Catatan Koordinator Help Center Unair Terkait Kasus Fetish Kain Berkedok Riset

Kasus dugaan pelecehan seksual terkait fetish kain berkedok riset yang melibatkan G ini menunjukkan laki-laki dan perempuan dapat menjadi korban pelecehan seksual.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Agu 2020, 04:00 WIB
Deretan fakta kasus fetish kain jarik berkedok riset. (Sumber: Merdeka)

Liputan6.com, Jakarta - Universitas Airlangga (Unair) telah menerima 20 aduan terkait kasus dugaan pelecehan seksual berkaitan dengan fetish berbungkus kain berkedok riset oleh mahasiswa berinisial G.

"Sekitar 20-an tapi pelapor tidak sama dengan korban, kami harus verifikasi dengan cermat,” ujar Koordinator Help Center Universitas Airlangga (Unair), Dr Liestianingsih saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Selasa, 4 Agustus 2020.

Ia menambahkan, pengaduan sudah dirilis sehingga banyak yang menghubungi tetapi belum tentu korban sehingga harus hati-hati. "Kami meneliti apakah pelapor memang korban," ujar dia.

Meski demikian,  Liestianingsih mengatakan, kasus dugaan pelecehan seksual terkait fetish kain berkedok riset yang melibatkan G ini menunjukkan laki-laki dan perempuan dapat menjadi korban pelecehan seksual. G diduga memiliki fetish. Fetish merupakan kondisi atau sebuah situasi saat seseorang akan merasakan kepuasan dari objek yang sifatnya bukan genital atau bukan kelamin.

"Kejahatan terjadi karena relasi yang timpang antara pelaku dan korban. Jangan menyalahkan korban karena korban sudah trauma, terluka psikis. Menjadi korban bukan aib, korban harus berani speak up. Namun, masyarakat sering menyalahkan korban," kata dia.

Liestianingsih menambahkan, hal menarik dari kasus G ini, pihaknya tidak melihat ada yang menyalahkan korban karena pakaiannya.

"Beda jika korban perempuan, sering kejahatan seksual dikaitkan dengan pakaian yang dikenakan korban. Berarti untuk kasus G masyarakat bisa empati, tidak menyalahkan korban yang mengundang seperti pada kasus jika korban perempuan," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Sejak Dini Anak Harus Belajar Melindungi

Dengan kasus ini juga, Ia menuturkan, orangtua perlu mengajarkan kepada anak laki-laki untuk berhati-hati pada orang yang baru dikenal dan juga berani menolak berkata tidak pada hal-hal yang berpeluang merugikan dirinya.

"Untuk menjaga diri sejak kecil seperti yang diajarkan pada anak perempuan melindungi dari orang asing,” kata dia.

Liestianingsih menuturkan, menjaga diri tersebut juga terhadap orang dekat. Sejak dini anak harus belajar melindungi.

"Kasus kekerasan seksual bisa dilakukan orang dekat. Maka dipahamkan juga bahwa anggota tubuh yang privat tidak boleh dipegang, disentuh oleh orang lain kecuali ibu dan ayah. Jika sudah semakin besar, ayah dan ibu juga tidak menyentuh,” kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya