diterima tidak hanya dari RSUI saja, melainkan dari fasilitas kesehatan dari luar.

Peningkatan penguatan pemeriksaan laboratorium juga seiring dengan laboratorium RSUI menjadi salah satu laboratorium jejaring untuk deteksi COVID-19.

 

"Dilihat persiapan untuk mengaktifkan layanan biologi molekuler, RSUI itu waktunya tidak sampai sebulan. Persiapan ini sangat cepat dan saya merasakan sekali bahwa dukungan dari direksi dan manajemen menjadi suatu hal yang sangat penting. Berkat bantuan dari dinas pemerintah daerah juga sangat membantu sekali. Kami bisa menyiapkan layanan biologi molekuler secara cepat," Ardiana menegaskan.

"Pemeriksaan spesimen sekarang per hari langsung banyak dan sudah jalan dengan baik. Sebagai gambaran pada April 2020, jumlah sampel yang kami kerjakan sekitar 800 sampel. Kemudian meningkat pada Mei 202 sebanyak 2.500 sampel."

 

RSUI awalnya hanya dapat melakukan pemeriksaan sekitar 140 sampel per hari, sekarang pemeriksaan PCR COVID-19 bisa mencapai 400 sampel per hari.

Peningkatan pemeriksaan spesimen didukung laboratorium dan penambahan kelengkapan alat. Mula-mula hanya ada satu mesin PCR untuk pemeriksaan spesimen. Saat ini, RSUI punya 21 mesin PCR dan alat ekstraksi. Hingga Juli 2020, RSUI secara rutin juga melakukan evaluasi berkala pengaktifan pemeriksaan spesimen yang begitu cepat. Ada juga upaya peningkatan variasi jenis spesimen berupa validasi dan verifikasi.

Upaya protokol kesehatan juga dilakukan saat memasuki area kotor, dipastikan juga sebelum berpindah ke ruangan lain, orang yang bersangkutan harus mencuci tangan. Penggunaan tempat sampah tak luput dari perhatian. Laboratorium harus dengan kondisi yang ideal, seperti punya tempat sampah tersendiri.

"Tempat sampah ini juga terpisah antara sampah bersih dan tempat sampah untuk bahan terkontaminasi berunsur biologi. Dibedakan juga untuk bahan sampah kotor secara langsung di dalam laboratorium. Hal ini untuk memastikan tidak ada kontaminasi terhadap lingkungan," ujar Ardiana yang merupakan dokter spesialis mikrobiologi klinis.

 


Skrining untuk Deteksi Gejala

Petugas medis melakukan screening terhadap warga yang mengikuti swab test massal di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Swab test massal untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19 ini dapat memeriksa 180 orang per hari. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Untuk meminimalisir penularan COVID-19, pelaksanaan skrining, deteksi dini, dan isolasi bagi para pengunjung RSUI sangat perlu. Upaya ini juga untuk mendeteksi adanya kemungkinan gejala COVID-19 dialami pengunjung. Apalagi RSUI menjadi rumah sakit jejaring pelayanan COVID-19. Sebagai pemberi pelayanan rujukan penyakit infeksi emerging, RSUI harus siap dalam memberikan pelayanan COVID-19.

Manajer Keperawatan Dasar RSUI Astuti Yuni Nursasi menerangkan, salah satu yang menjadi fokus menyasar risiko infeksi COVID-19 pada tenaga kesehatan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, penerapan sistem skrining sangat perlu.

RSUI melakukan skrining pada semua pengunjung, baik pasien yang nantinya akan menjadi pasien atau memang tamu dan karyawan yang ingin berobat di RSUI.

 

"Yang diskrining siapapun. Tapi utamanya pasien yang memang jelas-jelas akan berobat. Awal penerapan skrining, kami mendapatkan bantuan dari Kementerian buat tenda putih untuk pelaksanaan skrining. Kami melakukan skrining di halaman luar gedung RSUI," terang Yuni, sapaan akrabnya.

 "Tujuan skrining agar tidak ada individu yang kemungkinan memiliki risiko terhadap COVID-19 atau sudah memiliki keluhan yang memasuki area rumah sakit dan dapat menyebabkan infeksi pada lingkungan rumah sakit. Jadi, kami melakukan skrining di luar."

 

Skrining tahap awal dilakukan di dalam tenda putih dengan memeriksa gejala-gejala klinis yang ada pada pasien. Melalui skrining, pasien dikategorikan ke dalam tiga warna, yaitu hijau, kuning, dan merah. Pasien yang masuk kategori hijau akan direkomendasikan untuk masuk ke poli spesialis.

Kategori kuning akan disarankan untuk masuk ke poliklinik (tenda oranye) atau mendapatkan edukasi terkait gejala klinis yang dialami. Kategori merah akan masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau ruang rawat inap. Untuk kategori hijau dengan orang-orang yang tidak memiliki gejala demam, batuk, pilek, serta tidak ada riwayat kontak erat dengan kasus positif COVID-19.

Selain itu, yang bersangkutan juga tidak riwayat perjalanan dan tidak tinggal di daerah transmisi lokal. Bila seseorang punya riwayat perjalanan dan kontak dengan kasus positif COVID-19, serta mengalami gejala batuk, pilek, demam, maka orang tersebut akan masuk kategori kuning. Kategori ini akan dianjurkan untuk menjalani rapid test.

Jika hasil rapid test reaktif, maka orang tersebut harus memakai masker dan melakukan tes swab. Penelusuran pelacakan kontak (contact tracing) terhadap orang-orang di sekitarnya beberapa hari sebelumnya menjadi tindak lanjut berikutnya. Jika hasil rapid test non reaktif, maka orang tersebut akan disarankan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Ia juga bersiap untuk melakukan rapid test ulang pada hari ke-10 serta memakai masker.

Kategori merah adalah orang-orang dengan suhu badan lebih dari 39 derajat Celsius, kesulitan bernapas, serta memiliki riwayat kontak erat dengan kasus positif COVID-19, maka RSUI akan menyarankan untuk melakukan rawat inap di RS Rujukan COVID-19.

 


Poli Khusus COVID-19

Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) yang berlokasi di Depok, Jawa Barat. (Dok Humas RSUI)

Dalam melakukan skrining, thermal scanner oximeter, hand sanitizer, alkohol dan masker menjadi alat pendukung. Di ruang skrining, petugas skrining  menggunakan alat pelindung diri (APD) level 2. Pengukuran suhu dan pencatatan saturasi oksigen-- persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah juga dilihat.

"Karena kami juga ingin menjaga keselamatan dari para petugas. Yang kami lakukan saat skrining, yakni pencatatan untuk identifikasi pasien dengan pengukuran suhu dan saturasi oksigen. Kemudian identifikasi tanda dan gejala dan faktor risiko COVID-19," lanjut Yuni.

"Untuk mencapai respons kurang dari 5 menit ini cukup kerja kerja. Teman-teman yang bertugas menskrining bekerja dengan sarung tangan yang sangat licin sehingga saat harus memasukkan data cukup kesulitan. Kami pun melakukan exercises (latihan) terus-menerus sehingga bisa mencapai pemeriksaan skrining kurang dari 5 menit. Awal-awal saat pelayanan skrining ya lama, pelayanan menjadi terhambat."

Yuni menambahkan, ada poli khusus COVID-19 dalam penanganan identifikasi pasien atau pengunjung yang masuk. Jika ada keluhan tambahan saat identifikasi skrining, maka pasien akan diarahkan ke dokter umum atau general practitioner. Apabila diperlukan rujukan ke dokter spesialis, maka dokter spesialis akan dihubungi.

"Untuk bisa memberikan pelayanan di poli ini bagi individu yang masuk kategori kuning dan berat. Di poli ini, kami menyiapkan pelayanan untuk laboratorium dan farmasi. Petugas laboratorium dan farmasi selalu standby," tambahnya.

Kendala yang sempat dialami lebih mengarah pada teknis. Misal, APD yang kadang sulit diperoleh. Walaupun banyak donasi APD, beberapa APD tidak bisa digunakan karena tidak sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan. Kejadian lain, terpaan angin kencang di Depok sempat membuat tenda putih untuk pemeriksaan skrining tidak bertahan lama.

"Tenda yang sudah kami siapkan juga tidak bertahan saat siang karena angin kencang. Kami pun pindah ke lokasi di bagian gedung parkir yang sudah ada," lanjut Yuni.

 


Lindungi Aset RSUI

Petugas medis mengenakan alat pelindung diri (APD) saat swab test massal di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (2/6/2020). Swab test massal untuk mengantisipasi penyebaran virus corona COVID-19 ini dapat memeriksa 180 orang per hari. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUI periode 2019 - April 2020 Andi Ade Wijaya menyampaikan, pengembangan fasilitas kesehatan untuk memenuhi pelayanan pasien meningkat. Dalam hal ini, pasien-pasien banyak yang berdatangan. Kondisi pasien yang masuk pada saat awal merebaknya COVID-19 dalam keadaan berat.

 

"Jadi, kami berpikir bahwa enggak bisa lagi mengandalkan ruang rawat atau enggak bisa lagi mengandalkan ruangan yang ada sekarang. Kami harus mengembangkan layanan dan persiapan mitigasi. Diskusi soal bagaimana alur pasien, kriteria pasien-pasien yang masuk, dan kebutuhan ruang perawatan, dan ruang lainnya," kenang Ade.

"Lalu juga soal bagaimana melakukan terapi pada pasien. Pola pikir dokter-dokter spesialis yang bergabung dalam tim COVID-19 harus ditunjang dengan kemampuan ruang perawatan dan intensif. Itu tidak lepas dari kolaborasi kita semua, sehingga pelayanan pasien di ruang rawat atau ruang intensif bisa berjalan dengan baik."

