Hikmah Pandemi Corona, Pendapatan Petani Justru Meroket

Omzet pengusaha yang menjual produk pertanian dan perkebunan justru mengalami kenaikan pada kuartal II 2020.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 06 Agu 2020, 12:10 WIB
Petani menunjukkan padi hasil panen di persawahan kawasan Rorotan, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Untuk hasil panen, petani di Rorotan biasanya langsung menjual ke tengkulak yang memiliki pabrik tidak jauh dari lokasi sebelum akhirnya dipasarkan ke toko-toko di Jakarta. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Junaedi mengatakan, omzet pengusaha yang menjual produk pertanian dan perkebunan justru mengalami kenaikan pada kuartal II 2020.

Angka tersebut keluar dalam rilis pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (5/8/2020) kemarin. Itu sedikit berkebalikan dibanding produk-produk lainnya yang kesulitan di tengah situasi pandemi Covid-19.

"Alhamdulillah sekarang pas sekali momennya. Dalam rilis BPS, di tengah situasi pandemi yang luar biasa justru di sektor pertanian khususnya perkebunan masih positif. Tadinya 2 persen, sekarang 1 persen. Jadi Alhamdulillah," kata Dedi dalam sesi teleconference, Kamis (6/8/2020).

Kabar menggembirakan lainnya, Dedi menyampaikan, nilai tukar petani (NTP) pada Juli 2020 juga naik 0,49 persen. Itu turut berpengaruh pada kenaikan pada komoditas perkebunan dan subsektor lainnya.

Dedi menuturkan, kenaikan tersebut disumbangkan oleh beberapa komoditas perkebunan yang ada 23 jenis. "Karena yang 23 jenis itu 90 persen itu diproduksi pekebun kecil," sambungnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harap Pandemi Tak Cepat Selesai

Pekerja menjemur gabah di Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (14/7/2020). Selama semester I 2020, Perum Bulog telah merealisasikan serap gabah petani secara langsung sebanyak 700 ribu ton setara beras guna meningkatkan ketahanan stok cadangan beras. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Berkat kesuksesan itu, Dedi menambahkan, para petani dan pekebun kecil justru berharap agar wabah pandemi virus corona saat ini tidak cepat selesai. Hal serupa pernah diutarakan para petani dan pekebun kecil saat krisis moneter 1998.

"Krisis 98 justru yang menolong subsektor perkebunan. Misalnya petani kakao di Sulsel, yang produknya booming Rp 15 ribu. Mereka justru berdoa krisis ini moga tidak cepat berlalu dan buktikan ketangguhan subsektor dari pertanian dan perkebunan," ungkapnya.

Kondisi serupa juga terjadi pada saat ini. Seperti pada pekan lalu, ketika Dedi dan tim Kementan diundang datang ke Jambi untuk melihat pengiriman ekspor produk kopi di sana yang tetap berjalan lancar di tengah situasi krisis saat ini.

"Kami Minggu lalu diundang ke Jambi, Alhamdulillah ekspor kopi bisa berjalan. Itu dilakukan petani, bukan korporasi. Itu membuktikan bahwa dengan kebijakan yang tepat minimal bisa menolong dan menggerakkan perekonomian. Yang jadi objek itu petani kecil," tuturnya.


Dihantam Corona, Nilai Tukar Petani Masih Tumbuh Positif 0,49 Persen

Aktivitas petani saat menggiling padi usai dipanen di persawahan kawasan Rorotan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan cadangan beras pemerintah (CBP) mencapai 1,4 juta ton beras. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Badan pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Juli 2020 adalah sebesar 100,09 persen. Atau naik 0,49 persen dibandingkan Juni 2020.

“Kalau menurut subsektor, NTP di seluruh sub sektor mengalami kenaikan kecuai untuk tanaman pangan dan hortikultura,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto, Senin (3/8/2020).

Adapun penurunan untuk Tanaman Pangan yakni sebesar 25 persen menjadi 100,17 persen dari JUni sebesar 100,42 persen. Sementara Hortikultura, turun 0,74 persen menjadi 99,77 persen dari JUni sebesar 100,51 persen.

“Indeks harga yang dibayar petani juga turun tetapi penurunan indeks harga yang diterima petani jauh lebih tajam dibandingkan indeks harga yang dibayar petani. Sehingga terjadi penurunan disana. Penyebabnya adalah adanya penurunan harga gabah, kemudian juga penurunan harga jagung dan beberapa komoditas pangan lainnya,” jelas Kecuk menguraikan.

Tak jauh berbeda. Untuk hortikultura juga mengalami hal yang sama, yakni adanya penurunan indeks yang harus diterima dan dibayarkan petani. Hal ini juga disebabkan anjloknya harga komoditas seperti bawang merah, wortel, dan buah-buahan.


NTP Perkebunan Rakyat

Seorang petani mendorong gerobak yang berisi daun tembakau yang sudah dipetik di perkebunan tembakau di San Juan y Martinez, Provinsi Pinar del Rio, Kuba (24/2). Perkebunan tembakau ini merupakan yang terbaik di Kuba. (AFP Photo/Yamil Lage)

Sementara itu, NTP perkebunan rakyat mengalami kenaikan. Ini karena indeks harga yang dibayarkan petani mengalami kenaikan. “Terutama karena ada kenaikan harga untuk komoditas kelapa sawit dan karet,” kata Kecuk.

Lainnya, yang juga mencatat kenaikan yakni peternakan 1,68 persen, perikanan 0m69 persen nelayan 0,80 persen, dan pembudidaya ikan 0,52 persen. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya