Banyak Indikator Positif, Pemerintah Yakin Indonesia Tak Masuk Jurang Resesi

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen. Selangkah menuju resesi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Agu 2020, 17:30 WIB
Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (14/11/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencapai 5,3%. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah ekonom memperkirakan Indonesia tidak akan lolos dari resesi akibat pandemi covid-19. Namun pemerintah berkata lain. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Iskandar Simorangkir mengaku optimistis bahwa Indonesia bisa menghindari resesi.

Usai pelonggaran PSBB, atau sekitar bulan Juni telah terjadi pembalikan kurva kegiatan ekonomi yang merangkak naik. “Kalau kita lihat leading indicator, seperti PMI. Kalau kita lihat dari Mei ke juni, ke juli itu 7 poin lebih, 46,9 indeks PMI kita,” kata Iskandar daman video konferensi, Rabu (4/8/2020).

Begitu juga dengan penjualan kendaraan bermotor, meski masih minus tapi meningkat signifikan dari minus 82 menjadi  minus 54. Kemudian ada penjualan ritel yang juga menunjukkan peningkatan. Bahkan survei indeks keyakinan konsumen meningkat signifikan 83,8. Survei kegiatan dunia usaha juga menunjukkan tren serupa.

"Bukan hanya 5 leading indicator yang tunjukkan kinerja positif. Ada 3 hal, inflasi inti kita di bulan juli yang masuk di kuartal III, kalau kita lihat inflasi inti kita dibandingkan Juni, yang juni 0,02 persen, Juli 0,16 persen,” jelas Iskandar.

Menurutnya, inflasi inti ini secara konsep menggambarkan agregat demand. Dimana permintaan dalam negeri menunjukkan peningkatan. Artinya, tanda-tanda geliat ekonomi yang tadinya tidak terlihat di kuartal II, mulai menunjukkan tren perbaikan memasuki kuartal III.

“Ini satu sisi positif yang saya memang dari dulu termasuk yang optimistis. Dengan indikator-indikator ini, langkah pemerintah itu on the track, tapi kecepatan jadi masalah. Pembalikan sudah terjadi, tapi pembalikannya ini cepat atau lambat itu yang jadi masalah,” sebut dia.

Oleh karena itu, dia pun yakin jika semua berjalan sesuai dengan rencana maka Indonesia bisa terhindari dari jurang resesi


Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen di Kuartal II-2020, Indonesia di Ambang Resesi

Pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunam gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (27/8/2019). Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sebesar 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen, di kuartal II 2020 secara tahunan (year on year). Angka ini di atas  atau lebih besar dari prediksi sebelumnya.

Sebelumnya, pemerintah memproyeksi ekonomi Indonesia akan terkontraksi di angka -4,3 persen. Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, ekonomi Indonesia juga terkontraksi secara quartal to quartal (q to q) yang sebelumnya 2,97 persen (kuartal I 2020). Pertumbuhan ekonomi di kuartal II minus 4,19 persen.

"Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I 2020 dibandingkan semester I 2019 terkontraksi 1,29 persen," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).

Dia menjelaskan, pandemi Corona yang melanda Indonesia sejak awal tahun menjadi penyebab utama penurunan pertumbuhan ekonomi ini.

Pandemi Covid-19 telah menciptakan efek domino dari masalah sosial dan ekonomi, dan dampaknya menghantam seluruh lapisan masyarakat mulai dari rumah tangga, UMKM hingga korporasi.

Harga komoditas migas dan hasil tambang di pasar internasional pada kuartal II 2020 secara umum mengalami penurunan baik q to q maupun yoy.

Sementara harga komoditas makanan seperti gandum, minyak kelapa sawit dan kedelai mengalami penurunan q to q, tetapi meningkat secara yoy.

"Di satu sisi negara mengutamakan kesehatan dengan menerapkan lockdown, PSBB dan lainnya, di sisi lain pemerintah juga berupaya agar tingkat ekonomi berjalan. Dan untuk menyeimbangkannya bukan persoalan gampang. Dan bisa dilihat, banyak negara yang mengalami kontraksi," kata Suhariyanto.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya