Bintan Lagoon Resort Bakal Tutup Akibat Rugi, 500 Karyawan Terancam PHK

Bintan Lagoon Resort (BLR) di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, berencana menutup operasional perusahaan karena mengalami kerugian selama dua tahun terakhir.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Agu 2020, 14:30 WIB
Bintan Lagoon Resort menawarkan paket liburan termasuk akomodasi disertai berbagai aktivitas rekreasi yang tak terlupakan

Liputan6.com, Jakarta - Bintan Lagoon Resort (BLR), resor terpadu terbesar yang terletak di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri, berencana menutup operasional perusahaan karena mengalami kerugian selama dua tahun terakhir akibat sepi pengunjung.

Rencana penutupan tersebut sudah disampaikan secara tertulis ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bintan per 31 Juli 2020.

"Betul, suratnya sudah kami terima dan langsung ditindaklanjuti," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Bintan, Indra Hidayat dikutip dari Antara, Kamis (6/8/2020).

Pihaknya sudah menurunkan tim dari Disnker Bintan dan Pengawas Ketenagakerjaan (Wasker) Pemprov Kepri untuk berkonsolidasi dengan pihak BLR terkait rencana penutupan tersebut.

"Kami turut memberikan pengarahan dan pembinaan terkait hal-hal yang perlu dipenuhi BLR untuk menutup usaha mereka," imbuhnya.

Dia katakan, penutupan BLR pun akan menyebabkan sekitar 500 karyawan terkena dampak PHK massal.

"Ada 500 karyawan terancam di-PHK, karena kondisi perusahaan terpuruk," tutur Indra.

Lebih lanjut, Indra menegaskan bakal mengawal proses PHK karyawan BLR, terutama menyangkut hak-hak pekerja yang harus dipenuhi perusahaan sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku.

"Misalnya, menyangkut uang pesangon karyawan," imbuhnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sudah Terima Pengumuman PHK

Foto: Dok. Bintan Lagoon Resorts

Sementara, Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Bintan, Mansur, mengaku sebanyak 500 karyawan BLR sudah menerima pengumuman PHK dari manajemen perusahaan.

Mansur menuntut pihak perusahaan dapat membayar uang pesangon kepada para karyawan sesuai dengan masa kerja mereka. Termasuk beberapa komponen di dalamnya, seperti uang jasa, uang perumahan, dan uang kesehatan.

"Kami pun meminta Disnaker mengaudit, apakah BLR betul-betul alami kerugian atau tidak," demikian Mansur.


Banyak Perusahaan Belum Lapor Data PHK Pekerja

Pegawai pulang kerja berjalan di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Pemerintah memberi kelonggaran bergerak bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada 27 Mei 2020 lalu mencatat jumlah pekerja yang terkena akso pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan akibat pandemi virus corona (Covid-19) mencapai sekitar 1,7 juta orang.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, saat ini jumlah pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan belum banyak berubah. Ini lantaran belum adanya laporan perusahaan terkait update tersebut kepada pihak Disnaker di daerah.

"Sebenarnya naik turunnya jumlah PHK ini kecil karena banyak pekerja sudah kerja kembali dirumahkan. Lalu PHK juga kan prosedur panjang, kebanyakan mereka dirumahkan angka PHK kecil. Kalau ada PHK ditemukan, banyak sekali perusahaan tidak laporkan ke kita," ujar dia saat berkunjung ke Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Selasa (7/7/2020).

Selain itu, Ida menyampaikan, beberapa perusahaan yang melakukan PHK kerap menyelesaikan kasus tersebut secara internal dan tidak terdata oleh Kemnaker, seperti yang dilakukan Grab, Gojek dan Lion Air.

"Jadi data hanya segitu aja karena yang dirumahkan sudah bekerja kembali, apalagi di zona hijau. Saya datang ke kawasan industri juga banyak yang operasi. Kita tinggal pastikan protokol kesehatannya aja agar tak ada Covid-19," ujar dia. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya