Liputan6.com, Jakarta Hidup dengan autisme tak menghentikan Liz Pritchard yang merupakan seorang seniman, untuk terus berkarya dalam bidang seni yang menjadi favoritnya dalam beberapa tahun terakhir, dilansir dari Spectrum News.
Pritchard senang membaca puisi dengan lantang. Selain menulis puisi, ia adalah seorang seniman, editor video, dan pembuat konten.
Advertisement
Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, ia menemukan hasratnya pada seni, komik, editing video, dan sekarang puisi.
Namun kehidupan tidak selalu mudah bagi setiap orang, terutama bagi Pritchard yang memiliki autisme. Ia tumbuh dengan pengalaman diintimidasi. Ia memahami bahwa ia menderita autisme pada usia 15 tahun.
Kemudian saat duduk di kelas 10, Pritchard memiliki ide untuk membuat buku komik tentang seorang gadis yang autis.
"Saya memiliki ide ini suatu hari ketika saya di kelas 10, karena ini adalah sekolah keempat yang pernah saya kunjungi, dan saya mempunyai ide untuk membuat buku komik tentang seorang gadis yang autis," kata Pritchard kepada Spectrum News.
Kemudian Pritchard menunjukkan hasil pekerjaannya itu kepada teman-temannya dan guru-gurunya. Dan ternyata ia mendapat hasil yang positif. Semuanya memberi respon baik yang membuat Pritchard melanjutkan karyanya dan terus berkembang.
"Reaksi mereka sangat positif dan mereka menjadi lebih memahami saya. Jadi kemudian saya mengatakan 'OKE, jadi kini saya menemukan sesuatu, kemudian kreativitas saya terus mengalir dan berkembang sejak itu'," kata Pritchard.
Simak Video Berikut Ini
Film disabilitas
Dia baru-baru ini mengirimkan film dokumenter ke Easter Seals Disability Challenge yang berjudul "My Superpower," yang isinya merupakan kisah hidupnya.
Tujuan Pritchard saat memutuskan untuk terus mengembangkan hobinya adalah agar terus menjadi inspirasi, sekaligus mampu meruntuhkan stereotip tentang orang-orang yang mengidap autisme.
"Sebagai masyarakat secara keseluruhan, kita perlu memecah stigma negatif itu dan hambatan-hambatan itu karena autisme, neurodiversitas, kondisi kesehatan mental. Mereka adalah label. Anda boleh menghormati label tersebut, tetapi Anda tidak boleh membatasi seseorang atau menggolongkan mereka/mendiskriminasi mereka hanya karena mereka memiliki label tersebut," kata Pritchard.
Advertisement