 

Alur masuk dimulai dari IGD sebagai pintu masuk pasien. Kemudian pasien-pasien terduga COVID-19 sempat tidak tertampung di ruang rawat karena ruang perawatan khusus COVID-19 belum ada. Namun, pada awalnya punya dua ruang isolasi di setiap lantai perawatan, tapi lantai perawatan yang dibuka itu baru dua lantai, yaitu lantai 3 dan 6.

"Lantai 6 dalam sebentar saja ruang isolasi sudah penuh dan tidak menanggung lagi, sehingga kami berpikir bahwa memang harus segera dibuat area pelayanan yang paling tidak bisa melindungi teman-teman dan aset yang ada. Upayanya, kami melakukan persiapan proses skrining. Karena tanpa skrining yang baik, ruang perawatan dan intensif akan sangat kelabakan (membludak pasien), sehingga skrining yang baik itu sangat menunjang," jelas Ade.

Penambahan kapasitas dan fasilitas terus dilakukan di RSUI. Hal ini untuk mengantisipasi penambahan pasien COVID. Awalnya, RSUI hanya membuka lantai 3 dan 6 dengan kapasitas 25 bed untuk pasien kriteria Pasien Dalam Pengawasan dan terkonfirmasi COVID-19.

Setelah dilakukan perombakan dan modifikasi, lantai 13 dan lantai 14 yang sebelumnya merupakan ruang perawatan VIP dikembangkan menjadi ruang perawatan COVID bertekanan negatif, sehingga saat ini RSUI telah memiliki 64 bed untuk pasien COVID-19 yang meliputi ruang intensif dewasa, intensif anak, NICU, dan ruang isolasi.

Dukungan terhadap tenaga kesehatan dan SDM selain APD, ada juga pemberian vitamin dan makanan yang bergizi. "Alhamdulillah pada saat itu banyak sekali donatur yang memberikan sumbangan untuk perbaikan gizi. Pemenuhan gizi yang terpenuhi membuat tenaga kesehatan dan petugas tidak gampang sakit," Ade melanjutkan.

 


Beri Pelayanan Optimal

Ilustrasi telemedicine, berobat online, konsultasi kesehatan online. Kredit: National Cancer Institute via Unsplash

Persiapan diagnostik dan obat-obatan juga ditingkatkan. Alur pelayanan sempat lama dan terkendala karena diagnostik spesimen masih harus dikirim ke Jakarta. Namun, berkembangnya pelayanan laboratorium diagnositik, pelayanan pasien-pasien sekarang menjadi lebih baik.

Dalam hal obat-obatan, RSUI  melakukan permintaan bantuan obat-obatan kepada setiap jejaring (networking). Peralatan di ruang perawatan, terutama intensif semakin diperkuat. Adanya peningkatan pelayanan, ruang perawatan, dan skrining yang baik membantu melindungi SDM RSUI dari penularan COVID-19.

 

RSUI selalu berkoordinasi dengan stakeholder, Dinas Kesehatan dengan Dinas Kesehatan Depok, Dinas Kesehatan Jakarta, serta Gugus Tugas (sekarang Satuan Tugas), dan lain-lain. Kolaborasi dan kerjasama diperlukan agar pelayanan pasien terkait COVID-19 semakin maksimal.

"Kita tahu bahwa enggak bisa bekerja sendiri. Kita harus bekerja sama dengan yang lain. Apalagi dalam hal rujukan pasien, karena banyak sekali pasien pasien yang dirujuk ke kami itu dengan kondisi lepas, artinya tidak dengan kawalan petugas. Bayangkan, kalau misalnya pasien itu benar-benar positif, lalu dia pergi ke mana-mana dulu. Tentu, akan menularkan kepada orang lain," tutup Ade.

 

Ketua Sub Kredensial Komite Keperawatan RSUI Rr Tutik Sri Hariyati menegaskan, rumah sakit harus mampu menjamin mutu dan keselamatan pasien, baik sejak rumah sakit berdiri dan selama rumah sakit memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Senada dengan Tutik, Manajer Keperawatan RSUI Debie Dahlia menegaskan, mutu asuhan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan menjadi prioritas dalam memberikan pelayanan optimal bagi pasien.

Pengembangan pelayanan untuk penanganan COVID-19 terus dilakukan RSUI. Kini, RSUI juga sudah membuka layanan telemedicine dalam bentuk konsultasi online (daring)  sebagai langkah untuk memudahkan masyarakat yang ingin mengkonsultasikan kondisi kesehatan yang dikeluhkan kepada dokter, tanpa harus datang ke rumah sakit. 

Bagi pengunjung yang memerlukan pemeriksaan swab dan rapid test tanpa melalui layanan rawat jalan, RSUI pun membuka layanan pemeriksaan swab PCR COVID-19 dan rapid test melalui drive thru

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya