Liputan6.com, Jakarta - Korea Utara melancarkan serangan siber kepada sejumlah anggota dewan PBB pada awal tahun ini. Informasi tersebut berdasarkan laporan yang belum lama ini dirilis oleh para ahli.
Setidaknya, ada 11 petugas dari Dewan Keamanan PBB yang jadi target dalam serangan siber ini. Tujuannya tak lain adalah mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari korban.
Baca Juga
Advertisement
Menurut sebuah lapoan yang disampaikan komite organisasi tentang Korea Utara, negara yang dipimpin Kim Jong-un itu yang melakukan peretasan.
Dikutip dari Daily Star, Rabu (5/8/2020), mulanya penyerang mengirimkan pesan WhatsApp dan Gmail ke target. Para hacker ini menyamar sebagai orang lain.
Para pejabat PBB diperkirakan merilis laporan terkait peretasan ini bulan depan. Laporan tersebut juga berisi fakta, Korea Utara melancarkan aksi serangan sibernya ketika masih terkena sanksi dari PBB.
Lebih lanjut, dalam laporan Nikkei Asian Review, selama masa sanksi, Korea Utara telah memperkaya diri lewat serangan siber.
Korea Utara dilaporkan telah memperoleh aset virtual seperti cryptocurrency secara ilegal. Belum jelas bagaimana Korea Utara mencairkan aset virtual tersebut.
Lakukan Berbagai Hal Ilegal Selama Kena Sanksi PBB
Laporan yang sama juga menyebut, Korea Utara mengirim buruh ke Rusia dan Tiongkok untuk mendapatkan mata uang asing.
Masih menurut laporan yang sama, barang-barang yang dibatasi masih masuk keluar dari Korea Utara. Kegiatan ekspor Korea Utara pun dihentikan hingga dari akhir Januari hingga Maret karena wabah Covid-19.
Aktivitas lain yang dilakukan adalah menggunakan kapal ilegal untuk membawa batu bara dengan tujuan ke paling besar ke Tiongkok.
Korea Utara ditengarai menerima lebih dari 600 ribu ton-1,6 juta ton produk minyak mentah.
Advertisement
Lakukan Berbagai Hal Ilegal Selama Kena Sanksi PBB
Korea Utara juga diyakini memperoleh pakaian hazmat yang diproduksi oleh perusahaan Amerika 3M dan Dupont. Baju hazmat ini digunakan oleh pekerja karantina pada Maret lalu, terlihat dalam rekaman televisi Central Korean milik pemerintah.
Kendati demikian, kedua perusahaan AS mengaku pihaknya mematuhi hukum dengan tidak mengekspor produksi mereka ke negara-negara yang terkena sanksi PBB, dalam hal ini Korut.
Di samping itu, Covid-19 juga membatasi peluang Korut untuk mengimpor produk mewah pada semester pertama tahun ini. Namun, justru ada bukti yang memperlihatkan upaya impor limousin Mercedes Benz S-Class, mobil Audi, dan Lexus.
Laporan juga menyebut, Korut telah mengembangkan perangkat nuklir miniatur yang bisa dipasang pada rudal balistik.
(Tin/Ysl)