Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) lamban memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK Komjen Firli Bahuri.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, tindakan Firli yang menggunakan helikopter mewah dalam perjalanan dari Baturaja menuju Palembang, Sumatera Selatan jelas merupakan pelanggaran etik. Malah tindakan Firli dinilai bisa masuk ke ranah hukum pidana.
Advertisement
"Secara kasat mata, tindakan Firli tersebut sudah dapat dipastikan melanggar kode etik, karena menunjukkan gaya hidup hedonisme. Bahkan lebih jauh, tindakan Firli juga berpotensi melanggar hukum jika ditemukan fakta bahwa fasilitas helikopter itu diberikan oleh pihak tertentu sebagai bentuk penerimaan gratifikasi," ujar Kurnia dalam keterangannya, Kamis (6/8/2020).
"Namun Dewas sampai saat ini tidak kunjung menjatuhkan putusan terkait dugaan pelanggaran tersebut," Kurnia menambahkan.
Atas dasar tersebut, Kurnia mengatakan keberadaan Dewas KPK tidak dibutuhkan dalam lembaga antirasuah. Menurutnya, Dewas KPK tak lebih baik dari Deputi Pengawas Internal KPK.
Sebelumnya, Deputi Pengawas Internal KPK sempat menjatuhkan sanksi kepada dua pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang. Namun terkait dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri, menurut Kurnia, Dewas KPK sangat lambat.
"Melihat kinerja Dewas KPK yang tidak maksimal, maka hal ini sekaligus memperkuat fakta bahwa keberlakuan UU KPK baru tidak menciptakan situasi yang baik pada kelembagaan anti rasuah," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dugaan Pelanggaran Etik Lainnya
Selain itu, lanjut Kurnia, Dewas KPK juga abai melihat dugaan pelanggaran etik Firli saat memulangkan penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti ke Institusi Polri.
Padahal, masa kerja Kompol Rossa di lembaga antirasuah belum berakhir.
"Tentu harusnya kejadian (terhadap Kompol Rossa) ini dapat dijadikan pemantik bagi Dewas KPK untuk memproses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK," kata Kurnia.
Advertisement