Liputan6.com, Jakarta - Hadi Pranoto yang mengklaim menemukan obat herbal Covid-19, akan melaporkan balik Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, ke kepolisian. Pria yang mengaku sebagai profesor itu merasa nama baiknya dicemarkan.
Muannas tak ambil pusing dengan pernyataan Hadi. Dia mengatakan, membuat laporan ke kepolisian adalah hak setiap warga negara.
Advertisement
"Setiap warga negara berhak menempuh jalur hukum kalau merasa dirugikan. Kalau dia mau laporkan balik, saya dengan senang hati, itu hak dia," kata Muannas saat dihubungi Merdeka, Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Namun, dia meminta Hadi Pranoto agar menghadapi terlebih dulu laporan polisi yang dilayangkannya, Senin 3 Agustus 2020 ke Polda Metro Jaya.
"Karena perkara sudah dilaporkan ada tindak pidana hoaks, maka laporan itu harus dibuktikan terlebih dahulu. Dia dipanggil dulu, diminta keterangan. Kalau perkara tidak dapat dibuktikan, dia bisa menggunakan haknya (lapor balik)," tegas Muannas.
Menurut dia, hasil penyelidikan kepolisian akan mengungkap fakta hukum dari pengakuan Hadi Pranoto. Meskipun, lanjut dia, Hadi tetap bersikukuh pada pendiriannya soal obat herbal yang diklaimnya dapat menyembuhkan Covid-19 itu.
Penyelidikan polisi ini akan memberi kejelasan atas pengakuannya yang menjadi polemik di tengah publik.
"Itu yang menilai bukan dia, tapi penyidik berdasar pemeriksaan. Karena faktanya, interview dia menimbulkan polemik di berbagai kalangan. IDI, Menkes, bahkan dokter membantah. Masyarakat juga keberatan. Jadi dia ikuti proses hukum saja," kata Muannas.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ancaman Hadi
Hadi Pranoto akan melaporkan balik Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, ke kepolisian. Dia pun ingin menuntut Muannas sebesar US$ 10 miliar.
"Semuanya ada konsekuensinya. Kalau itu membuat mematikan karakter dan kapabilitas saya, kemudian memberikan pencemaran nama baik terhadap saya, saya akan lapor balik dan itu pasti saya akan meminta uji materil dan pay materil kepada saudara pelapor US$ 10 miliar," kata Hadi saat dihubungi Merdeka, Selasa (4/8/2020).
Menurut dia, nominal tersebut tak sebanding dengan nama baiknya. Juga tidak bisa menggantikan karya yang telah diciptakannya. Sebab, dia mengaku telah meneliti herbal antibodi Covid-19 sejak 2000 bersama timnya.
"Itu tidak seberapa 10 miliar dolar itu di banding hasil karya yang saya dapatkan, jadi ya semuanya itu pasti ada konsekuensinya, saya memberikan edukasi kepada masyarakat.
Hadi Pranoto mengatakan, kasiat obat herbalnya itu sudah dibuktikan oleh sejumlah orang. Termasuk pejabat-pejabat lembaga negara.
"Saya sudah membagikan itu lebih dari 20 ribu botol resmi kepada masyarakat yang tidak mampu jadi semua sudah bisa dicoba, dan banyak pejabat lembaga negara yang sudah menggunakan herbal ini dan mereka merasakan dampak positif dari herbal ini," klaim Hadi.
Hadi Pranoto mengatakan, temuan itu dia bagikan secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan. Dia juga mengaku sudah mendapatkan izin dari BPOM.
"Makanya kita berani mengedarkan, kalau kita karena kita sudah punya izin dari BPOM, kalau kita tidak punya izin BPOM tidak mungkin kami serahkan kepada masyarakat dan masyarakat kan pasti akan bertanya mana izin BPOM-nya. Ini kan sudah ada BPOM sebagai standarisasi makanan yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah izin dari standarisasi BPOM makanya satu-satunya landasan kita adalah izin yang dikeluarkan oleh BPOM," tutur Hadi.
Advertisement
Kata Praktisi Hukum
Praktisi hukum, Fajriyah menuturkan, jika ingin menuntut ganti rugi kepada tidak bisa dilakukan dalam bentuk laporan pidana. Apalagi Hadi melaporkan soal pencemaran nama baik. Pada laporan pun hanya disebutkan dugaan yang disangkakan kepada terlapor.
"Intinya bisa melapor dugaan tindak pidana tapi bukan untuk ganti rugi," ujar Fajriyah saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa.
Pengacara dari Fajriyah & Co ini juga mengatakan, uji materil diajukan ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan perundangan. Bukan ke kepolisian.
Reporter: Ronald
Sumber: Merdeka