Liputan6.com, Jakarta Masyarakat mampu diingatkan untuk tidak menggunakan Elpiji 3 Kilogram (Kg) atau Elpiji bersubsidi. Hal ini untuk membantu meringankan beban pemerintah di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, Elpiji 3 Kg disediakan pemerintah untuk kelompok miskin. Namun hingga hari ini masih banyak digunakan oleh kelompok masyarakat mampu.
Advertisement
"Masyarakat mampu masih banyak kedapatan mengunakan Elpiji 3 kg. Ini juga terjadi karena disparitas harga dengan Elpiji nonsubsidi yang masih besar," kata Mamit, di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Menurut Mamit, jika kelompok masyarakat mampu menggunakan Elpiji 3 Kg bersubsidi maka beban keuangan negara akan meningkat sebab subsidi bertambah hal ini diperparah Dengan kondisi pandemi Covid-19 yang sedang terjadi.
Selain itu, saat ini 70 persen bahan baku Elpiji masih impor. Jika subsidi terus, defisit transaksi berjalan akan makin tinggi.
Dia pun meminta masyarakat golongan mampu tidak menggunakan Elpiji 3 Kg bersubsidi. Pasalnya, akan merugikan kelompok masyarakat lain dan juga para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkan gas elpiji 3 kilogram.
Jika kelompok masyarakat mampu masih bandel menggunakan gas Elpiji 3 kg, bisa dipastikan kuota Elpiji 3 Kg bersubsidi akan jebol dan ujung-ujungnya justru memberatkan Pertamina dan keuangan negara.
"Setiap kali over, maka ini menjadi tanggungan Pertamina. Sementara ketika kuota jebol dan terpaksa ditambah oleh Pertamina, belum tentu juga diganti pemerintah karena masih perlu dihitung selisihnya dan tergantung audit BPK," jelas Mamit.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bisa Langka
Dia melanjutkan, jika kuota sudah habis, akan menimbulkan kelangkaan hal ini merupakan permasalahan klasik yang selalu timbul di setiap tahunnya.
Pemerintah pun perlu membuat kebijakan untuk mengendalikan konsumsi Elpiji 3 Kg bersubsidi agar tetap sasaran, salah satunya dengan menerapkan sistem distribusi tertutup.
"Ini lebih jelas asalkan datanya benar sehingga tepat sasaran dan jangan sampai ada kesalahan data. Salah satu kelemahan kita adalah akurasi data,” pungkas Mamit.
Advertisement