Liputan6.com, Jakarta Penelitian berjudul Gejala Sakit, Produktivitas, dan Utilisasi Kesehatan pada Pengguna Rokok Elektronik & Konvensional (Dual User) di Indonesia membandingkan bahaya yang ditimbulkan rokok elektronik dengan bahaya rokok konvensional bagi pengguna.
Penelitian menyebutkan bahwa kedua rokok itu memiliki bahaya masing-masing. Dari analisis penyakit tidak menular, hasil analisis menunjukkan pengguna rokok elektronik memiliki kemungkinan lebih tinggi mengidap penyakit asma dan diabetes dibanding pengguna rokok konvensional.
Advertisement
“Pengguna rokok elektronik memiliki tingkat kemungkinan mengidap asma 2 persen lebih tinggi dibanding pengguna rokok konvensional,” ujar salah satu peneliti Faizal Rahmanto Moeis, dalam webminar Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Kamis (6/8/2020).
Namun, perokok konvensional memiliki risiko hipertensi dan rematik yang lebih tinggi dibanding perokok elektrik.
Simak Video Berikut Ini:
Analisis Penyakit Mulut
Berdasarkan analisis penyakit mulut, rokok elektronik memiliki risiko lebih tinggi menyebabkan penyakit gigi rusak, sariawan dan penyakit gusi dibanding rokok konvensional.
“Pengguna rokok elektronik memiliki kemungkinan mengidap sariawan 2.6 persen lebih tinggi dibanding perokok konvensional.”
Selain itu, pengguna rokok elektronik memiliki kemungkinan mengidap penyakit gusi 1,2 persen lebih tinggi dari pengguna rokok konvensional.”
“Hasil analisis menunjukkan pengguna rokok elektronik memiliki risiko komplikasi penyakit lebih tinggi dibanding perokok konvensional. Apabila seseorang merupakan pengguna rokok elektronik, tingkat kejadian komplikasi akan 1,523 kali lebih tinggi dari pengguna rokok konvensional.”
Menurut Faizal, keduanya memiliki bahaya masing-masing. Sehingga anggapan terkait rokok elektronik sebagai pengganti rokok konvensional adalah anggapan yang salah.
Jika seseorang menggunakan kedua rokok tersebut (dual user) maka beban risikonya pun akan berlipat ganda.
Advertisement