Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa haru biru sempat menyelimuti negara yang diidentikan dengan keindahan bunga sakura akibat jatuhnya 'Little Boy'.
Baca Juga
Advertisement
Keganasan ledakan bom atom tersebut secara kilat meratakan kota Hiroshima dengan meninggalkan korban ratusan ribu jiwa tergeletak tak berdaya. Sadako Sasaki menjadi salah satu korban meninggal karena mengidap leukimia dari paparan radiasi bom uranium yang mendarat di Kota Hiroshima, Jepang.
Selang tiga hari kota Hiroshima berkabung, Nagasaki juga mendapat kebrutalan 'Fat Man' yang melenyapkan korban 74 ribu orang. Tentu, dalam menyukseskan strategi tentara Amerika Serikat dibantu dua pilot yang terlebih dahulu menjalani pelatihan khusus, yakni Paul Tibbets yang mengudarakan dengan pesawat Enola Gay ke Hiroshima, sedangkan Charles Sweeney dengan pesawat B-29 superfortress.
Berikut profil dua eksekutor pembawa bom atom yang menjadi puncak keberhasilan taktik Amerika Serikat menyerang Jepang yang dikutip dari Atomic Heritage Foundation, Kamis (6/8/2020).
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Paul Tibbets
Walaupun sempat terganjal oleh restu ayah, Tibbets unjuk kebolehan dengan mengikuti pelatihan di Randolph Field. Dari usahanya mengikuti pelatihan, menghantarkannya menjabat sebagai Komandan Skuadron Bombardemen ke-340 hingga puncaknya dipercaya mengemban tugas pada misi Hiroshima usai dari proyek Manhattan.
Sebelum melakukan aksinya, Tibbets terlebih dahulu melakukan pelatihan di Pangkalan Angkatan Udara Wendover, Utah selama sembilan bulan. Di dalam pelatihannya, ia berlatih langkah-langkah menjatuhkan bom atom bersama kru 509th Composite Group.
Berbulan-bulan dilatih tepat Mei 1945, ia dipindahkan ke Pulau Tinian untuk menunggu instruksi. Sehari sebelum eksekusi di Hiroshima, Tibbets terbang menuju North Field dan langsung mengeluarkan jurus yang dipelajarinya di Hiroshima.
Meskipun di Hiroshima ia dikenal sebagai malaikat maut, sebaliknya di negaranya ia dijuluki sebagai pahlawan nasional. Ditambah lagi, ia mendapat penghargaan dari Mayor Jenderal Carl Spaatz.
Advertisement
Charles Sweeney
Sebelum menjatuhkan bom plutonium 'Fat Man' di Nagasaki, Sweeney terlebih dahulu mendampingi rekan eksekutornya Tibbets untuk menyelesaikan misinya di Hiroshima.
Dikutip dari New York Times, pilot kelahiran 1919 ini hampir gagal menjalankan misi sebelum mendarat di Okinawa, pasalnya tersisa satu menit bahan bakar pesawat Bockscar akan habis.
Untungnya, ia berhasil mejatuhkan bom plutonium tersebut dan langsung melarikan diri. Dari pelariannya ia melihat kepulan awan marah, tetapi dirinya mengaku hal tersebut terlihat memukau.
Penulis:
Ignatia Ivani
Univeristas Multimedia Nusantara