Tren Berubah, Produk Makanan Olahan Indonesia Bisa Laku Keras di Pasar Ekspor

Eksportir perlu memperhatikan beberapa persyaratan khusus seperti keamanan makanan termasuk regulasi akses pasar tujuan ekspor.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Agu 2020, 17:20 WIB
Pekerja melayani pembeli dari balik plastik pembatas pada sebuah minimarket di kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat, Rabu (8/4/2020). Penggunaan plastik pembatas tersebut bertujuan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau COVID-19 sebagai bentuk social distancing. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan yakin ekspor aneka produk olahan makanan dan minuman (mamin) meningkat di tengah pandemi. Selama ini tren pasar dunia telah beralih dari produk makanan segar ke produk mamin olahan yang dapat disimpan lebih lama.

"Produk mamin sangat dibutuhkan dunia, diantaranya untuk meningkatkan imunitas dan stamina kesehatan masyarakat, terutama pada masa pandemi. Hal ini terlihat dari nilai ekspor pangan olahan Indonesia ke dunia yang meningkat 2,12 persen pada periode Januari-Mei 2020 atau sebesar USD 1,63 miliar," tegas Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kasan melalui siaran pers, Selasa (4/8)

Kasan mengatakan, aneka produk makanan dan minuman merupakan produk yang pertumbuhannya positif di masa pandemi. Pada 2019 produk mamin Indonesia tumbuh mencapai 7,78 persen. "Pertumbuhan tersebut lebih besar dibandingkan pertumbuhan sektor nonmigas yang sebesar 4,34 persen," imbuh dia. Sementara itu, pada kuartal I 2020, pertumbuhannya sebesar 3,94 persen. Sedangkan, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 19,98 persen.

Sehingga pihaknya gencar untuk mendorong ekspor makanan dan minuman olahan, apalagi tren konsumen yang selalu berubah, dengan begitu dapat memberikan peluang bagi produk Indonesia untuk terus melakukan diversifikasi produk atau hilirisasi produk. Seperti produk asal Indonesia yang berbasis cokelat, rempah, kopi, dan teh.

"Saat ini, produk yang memiliki sertifikasi, indikasi geografis, dan organik memiliki tren yang meningkat di pasar global. Permintaan produk halal juga meningkat, selain karena bertambahnya jumlah penduduk muslim, serta sebarannya juga sudah ada di seluruh dunia," ujar Direktur Pengembangan Produk Ekspor Olvy Andrianita.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Tantangan

Pekerja melayani pembeli dari balik plastik pembatas pada sebuah minimarket di kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat, Rabu (8/4/2020). Penggunaan plastik pembatas tersebut bertujuan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau COVID-19 sebagai bentuk social distancing. (merdeka.com/Arie Basuki)

Namun, Olvy menyampaikan di era kebiasaan baru ini pihaknya menemukan sejumlah tantangan terkait ekspor mamin. Yaitu eksportir perlu memperhatikan beberapa persyaratan khusus seperti keamanan makanan termasuk regulasi akses pasar tujuan ekspor dengan persyaratan masuk barang yang semakin ketat di negara.

Tantangan lainnya adalah pengembangan pasar dan produk, yaitu diversifikasi produk mamin olahan sesuai dengan permintaan pasar ekspor, peningkatan nilai tambah produk, selera konsumen internasional, serta hambatan promosi dan branding.

Adapun , beberapa strategi yang telah disiapkan dalam meningkatkan ekspor di masa pandemi ini. Antara lain penentuan fokus pasar dan produk ekspor, relaksasi ekspor impor untuk tujuan ekspor, serta terkoneksinya pelayanan Inatrade dengan Indonesia National Single Window dan ASEAN Single Window untuk perizinan, tanda tangan digital (digital signature), dan Surat Keterangan Asal secara daring.

"Peningkatkan daya saing produk juga harus dilakukan, seperti fasilitasi penguatan desain. Antara lain melalui Indonesia Design Development Center (IDDC) dan Good Design Indonesia (GDI) yang terkoneksi dengan G-Mark Jepang, Designer Dispatch Service (DDS), Klinik Konsultasi Desain di IDDC, fasilitasi sertifikasi, dan Hak Kekayaan Intelektual," jelasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya